tiap tetesnya menampi selaput ingatan
ia, sang penguasa bertaruh hari ini hujan
akan berlabuh
apa yang membuatnya jatuh
tak ada yang memaksa bulir-bulir air meruntuh
tak ada yang membuatnya tergesa
turun dari atap Swargaloka
riaknya membungkam jemari-jemari bermulut
mengganti ambisi yang menyalak seperti
serigala bertutur domba
sementara ia lapar mangsa
melolong dalam ringkih nafsu dan syahwat kuasa
arak-arakan air dari mata-mata proletar
berlapang dada
menjereng nadi-nadi altruis
demi berkibarnya panji-panji ekspektasi
demi berdirinya realita abstraksi
demi piring berisi nasi
air hujan telah berhenti
mungkinkah semua titik-titik akan berhenti menitik?