Ayah telah pergi dengan meninggalkan duka yang sangat mendalam buat aku,ibuku dan keempat adikku.
Ditambah lagi dengan kondisi ekonomi keluargaku yang sangat memprihatinkan.
Malam setelah kepergian ayah seolah membawaku menerawang jauh ke arah yang seharusnya tak mampu dan tak boleh aku aku pikirkan.
Ya,Tuhan begitu kejam pada aku dan keluargaku.
Semakin jauh aku menerawang,semakin jelas diingatanku bahwa Tuhan tak sayang pada aku dan keluargaku.
Dengan pikiran yang amat sangat kusut,dibarengi kesedihan yang amat mendalam memicu adrenalinku untuk berucap lirih dari mulutku,"Tuhan,aku tak percaya lagi pada Mu".
Dalam diam,aku berpikir dan tak berhenti berpikir.
Kala itu,kerabat dekat dan tetanggaku silih berganti menghibur dan menenangkan aku.
Dalam hatiku pun aku hanya mampu berkata,"Kalian hanya mampu bilang sabar...sabar...dan sabar".
"Tapi kalian tidak akan pernah mengerti posisiku,ibuku dan nasib keempat adikku".
Semua pikiran kotor keluar dari otakku dan meracuni setiap ruang di otakku.
Dan saat itu aku tak mampu berpikir jernih dan membiarkan saja semua pikiran-pikiran kotor itu meresap masuk ke tiap-tiap lapisan di otakku.
Malam semakin larut dan semakin memudahkan otakku meresapi pikiran buruk tentang arti kehidupan ini.
Ditemani sepi dan bisikan hewan-hewan malam yang menurutku tertawa kencang dan memertawakan keadaanku dan keluargaku.
Semakin terhanyut aku dalam sebuah pemikiran yang negatif yang seharusnya tak boleh aku lakoni.
Hingga pada waktu yang begitu singkat menurutku,begitu cepat perasaanku yang membawaku pada sebuah kata-kata yang timbul dari otakku yang seakan-akan menutup semua kesedihan dan kekacauanku saat itu.
"SETIAP DETIK ADALAH NADI,SETIAP MENIT ADALAH OTAK,DAN SETIAP JAM ADALAH LANGKAH KAKI"
Ntah apa yang membuat kata-kata itu tiba-tiba muncul di otakku,dan membuat parubahan yang sangat besar pada diriku.
Saat itu,sedikitpun tak terasa olehku kesedihan akan kehilangan sosok ayah sebagai tulang punggung keluarga.
Tak secuilpun terbersit ketakutan akan nasib ibu dan keempat adikku.
Yang ada hanyalah,
"SETIAP DETIK ADALAH NADI,SETIAP MENIT ADALAH OTAK,DAN SETIAP JAM ADALAH LANGKAH KAKI"
Telah cukup aku dan keluargaku bersabar,
telah cukup aku dan keluargaku percaya akan kata-kata,
"TUHAN AKAN SELALU ADA BERSAMA ORANG-ORANG YANG BERSABAR"
"TUHAN TIDAK AKAN MEMBERIKAN COBAAN DILUAR BATAS KEMAMPUAN HAMBA-NYA"
Dan kata-kata,
"TUHAN PUNYA MAKSUD DAN TUJUAN TERTENTU DI BALIK SEBUAH BENCANA".
Semua kata-kata itu terbantahkan malam itu.
Yang ada hanyalah kata-kata,
"SETIAP DETIK ADALAH NADI,SETIAP MENIT ADALAH OTAK,DAN SETIAP JAM ADALAH LANGKAH KAKI"
Sebuah kata-kata yang memiliki pilosofi makna yang berasal dari argumen dan pemikiranku semata.
Sebuah kata yang berarti,
"SETIAP DETIK ADALAH NADI = Selama nafas masih berhembus"
"SETIAP MENIT ADALAH OTAK = Selama masih dapat berpikir""SETIAP JAM ADALAH LANGKAH KAKI = Selama itu juga masih mampu berbuat"
Dan yang paling penting dan perlu di garis bawahi yaitu tidak terdapat di dalamnya doa.
Dan itu artinya,selama nafas masih berhembus,dan mampu berpikir baik itu positif ataupun negatif,selama itu juga masih bisa menggapai sesuatu apapun dan dengan cara apapun tanpa dibarengi dengan doa.
Itulah kata-kata picik yang sebenarnya hanya akan membawaku ke kehidupan baruku sebagai seorang yang tak punya pemikiran akan Tuhan ku.
Sejenak kemudian,ibuku memanggilku dan memintaku untuk masuk ke rumah karena hari benar-benar sudah larut malam.
Namun kali ini aku hanya mengabaikan kata-kata yang menurutku tidak penting di malam itu.
Dan akupun melanjutkan pemikiran-pemikiranku dan mulai memikirkan aturan-aturan yang aku perbuat dariku,olehku dan di peruntukkan kepada semua orang.
Kali ini aku ingin semua orang di dunia ini mengenalku,segan kepadaku dan mendapatkan apapun yang ku inginkan walau dengan cara apapun.
Tersentak aku dari segala lamunanku,impianku dan kehidupan baruku dengan adanya gangguan dari sesosok suara di sekelilingku.
Saat itu aku mendengar suara kucing yang berkelahi satu dengan yang lainnya.
Saat itu kata-kata yang aku buat tadi pun mempengaruhi aku untuk berpikir segala peraturan yang hanya menguntungkan aku,tidak untuk orang lain,dan tidak terkecuali juga untuk keluargaku.
Sepontan darahku pun seolah mendidih akibat dipacu oleh suara itu.
Saat itu aku melihat balok berukuran paha manusia normal di sampingku.
Langsung dan tak menunggu lama aku mengambil balok itu dan mengimbaskannya seolah-olah itu pedang yang sangat tajam pada kucing yang terdekat dariku.
Kemudian kucing itupun terkapar.
Tak puas dengan perbuatan itu,aku menghujam kucing itu dengan segenap kekuatanku berkali-kali hingga kucing itu lemas tak berdaya dan kemudian mati.
Setelah kejadian itu,aku merasa puas dan tak terbersit di pikiranku kesalahan dan dosa yang aku perbuat.
Seakan aku sangat senang dengan hal itu dan kemudian tertawa dengan sekencang-kencangnya dan meninggalkan begitu saja bangkai itu.
Akupun masuk ke rumah dengan perasaan yang bercampur namun lebih dikuasai kesenangan saat itu.
Dan sambil berjalan,aku selalu ingat kata-kataku yang seakan-akan memicu aku untuk terus berpikir dan bertindak tanpa aturan yang orang lain buat.
Yang ada hanya aturanku.
.......................................