Ketika fajar meringkai, bukanlah kesamarataan yang tercekik bola mata, tapi kekakuan untuk membatinkan satu rupa yang dianggap spesifik oleh masa depan. Entah masa itu sungguh-sungguh mengedepankan? Ataukah pengedepanan hanya semasa itu?
Kita yang salah menukilkan mangsi hidup yang sebenarnya. Jika bukan dengan sejarahnya, maka yang tertumpah hanyalah sketsa nama pada sebuah plakat petang yang tak optimum.
Kini, rindu bagi kita adalah guna-guna hati yang untung-untungan. Komposisinya berendeng di antara detak dan suara probabilitas. Ketika risalah itu menggerutu, tak ada yang bisa mengklarifikasi selain kata "Tunggu" yang akan mendeteksinya.
Sukabumi, 24 Februari 2020