Film dokumenter ini seakan-akan menjadi titik terang bagi kasus kopi sianida ini meski pelaku telah ditetapkan dan hukuman masih dijalankan oleh Jessica Wongso. Film ini juga memberikan pandangan dari sudut lain mengenai bagaimana kejelasan kasus ini yang sebenarnya. Selain itu, film fokumenter yang berdurasi satu jam 26 menit ini merangkum beberapa sudut pandang seperti Jessica Wongso dengan pengacaranya, keluarga pihak korban, pakar dan ahli yang memberikan pandangan serta penjelasan secara objektif.
Meski kasus ini telah ditutup dan berada di masa lalu, film dokumenter ini kembali menggemparkan Indonesia dan bermunculan opini serta bukti-bukti baru yang merujuk pada pembenaran bahwa Jessica Wongso tidak melakukan pembunuhan kepada korban, tidak ada bukti kuat bahwa sianida dalam kopi tersebut ia gunakan untuk menghabisi nyawa Wayan Mirna. Lebih lanjut, terdapat bukti-bukti yang juga janggal dalam penuduhan kasus ini terhadap Jessica Wongso hingga mendapat vonis hukuman 20 tahun penjara. Barang bukti yang seharusnya dihadirkan dan menjadi penegasan jika penghabisan nyawa itu benar dilakukan, tidak dapat ditemukan.
Meski tanpa bukti asli yang kuat, pengadilan yang menangani kasus pembunuhan kopi sianida ini tetap menjatuhkan hukuman pada Jessica dan tidak menjadi suatu pengecualian apakah gelas kopi itu ada atau tidak untuk membuktikan kebenaran pada kasus pembunuhan ini. Tim pengadilan berpendapat dalam penentuan kasus ini selalu mengikuti pedoman bukti circumstantial.
Bahkan, barang bukti berupa gelas yang digunakan Wayan Mirna untuk meminum kopi berisi sianida itu juga telah ditukar. Barang bukti berupa kopi sianida itu dipindahkan ke dalam botol saat dihadirkan dalam persidangan. Pertukaran barang bukti ini sebetulnya sangat janggal, sebab wadah kopi saat itu tentunya memiliki jejak korban secara langsung yang bisa menunjukkan keterangan lain. Namun, nyatanya saat persidangan, salah satu barang bukti tersebut malah tidak dihadirkan dan hingga kini menjadi sebuah pertanyaan besar bagi pengamat kasus serta masyarakat luas.
Kasus kopi sianida ini nyatanya memiliki banyak bias dan perspektif. Di satu sisi, terdapat wawancara yang baru-baru ini dilakukan oleh Karni Ilyas bersama ayah korban, Edi Darmawan Salihin. Ayah korban sempat mengatakan bahwa botol kopi yang menjadi barang bukti dalam persidangan kasus pembunuhan kopi sianida yang dialami putrinya itu ada pada dirinya, dan tak lama ia berdalih bahwa botokl itu adalah botol parfum. Banyak yang mencurigai gerak gerik Edi Darmawan ketika tengah melakukan wawancara bersama Karni Ilyas. Kemudian, Edi Darmawayan berdalih hanya mengimajinasikan bahwa botol parfum itu cocok dengan sedotan yang diduga digunakan oleh Jessica Wongso untuk memasukkan racun sianida dalam kopi Mirna. Sebab perkataannya yang janggal, Karni Ilyas menanyakan apa hubungan dari botol parfum dan kasus pembunuhan kopi sianida itu.
Di sisi lain, pernyataan dokter ahli forensik Djaja Surya Atmadja dalam film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffe, and Jessica Wongso, yang sewaktu masa persidangan menangani mayat Wayan Mirna, juga memberikan perspektif lain. Dalam wawancara di film dokumenter, Dokter Djaja mengatakan ia tak menemukan tanda-tanda sianida dalam tubuh Mirna saat itu. Tak ada tanda-tanda berupa kulit kemerahan akibat racun sianida, tak ada bau khas sianida, dan pada sampel darah Mirnapun dak ditemukan jejak sianida. Pernyataan yang tertera dalam film dokumenter ini juga menyebabkan ledakan pada media sosial dan memberikan banyak sekali komentar.
Beberapa fakta, data, dan hasil wawancara yang sejauh ini muncul sebenarnya tidak bisa meringankan atau memperberat hukuman Jessica Wongso yang telah berjalan tujuh tahun. Dalam tahanannya, Jessica Wongso yang dijenguk oleh kuasa hukumnya saat persidangan, Sordame Purba, merasa heran atas adanya atensi yang besar karena munculnya film dokumenter mengenai kasus kopi sianida.
Berkaitan dengan film dokumenter besutan Netflix ini, beberapa pihak mengeluarkan reaksi yang beragam. Salah satunya Edi Darmawan sebagai ayah korban. Edi mengecam Netflix sebab menurutnya, Netflix telah menyebarkan perspektif yang salah mengenai perbuatan Jessica Wongso dan tidak menghargai Wayan Mirna sebagai korban. dalam tayangan Netlix ini juga menyajikan beberapa dokumen yang saat persidangan berlangsung memang belum sempat diketahui oleh khalayak luas. Salah satunya dengan adanya podcast dan pernyataan dari seorang wartawan bernama Fristian Greic. Fristian adalah seorang jurnalis dan host televisi yang kala itu sempat berinteraksi langsung dengan Jessica saat persidangan. Ia mengaku menerima secarik kertas yang ditulis oleh Jessica dan berisi sebuah pujian bahwa Jessica menyukai pakaian yang Greic kenakan saat hadir dan mengikuti persidangan. Greic sendir adalah seorang jurnalis yang rutin mengikuti perkembangan kasus kopi sianida dankerap hadir dalam persidangan.
Dalam kertas itu, Jessica menulis bahwa ia menyukai pakaian yang Greic kenakan. Greic menyatakan bahwa Jessica secara diam-diam memperhatikan bahwa ia selalu hadir dalam persidangan dan Greic memiliki kesempatan untuk mewawancarai pihak tersangka secara eksklusif. Dalam hasil interaksi dan wawancaranya, Greic mengatakan bahwa Jessica tidaklah tipe orang yang kala itu banyak disebut-sebut sebagai psikopat berdarah dingin. Sebaliknya, Jessica adalah orang yang terbukan dan banyak berbicara.
Dengan banyaknya perspektif saat ini, netizen menyuarakan keadilan bagi Jessica dan meminta kasus ini untuk kembali diusut. Meski kini hukuman sudah tetap berjalan, bukan sebuah kemustahilan jika terdapat manipulasi atau fakta yang ditutup dapat terungkap kembali.