“Sudah dipulangkannya ke kampung, Yang Mulia! Tangan dan kakinya ini juga menjadi saksinya ketika dengan kasar Raja Panduta ini menyeret-nyeret tubuh Zubaidah yang sedang hamil, memasukkanya ke dalam mobil bernomor pemerintah, membawa pergi untuk dipulangkan ke kampung halamannya!”
“Hmn….. Jadi karena Zubaidah hamil olehnya??“ Ketua Majelis Mahkamah hanya bisa bergumam panjang. Belum selesai gumam itu, berbagai anggota tubuh Raja Panduta kembali bergetar, ingin melanjutkan kesaksiannya.
“Benar Yang Mulia!! Durjana ini telah menghamili Zubaidah! Dan untuk menutup malu dan menjaga martabatnya, ia kemudian membuang Zubaidah!!”
“Lalu?? Apa lagi kesaksian Saudara Terdakwa?!”
“Mata dan tangan ini juga menjadi saksi bagaimana uang bantuan dari pusat itu ia sembunyikan di rekeneng pribadinya. Ya, rekening pribadinya, Yang Mulia! Sebagian dimasukannya ke rekening istrinya. Tidak hanya itu, tangan ini pulalah yang mengetik untuk menambahkan ngka-angka manipulasi dalam laporan realisasi, begitu meyakinkan sampai-sampai pemerintah pusat mempercayai”
“Bagaimana Saudara Terdakwa bisa melakukannya secara rapi..?” Usut Ketua Majelis Mahkamah..
“Otak ini saksinya, Yang Mulia!! Ia bahkan sudah merencanakannya jauh sebelum terpilih menjadi penguasa. Pada saat berkampanye, orang ini menebar janji-janji kepada raktyat, mulut ini juga ikut menjadi saksi sejarah bagaimana ia membohongi rakyatnya, Yang Mulia!”
“Apalagi yang telah dilakukan oleh Raja Panduta? Apakah ada kebohongan lain yang dilakukan kepada rakyatnya?”
“Banyak sekali yang mulia! Semua anggota tubuhnya ini sebagai saksinya! Bagaimana dengan lihai otak ini memerintahkan untuk bergerak, melakukan berbagai muslihat, menilep dana-dana pembangunan yang seharusnya digunakan untuk mensejahetrakan rakyat. Tangan ini senantiasa diperintahkan untuk menulis angka-angka pengurang, atau memindahkannya kedalam pembukuan lain. Tangan ini pulalah yang menerima berbagai komisi dari proyek-proyek pembangunan dengan tender yang curang, setoran untuk membeli jabatan, bahkan hasil pat-pat gulipat dana bantuan kesehatan untuk masyarakat tidak mampu.”
“Lalu? Bagaimana dengan perjalanan Saudara Terdakwa ke tanah suci? Apa kesaksian kalian?” Ketua Majelis Mahkamah masih antusias dan tampak semakin penasaran.
“Perjalanan ke tanah suci? Kaki ini saksinya, Yang Mulia! Kaki ini memang telah membawanya ke tempat itu, bahkan serombongan dengan kaki-kaki para pendukungnya!”
“Ya, lalu? Apa yang Saudara Terdakwa lakukan disana??”
“Raja Panduta ini hanya melakukan sedikit ibadah Yang Mula, lebih tepatnya berpura-pura melakukan ibadah! Hati ini sebagai saksinya, ia tidak benar-benar melafazkan kalimat suci di hatinya ketika tafakur, atau lebih tepatnya pura-pura bertafakur!”
“Apa yang dilafazkannya??”
“Tidak ada Yang Mulia!!”
“Lalu?!”
“Hatinya kosong!? Yang ada hanyalah bayangan kenikmatan di benaknya tentang bagaimana malam-malam itu ia memeluk, mencumbui dan menyetubuhi Zubaidah! Tidak sekali, tetapi berkali-kali!”
“Ya, ya! Itu sudah kalian berikan kesaksiannya tadi, tolong jangan diulang lagi! Selain berpura-pura tafakur dan berdoa, apalagi yang Saudara Terdakwa lakukan disana??”
“Mereka berhari-hari rapat, bersubahat mengatur siasat pemenangan dan pembagian proyek, merancang strategi untuk memberangus lawan-lawan politiknya untuk melanggengkan kekuasaan!”
“Baiklah! Cukup! Cukup! Dengan demikian sudah jelaslah kini, bahwa apa-apa yang dibantah oleh Saudara Terdakwa tadi tidak lain hanyalah kebohongan belaka! Dengan demikian, sidang kali ini kami skors sementara waktu, menunggu mahkamah yang lebih tinggi untuk menentukan hukuman apa yang tepat dan adil bagi seorang pembohong seperti ini ?!”
“Tunggu Yang Mulia!!” Tiba-tiba, tangan Raja Panduta melambai-lambai kepada Ketua Majelis Mahkamah, seakan ingin mengatakan sesuatu!
BERSAMBUNG...