Matahari sudah agak condong ke barat, saat kami -aku, Dadang Reborn, Misbahus Surur, dan Nurani Soyomukti- melewati area ini. Belum terlalu sore tapi tengah hari sudah terlewati. Pada kemiringan ini cahaya selalu memberi efek dramatis pada setiap objek yang disentuhnya. Begitupun pada peristiwa sore itu. Pada sebuah tikungan kami ‘dipaksa’ berhenti oleh suguhan pemandangan ini: Semilir angin bergerak dari timur. Lirih menghampiri jajaran akasia yang perkasa oleh usia. Lalu meluruhkan daun-daun keringnya. Cahaya memberikan warna yang berbeda pada tiap helainya, saga. Dan daun-daun saga itu pun seolah telah memilih jalannya. Masing-masing; tanpa berbenturan. Pelan bergerak, meluncur, berputar, meliuk, menari. Hingga gravitasi menarik mereka, lembut mencium bumi.
pada jalan ini kulihat dedaunan menari
mesin tua dalam balutan cat masa kini. aneh.
menyantap nasi gegog
KEMBALI KE ARTIKEL