Abang, aku mengirimkan surat ini bersama dengan resah yang ada dalam batin. Rasa sesak begitu menggelora, meremukkan semua tulang yang menyangga tubuhku.
Abang yang sekian ribu hari pernah melindungiku, aku tahu, di kota yang rusak ini aku harus bertahan sendiri. Adikmu ini berpikir, sekiranya aku mampu menengarai setiap lini badai yang hampir tiada tuntas.
Setiap pagi menjelang, aku mencoba mengucap syukur. Sama seperti pesanmu yang kukutip lurus dalam batinku. Meskipun seakan rasa syukur ada di bawah himpitan fakta. Dimana berita datang membawa keburaman yang muram.
Pada pagi hari berita berkunjung membawa sekeranjang perih dari seorang gadis SD 12 tahun yang selesai ditindih lelaki tua.