Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Dalam proses penyusunan Laporan Keuangan, rekonsiliasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Melakukan rekonsiliasi berarti mencoba untuk membenarkan pencatatan semua transaksi keuangan yang ada di perusahaan dengan pencatatan Bank atas transaksi keuangan perusahaan. Pada prinsipnya, pencatatan Bank adalah selalu benar.
Berjalannya proses rekonsiliasi, menghasilkan outstanding items yang selanjutnya harus disesuaikan dengan jalan membuatkan penyesuaian (adjustment) atas kesalahan pencatatan tersebut.
Dalam akuntansi terapan di Indonesia kita mengenal yang namanya SAK (Standar Akuntansi Keuangan), di Amerika lebih dikenal dengan nama GAAP (General Accepted Accounting Principal). Standar inilah yang menjadi tolak ukur atau panduan proses pencatatan akuntansi di sebuah perusahaan. Standar ini pula yang menjadi “kitab” pembenaran atas penyajian sebuah Laporan Keuangan. Yang jelas, seimbangnya posisi debit dan credit menjadi hasil akhir sebuah Neraca Laporan Keuangan perusahaan.
Ini pula yang sering saya lakukan dan menjadi pekerjaan bulanan saya. Rekonsiliasi bank, dimana saya harus mencocokkan antara pencatatan di General Ledger kami dengan Pencatatan yang ada direkening Koran perusahaan saya. Hingga kemudian terbersit di pikiran saya, bahwasanya dalam hubungan kita kepada Allah SWT ternyata kita pun melakukan rekonsiliasi.
Our General Ledger (Buku Besar Pribadi kita)
Dalam kehidupan sehari-hari, tiap perbuatan, perkataan, bahkan tarikan nafas pun menjadi bagian dari ibadah kita kepada Allah SWT. Tiap-tiap apa yang kita lakukan, pikirkan dan niatkan telah dicatat oleh Allah SWT oleh dua “akuntan” handalnya yaitu Rakib dan Atib. Sekarang bagaimana kita? Siapa akuntan kita? Yang pasti itu adalah diri kita sendiri.
Sungguh Maha Adil Allah SWT, Maha Sempurna Ilmu-Nya dan Maha Mengetahui Dia akan setiap hal yang terjadi di dunia ini. Bahkan segala yang melata di dunia inipun tak luput dari Perhatian-Nya. Sebagai manusia, kita tentu sadar, betapa tatapan Allah SWT melekat pada kita. Bukankah Dia berada lebih dekat dari urat nadi kita sendiri. Dan bukankah, malaikat-Nya senantiasa berada di sisi kiri dan kanan kita. Sehingga bagaimana kita mungkin akan melakukan pemungkaran atas catatan Allah SWT terhadap kita.
Tiap orang memiliki catatan tersendiri dalam “General Ledger” Allah SWT. Dan tak ada yang luput dari pencatatan Dia. Bahkan niat kita pun telah dicatat oleh-Nya. Dan Allah SWT Maha Adil. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Mulk ayat 1-3.
1. Maha Suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,
2. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
3. Yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
Itulah kekuasaan Allah SWT. Dan dia Maha Penentu atas segala sesuatu. Sekarang tinggal keyakinan kita semua, keimanan kita yang menjadi landasan atas ke-Esaan Allah SWT bahwa Dialah Yang Maha Adil dalam segala hal dan tidak ada yang luput, lepas dari Mata-Nya dan kemudian tidak dicatat dalam “Ledger” kita masing-masing.
Rekonsiliasi sebagai pencocokan pencatatan dua “Buku Besar”.
Kita sebagai manusia senantiasa dituntut untuk melakukan evaluasi atas diri kita, amalan-amalan kita, dosa-dosa yang pernah kita lakukan serta sejauh mana ibadah kita. Allah Menyuruh kita untuk melakukan evaluasi tersebut dan hasilnya menjadi penilaian pada diri kita sendiri. Kita pun telah membuat “General Ledger” sendiri sehingga kita sangat mengetahui bagaimana kualitas ibadah kita, sejauh mana kemurnian niat kita, dan sudah sekeras apa kita berusaha untuk terus beribadah dan beramal soleh guna mendapatkan Syurga kelak.
Tapi kita pun sadar, kita adalah manusia biasa. Bukan malaikat yang ditakdirkan Allah untuk selalu benar, ditakdirkan untuk senantiasa beribadah kepada-Nya, siang dan malam, tanpa pernah berpikir untuk membantah. Tetapi kita adalah manusia, makhluk yang berpikir dan berkehendak, namun terkadang lupa akan kewajibannya sebagai manusia untuk menjadi Khalifatan fin Ardhi dan hanya senantiasa beribadah kepada Allah SWT. Dalam Al-qur’an surah Adz-Dzariyat ayat 56, disebutkan tugas Jin dan Manusia :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Tetapi kita sering lupa akan hal tersebut. Sering lalai dan terlena atas kesenangan dunia semata. Hal itu yang kemudian menjadi catatan negatif dalam pencatatan di General Ledger kita. Hasilnya…? Yup, kita pasti sadar bahwa sesuatu yang kita kerjakan, namun tidak di Ridhoi Allah SWT, adalah dosa buat kita.
Bukankah kita ingin menghadap kepada Allah SWT dalam keadaan “untung”. Dan perdagangan yang menguntungkan kita adalah perdagangan kita kepada Allah SWT, yakni dengan “menjual” diri kita kepada Allah SWT dengan penuh keikhlasan dan keimanan, dan keuntungan itu tercatat rapi dalam “General Ledger” kita.
Untuk itulah, melalui evaluasi terhadap diri kita, berarti kita telah merekonsiliasi pencatatan pribadi di dalam General Ledger kita. Sehingga kita tahu kualitas diri kita sendiri. Yang jelas, seperti prinsip umum proses rekonsiliasi, bahwa Catatan Allah SWT adalah selalu benar, tanpa cacat sedikitpun. Proses merekonsiliasi inilah nantinya yang menghasilkan outstanding items, berupa kesalahan, dosa besar maupun kecil, kekhilafan, yang menbutuhkan yang namanya penyesuaian (adjustment).
Adjustment (penyesuaian pencatatan buku kehidupan anak manusia)
Adjustment dalam bahasa akuntansi adalah penyesuaian atas kesalahan pencatatan laporan keuangan. Kesalahan pencatatan itu bisa karena human error, system error, ataupun peraturan yang berubah. Proses penyesuaian ini, atau mungkin tepatnya adalah pembetulan, pada akhirnya bertujuan untuk menampilan laporan keuangan yang lebih reliable dan bisa dipercaya.human error tak mungkin hilang dari namanya manusia. Untuk meminimalkan itu, maka ada dua standar yang disiapkan Allah SWT sebagai general accepted principal untuk berhubungan dengan Allah SWT berserta makhluknya. Yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.
Terus kaitan penyesuaian terhadap hubungan kita kepada Allah SWT seperti apa? Dan mengapa harus ada istilah adjustment dalam Hablumminallah kita. Bagi kita manusia, berhadapan dengan Allah dalam keadaan penuh amalan di hari penghisapan nanti akan lebih baik. Terus seperti apa wujud adjustment itu ?
Contoh kecil, Ubadah bin Ash-Shamit r.a. menuturkan :
‘barang siapa yang bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang hak selain Allah SWT, tiada sekutu bagi-Nya dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan bahwasanya Isa adalah hamba Allah SWT, Rasul-Nya dan Kalimat-Nya, dan (bersyahadat) bahwa syurga adalah benar adanya dan neraka pun benar adanya, maka Allah pasti akan memasukkannya ke dalam Syurga seberapa pun amal yang telah diperbuatnya” (HR. Bukhari Muslim, disadur dari buku Penjabaran Kitab Tauhid, Syaikh Muhammad bi Abdul Wahab).
Contoh ini mampu menyakinkan kita, bahwa manusia manapun mampu meraih syurga. Sekecil apapun amalnya. Ini berarti kita disuruh untuk melihat kembali pembukukan kita dalam general ledger kita. Sebesar apakah amalan kita. Jika ternyata sedikit, pasti bukan jaminan masuk syurga. Tapi kita masih tetap ingin menjadi penghuni syurga, maka melakukan adjustment atas amalan kita menjadi alternatif terakhir, yakni dengan bersyahadat di akhir khayat kita. Bukankah Allah SWT menjamin tiap manusia yang diakhir khayatnya mampu melafaskan La Ilaha Illallah Muhammadarrasulullah, maka dia dijamin masuk syurga. Dan inilah sebaik-baiknya adjustment atas general ledger amalan kita.
Melakukan rekonsiliasi berarti melakukan evaluasi atas amalan-amalan kita. Menjadi bentuk penghambaan kita kepada Allah SWT sebagai khalifatan fil ardhi. Pemimpin di muka bumi ini yang nantinya akan dihisab. Wallahualambisawab.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.