Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Opini Tentang Jakarta Lagi

14 Oktober 2010   01:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:27 607 0

Sedikit beropini ah..

Membaca tulisan om Doddy Poerbo berjudul “Mengapa Ibukota Harus Berpindah?” pagi ini membuat saya urun komentar di lapak Om Doddy. Dalam tulisannya om Doddy menyoroti kenapa Jakarta menjadi macet dan bagaimana alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Saya menjadi gatal untuk berkomentar disana. Komentar gatal saya pada intinya adalah komentar yang bernada setuju dengan cara pandang Om Doddy.

Ini komentar saya

Sekarang ini sudah tidak ada lagi yang namanya mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan, tapi yang ada adalah kepentingan untuk sebagian golongan harus selalu tercapai. Akibatnya, setiap terjadi pergantian pemerintahan, maka kepentingan partai (sebagaian golongan itu) lah yang harus tercapai, bukan kepentingan rakyat. Jadilah semuanya semrawut. termasuk dalam penataan kota dan pemerataan pembangunan.Pembangunan negeri ini tidak merata, semua terpusat di Jakarta. Jakarta Sentris. padahal, jika dikaji lagi, Indonesia ini memiliki wilayah luas dengan potensi masing-masing. Karena ketidak merataan inilah, akhirnya warga daerah berbondong-bondong menyerbu ibukota untuk mengadu nasib. Karena di Jakarta lah segala sumber uang tersedia. hal ini menimbulkan ekses2 sosial negatif, salah satunya MACET!!!Coba, kalau misalnya pemprov DKI sedikit ‘mempersulit’ ijin usaha pembukaan kantor pusat perusahaan swasta, mungkin pihak swasta akan sedikit menggeser kantor pusat-kantor pusatnya ke pinggiran jakarta atau mungkin malah di luar Jakarta. Dengan begini, setidaknya para pekerja tidak terkonsentrasi di Jakarta. mungkin, dampaknya perputaran uang akan terjadi di daerah dimana terdapat kantor-kantor tersebut. dan para pengadu nasib pun akan ‘mendekati’ pusat perputaran uang tersebut.

Setelah saya pikir-pikir, kayaknya harus ada penjabaran yang agak panjang nih dari komentar saya tersebut. Maka saya ‘memaksakan’ diri menulis opini ini, meskipun saya sadar bukan berada dalam kapasitas saya.

Opini tersebut adalah pemikiran mentah saya yang belum begitu paham dengan ilmu tata kota. Meskipun saya tidak berada di ibukota, dan saya bukanlah pengamat tata kota, namun rasanya permasalahan kompleks Ibukota ini masuk juga di kepala saya. Sebab ada banyak kawan saya yang mengadu nasib di Ibukota.

Ada dua hal yang menjadi sorotan saya dalam opini di atas. Pertama adalah kepentingan rakyat yang sudah tidak lagi menjadi tujuan utama pembangunan, dan kedua adalah kondisi pembangunan yang sangat Jakartasentris.

Tentang yang pertama, sebenarnya ini adalah kajian politis. Saya tidak suka berbicara politik. Namun, memang begitulah kenyataannya saat ini.

Kalimat “Mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan individu atau golongan” sudah tidak ada lagi. Sekarang adalah kebalikannya yang dipakai. “Mengutamakan kepentingan individu dan golongan di atas kepentingan umum.” Akibatnya, terjadilah kesenjangan sosial masyarakat. Kepentingan-kepentingan rakyat sudah tidak ada lagi yang memperdulikan. Kalau pun perduli, tidak sebatas proyek semata. Teteup, ujung-ujungnya isi perut!

Bahwa saat ini kepentingan kaum elit politik lah yang menjadi tujuan yang harus tercapai pada saat mereka berkuasa. Partai pengusung penguasa berlomba-lomba menempatkan orang-orangnya demi tercapainya tujuan partai itu sendiri. Mereka hanya sibuk mengurus dirinya dan juga “amanat” dari partainya.

Hal inilah yang menjadi faktor pemicu tidak terjadinya akselerasi pembangunan di negeri ini. Pucuk-pucuk pimpinan hanya sibuk dengan urusan “meng-goal-kan” tujuan partainya. Rakyat hanya kebagian sisanya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun