Lirih alunan merdu lafaz alquran samar samar terdengar terbawa desiran angin,sekali kali alunan itu berhenti kemudian berlanjut nafasnya seperti tercipta hanya untuk mendendangkan kalimat kalimat merdu milik sang Khalik.
Sejak enam bulan yang lalu,tepatnya sejak kepergian sang suami menghadap pencipta,sajadah mungil dari mahar suaminya yang telah nampak sudah kusam .warnanya pudar, putih tak terlihat lagi renta waktu tiga puluh lima tahun menemani sang pemilik berkomunikasi dengan sang Khalik ,tak satupun kesempatan yang ditinggalkan untuk memuji dan bersyukur atas karuniNya.Tapi kali ini wajahnya sendu ,alunan merdu kalimat Nya diselingi ringkihan tangis menyayat hati,tapi wanita itu tetap melanjutkan mengalunkan kalimat kalimat suci sang pemilik hidup.
Siti,terhanyut dalam alunan merdu berirama menyayat hati,air wudhu telah menyiram wajah ayu bermata indah,jilbab putih menambahkan kesempurnaan seorang wanita.
"assalamu alaikum Bu?" kucium punggung tangannya
Wajah itu tersenyum,guratan wajahnya seperti menandakan kegetiran hidupnya,walaupun ibu sudah tampak tua garis ayu diwajahnya masih tampak terlihat jelas,banyak orang desa bilang aku mewarisi wajah ayu dari ibuku.
Bibirnya lirih membalas salamku,
"Ayo berjamaah" Ibu sudah bangkit dihadapanku,diletakan kitab yang berisi kalimat kalimat Nya itu diatas lemari kusam yang terbuat dari bambu,ya Ibu menghargai dan menempatakan kitab itu tinggi diatas segala galanya.Siti bangkit menjadi makmun,hanya berdua menghadap sang Khalik.
"Abah mau menikah lagi bu?" tanyaku kaget saat tau ayahnya akan menikah lagi
Ibu tersenyum getir membalas pertanyaanku
"ibu mengijinkan?" tanyaku lagi
Ibu merangkul pundakku " kalau semua itu sudah kehendak Nya ,kenapa ibu tidak ikhlas,nak"
"berarti ibu siap hidup dimadu ?ibu siap dipoligami?"
Lagi lagi ibu tersenyum getir."hidup,mati,jodoh itu sudah ada yang mengatur nak"
Siti menatap ibunya pilu
sang ibupun menatapnya sedih
Sang ibupun tampak berdiam diri,bibirnya masih bergerak tak berhenti melafazkan nama nama suci sang Rob,wajah sang ibu tampak lebih tua dari usianya.Keikhlasan yang dibalut kekhawatiran tampak jelas diwajahnya.Sang ibu juga manusia biasa,yang memiliki rasa cemburu harus berbagi suami dengan orang lain.
Haji abdullah , ayahnya siti,salah satu orang yang dihormati diperkampungan ini,umurnya lebih dari setengah abad, rambutnya mulai memutih tapi wajahnya masih tampak segar,
kopiah hitam,sarung dan baju koko putih ciri khas dari Haji Abdullah
Tasbih asli dari tanah sucipun tidak pernah libur menemani kemanapun haji abdullah pergi
memberikan ceramah ceramah agama dari satu kampung ke kampung yang lain
memberikan petuah petuah bijaksana dari masjid yang satu ke masjid yang lain
Hari ini rencanaya Abah akan memperkenalkan wanita yang rela diperistri oleh Abah yang sudah berkeluarga dan sudah beranak gadis
"siti,jangan masam begitu wajahmu ,Nak" Ibu merapikan jilbab biru yang aku kenakan hari ini
mataku menatap wajah ibu , "Ibu ikhlas?" pertanyaan yang sama aku ulang lagi entah sudah berapa kali
"Sudahlah nak ,ibu ikhlas surga balasannya nak untuk mengikhlaskan Abahmu menikahi wanita lain,daripada kalo dihalang halangi nanti bisa menimbulkan dosai"
"Bu...dimadu itu bukan perkara mudah,ini main hati Bu"
"apa yang tidak mudah jika itu semua karena kehendakNya.Nak" Ibu tersenyum berusaha meringankan kekhawatiranku pada pernikahan Abah.
Wanita itu berkulit putih,wajahnya ayu,kerudung merah muda tidak penuh menutupi rambut hitam panjangnya perkiraan usianya mungkin hanya terpaut tiga atau empat tahun diatas usiaku.Umi kasianto anak salah satu penduduk desa sebelah yang menjadi jamaah setia Abah.Umi kembang desa kampungnya,walau orantuanya selalu aktif dipengajian yang dipimpin Abah ,dengar dari cerita Abah umi nakalnya luar biasa dan hanya Abah yang bisa menangani kenakalan Umi.intinya hanya pada Abah Umi mau patuh,oleh karenanya pak kasianto memasrahkan Umi pada Abah.
"Assalamu alaikum,Teteh" dihampirinya dan diciumnya punggung tangan ibu
Ibu tersenyum membalas salam dari madunya,keikhlasan yang benar benar luar biasa dari seorang wanita yang melahirkanku ini.
"Ini Siti anak Abah" kupaksakan menghiasi wajahku dengan senyuman seperti apa yang ibu lakukan, saat Abah mengenalkan ku pada Teh Umi.
"Abah tahu kamu kecewa " kupandangi wajah Abah dihadapanku,wajah yang dulu kusanjung karena kesetiaannya pada Allah dan kesetianya pada Ibu.
"Kenapa Abah tega?kenapa harus berpoligami?apa yang kurang dari ibu ?" pertanyaan itu melucur begitu saja pada sosok yang dulu sangat aku hargai dan aku hormati
"Tidak ada yang kurang pada ibumu" Abah menunduk diam "Kekurangan itu pada Abah"
Semakin bingung aku mendengar jawaban Abah ,kalo tidak ada yang kurang pada Ibu kenapa Abah harus mencari wanita lain.
"tapi Abah janji akan bersikap seadil mungkin pada ibumu dan Teh Umi"
"Adil?" kutatap tajam wajah Abah ,tatapan yang tidak pernah terjadi pada Abah selama hampir delapan belas tahun aku menghirup oksigen dibumi ini.
Apakah Abah sudah lupa dengan petuah petuah yang sering di serukan dulu, adil itu sesuatu yang gampang diucapkan tapi sangat sulit dilakukan.
Setahun setengah sudah Abah menikah dengan Teh Umi.Tiga bulan pertama Abah dan teh Umi masih sering mengunjungi aku dan ibu.dulu aku sempat berpikir inilah mungkin yang dimaksud keharmonisan dalam berpoligami.Tapi akhir akhir ini Abah dan Teh Umi jarang sekali berkunjung,terakhir berkunjung Abah mengabarkan Teh Umi sedang hamil muda.
"Ibu sudah kedokter?" tanyaku setelah akhir akhir ini aku dapati ibu batuk dan tubuhnya semakin kurus ,wajahnya semakin kusam,kerutan kerutan tipis diwajahnya semakin jelas terlihat
"enggak kedokter,cuma beli obat kewarung bi mimin" jawab ibu singkat,sambil melipat mukena selesai salat subuh
"Ibu kenapa kok semakin kurus? mikirin apa?" tanyaku melihat ibu yang semakin habis badannya ,matanya cekung
"Ibu belum ikhlas ya Abah menikah lagi" aku menduga duga menebak penyebab kesehatan ibu yang menurun drastis setelah Abah menikah
"penyakit orang tua,ibumu ini sudah tua ,Nak" diusapnya rambutku,membela Abah
Bibirnya kembali bergerak berzikir .kusandarkan kepalaku dibahunya,menikmati alunan suci dan merdu dari kedua bibirnya hingga Aku tertidur pulas.
"Innalilahi wainnalilahi rojiun" Ibu menutup gagang telpon Rumah ,masuk kedalam kamar dan sekejap kemudian dengan mengenakan jilbab panjang warna putih dan tas tangan ibu bergegas menuju garasi
"Teteh Umi meninggal.Nak" ibu membuka pintu Mobil
"meninggal?" tanyaku kaget dengar berita duka ini
"biar aku yang bawa mobilnya ,Bu" aku menawarkan diri melihat kecemasan diwajah Ibu
Ibu mengangguk,kemudian naik kedalam mobil dan duduk disampingku,
"langsung keRumah sakit ya!"
matanya merah,bibirnya terus bergerak melafazkan nama Nya
aku masih terdiam.pikiranku melayang layang berpikir penyebab meninggalnya Teh Umi
"Teh Umi meninggal karena apa ,Bu" tanyaku membuyarkan keheningan selama diperjalan
"sakit ,kata Abah mu tadi"
"sakit?kok Abah enggak kasih kabar Teh umi sakit?
Ibu diam membisu,terlihat guratan kesedihan diwajahnya sebetulnya masih banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan tapi aku urungkan melihat ibu yang sedang dilanda kesedihan.
Abah tertunduk diam sekali kali tanganya menghapus air matanya,ya Tuhan Tubuhnya kurus ,kopiah hitam yang biasa menemaninya kini tidak terlihat lagi,
"Assalamu alaikum ,Abah " ibu mencium tangan Abah aku mengikuti dibelakang Ibu
Tiba tiba Abah menangis sejadi jadinya kata maaf berulang ulang kali keluar dari bibirnya,
Ibu merangkul bahunya,ketegaran dan kesetiaan yang selalu menemani Abah puluhan tahun walau akhirnya harus ternoda dengan kehadiran Teh Umi,tapi kesetiaan dan keikhlasan itu juga yang tetap dipertahankan oleh wanita mulia yang melahirkan aku kedunia ini.
"seorang wanita baru bisa dibilang sukses bila dia bisa berhasil mendidik anak-anaknya dan selalu patuh dan taat pada suaminya dalam keadaan apapun selagi itu masih dijalan Allah" begitu sekiranya pandangan Ibu terhadap kaum wanita.
"sabar ,Abah ...sabar" begitulah ibu mengulang kalimat penyemangat Abah
Siti terdiam bisu, tidak satu katapun yang keluar dari bibirnya ,entah siti bahagia dengan meninggalnya Teh Umi atau turut berduka,tapi siti tetaplah manusia yang tetap merasakan kesedihan walau yang meninggal adalah orang yang membagi dua Abahnya.
Keluarga Teh Umi tampak terlihat datang,walau tidak banyak hanya ayah,ibu,adik dan beberapa anggota keluarganya yang hadir di Rumah sakit itu. Setelah urusan dirumah sakit selesai keluarga sepakat mengebumikan Teh Umi hari ini juga selepas salat ashar.
Bagai petir disiang bolong,saat desas desus terdengar dari masyarakat desa,Teh Umi meninggal karena penyakit Aids!
Dadaku bergemuruh,bibirku bergetar , mataku panas,amarahku tidak terkendali,kupercepat langkahku dunia seperti berakhir hari ini juga.ibu...Ibu..itulah yang sekarang mengisi pikiranku.
Ternyata sebelum menikah dengan Abah,Teh Umi pergaulannya sangat luas banyak berteman dengan laki laki dari berbagai kalangan,itu didukung karena parasnya yang cantik.Hingga kebiasaan Teh Umi yang bergonta ganti pasanganpun menjadi topik hangat desas desus masyarakat didesa.
"Ibu...." kupeluk erat tubuh ibuku air mataku berhamburan ,tidak perduli berita penyebab kematian Teh Umi itu benar atau tidak
Ibu membalas pelukanku,kupandangii wajahnya matanya cekung berat badannya turun drastis beberapa bulan belakangan ini,dan ini salah satu gejalan penderita penyakit Aids. Kupererat pelukanku
"Ya Allah pemilik nyawa ini,semoga penyakit mematikan itu tidak hinggap di tubuh ibuku" begitu doaku berulang ulang kali
Kulihat kursi ruang tamu telah diduduki,laki laki setengah baya wajahnya kusam,badanya habis,matanya cekung rambutnya dibiarkan tidak terurus,berbeda dengan dua tahun yang lalu jauh berbeda,Tatapan matanya kosong,siapapun akan tahu tentang kedukaan yang luar biasa yang dipancarkan dari kedua bola matanya itu.Abah tersenyum getir menatap kehadiranku ,tubuhku lemas ,sempoyongan ,mataku berkunang kunang ,
Ibu memapahku berjalan kearah kursi ruang tamu,
"Abah.." tak kuasa aku melanjutkan kalimatku
"maafkan Abah ..maafkan Abah" begitu kalimat yang diulang beberapa kali oleh Abah
air mataku tak tertahan ,aku pandang wajah Ibu tatapannya kosong,tak telintas sedikitpun senyum diwajahnya, kecemasan ,kekhawatiran tampak jelas diwajah tuanya
"Teh Umi sakit apa?" kulanjutkan pertanyaan walau aku tidak akan sanggup menerima jawabannya
Abah tetap membisu,hanya jari jarinya yang dimainkan matanya sembab mungkin air matanya sudah habis atau mungkin matanya sudah lelah mengucurkan air mata
Abah bercerita ternyata dari hasil pemeriksaan dokter,Teh Umi mengindap penyakit Aids,karena sebelum menikah dengan Abah Teh umi terlibat pergaulan bebas.dan menurut cerita Abah lagi Teh Umi saat menikah dengan Abah tidak menyadari kalo penyakit Aids telah menggerogotinya.
" Sudahlah ,Nak" ibu menggenggam tanganku,
tatapan tajamku tetap tertuju pada Abah ,
"ini semua takdir dari Nya ,kita harus menerima enggak ada yang mau menderita Aids"
Lenyap,rasanya nyawaku seketika,ternyata gonjang ganjing mengenai kematian Teh Umi karena Aids benar bukan cuma gosip belaka.Lalu bagaimana nasib Ibu,aku hanya perduli bagaimana nasib ibuku.
Abah dan Ibu positif mengindap penyakit mematikan itu,Aids.bibi Rubi yang biasa membantu ibu pun mengundurkan diri dari pekerjaannya bukan karena dia ingin tapi katanya anak anaknya tidak mengijinkan ibunya bekerja karena takut tertular penyakit mematikan itu,alasan Bi Rubi bisa kami maklumi,bahkan sejak kabar Abah mengindap penyakit Aids tersebar beberapa orang menjaga jarak dengan keluargaku.Hanya aku yang telaten merawat mereka ,seminggu dua kali aku mengantar orangtuaku berobat dari pengobatan modern hingga tradisional .Walau akhirnya Abah harus menghembuskan napas dengan kalimat terakhir "Abah minta maaf""
Keikhlasan yang dimiliki ibu benar benar luar biasa tidak ada satu kata menyakitkan yang keluar dari bibirnya kepada Abah yang telah membuat Ibu mengindap penyakit mematikan ini
"kalau semua ini kehendak Allah kenapa kita harus takut,hidup ,mati ,rejeki dan jodoh itu semua ada yang mengatur ,ini semua milikNya ketika DIA mau mengambil dengan cara apapun tidak ada yang bisa kita lakukan selain ikhlas" begitu kata Ibu setiap aku terpuruk dengan takdir yang Allah berikan pada keluargaku
"Semuanya milikNya dan keikhlasan itulah milik kita sebagai mahluknya"
Hujan deras sudah hampir tiga hari mengguyur desaku,menyiram desaku,Setidaknya apa yang diramalkan oleh paranormal kaliber dari jakarta itu tepat,Hujan akan mengiringi pergantian tahun ini bahkan akan ada beberapa daerah terendam banjir.
Seperti selepas subuh pagi ini aku belajar arti keikhlasan yang dimiliki Ibu, tetap ikhlas disaat apa yang kita impikan jauh dari kenyataan . karena yang kita miliki hanya ikhlas ,dengan takdir yang sudah hak paten milik Tuhan pencipta alam semesta.Ikhlas menerima kenyataan bahwa Ibu mengindap penyakit mematikan itu,Berusaha tidak menyalahkan Abah,Teh Umi atau takdir.
"Ibu terimakasih untuk semua kesabaran dan keihklasan Bu selama ini" kecium tanganya selepas salam akhir disubuh ini
Ibu tersenyum "sudah kamu doakan Abahmu dan Teh Umi,Nak?" pertanyaan ini yang selalu diingatkan ibu selepas salat berjamaah
Biasanya aku tidak semangat menjawab pertanyaan Ibu,tapi kali ini aku mengangguk tersenyum
"aku mohon diampuni dosa Abah dan Teh Umi dan aku mohon Ibu diberi umur panjang"
ternyata Ikhlas itu obat yang mujarab,dengan ikhlas rasa sakit hati kepada Abah dan Teh Umi berangsur angsur sirna,
"Nah gitu Nak,tahun baru bukan cuma baru tahunnya tapi semangat dan hatinya juga harus jauh lebih baik"
"Bismillahirohman nirohim" kumulai pagi ini kusambut pergantian tahun ini dengan belajar lebih ikhlas .Tahun kemarin,tahun ini dan tahun selanjutnya hanya milikNya.