Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

nishab klasik vs kontemporer

10 April 2013   11:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:26 1042 0

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semakin pesatnya perkembangan keilmuan yang diiringi dengan perkembangan teknologi dan ekonomi dengan ragam dan coraknya, maka perkembangan kehidupan saat ini tidak dapat disamakan dengan kehidupan zaman sebelum masehi atau di zaman Rasulullah saw dan generasi setelahnya. Tetapi subtansi kehidupaan tentunya tidak akan terlalu jauh berbeda. Kegiatan ekonomi misalnya, diera manapun jelas akan selalu ada, yang berbeda adalah bentuk dan corak kegiatannya, karena subtansinya dari kegiatan tersebut adalah bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dr Yusuf Qordhowi yang sampai saat ini karyanya mengenai fiqh zakat belum ada yang bisa menandinginya, menyatakan bahwa mensikapi perkembangan perekonomian yang begitu pesatnya, diharapkan adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pengelola zakat khususnya lembaga-lembaganya, yaitu berpedoman pada kaidah perluasan cakupan terhadap harta yang wajib dizakati, sekalipun tidak ada nash yang pasti dari syariah, tetapi berpedoman pada dalil yang umum.

Dari dasar pemikiran sebagaimana di ataslah makalah ini dicoba disusun untuk memaparkanzakat khususnya dalam hal haul dan nishobnya, hal tersebut dikarenakan banyaknya pengqiyasan-pengqiyasan zakat sehingga bermunculan berbagai bentuk zakat kontemporer, misalnya zakat profesi dan lain-lain.

Pokok masalah

1.Apa makna haul dan nishob?

2.      Bagaimana bentuk haul dan nishob dalam fiqih klasik?

3.      Bagaimana kontekstualisasi haul dan nishob dalam fiqh kontemporer?

PEMBAHASAN

A.Landasan Normatif

Terdapat enam syarat yang ditetapkan di dalam zakat, yaitu: Islam, merdeka, milik sempurna , nishob, haul dan assaum.[1]

Secara bahasa haul merupakan bentuk mufrad dari kata hu’uulun dan ahwalun yang mempunyai makna yang sama dengan assanah yang berarti tahun. Secara ishtilahi, kata haul yang bernada sama dengan pemaknaan haul di sini

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ

dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antaramu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat kepada istri-istrinya, (yaitu) diberi nafkah hingga tahun lamanya……………”[2]

dari ayat di atas, dapat disimpulkan  bahwa makna haul di dalam zakat adalah satu tahun,

Az-Zaila’i mengatakan suatu milik dikatakan genap setahun yakni gencat setahun dimiliki, karena harta tersebut selama itu berkembang. Maksudnya, yang wajib dikeluarkan adalah sebagian dari kelebihan, bukan dari modal karena Allah berfirman :

وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ

." Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." [3]

Dan hal ini juga sesuai dengan sabda nabi :

لاَ زَكَا تَ فِي مَا حَتَّي يَحُوْلَ عَلَيهِ اْلحَوْلُ

“ Tidak ada kewajiban zakat pada suatu harta sampai beredar atasnya masa satu tahun “. (HR. Abu Dawud)

Walaupun hadis ini tidak kuat, tetapi ia ditopang oleh berbagai atsar dari para sahabat, khalifah yang empat dan yang lainnya, serta disepakati para tabi’in. [4]

Nishab dalam arti bahasa adalah: tangkai nishabul mal: kadar yang harus dicapai untuk wajib zakat. Pengertian ini menjelaskan dengan jelas bahwa nishob adalahbatasan atau kadar suatu harta yang wajib dikeluarkan zakat. Nisab adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi, tanpa nisab harta tidak wajib dizakati.[5]

a.       Batasan haul dan nishob

Di dalam kitab-kitab hukum fiqh, harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya antara lain meliput: hewan piaraan, emas dan perak, perdagangan, pertambangan dan harta temuan, pertanian.

1)    Binatang ternak (unta, sapi, kerbau, kambing/domba)

Binatang ternak yang wajib dizakati adalah unta (al ibil), sapi dan kerbau, kambing atau domba.

a.Nisab unta 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta maka ia terkena kewajiban zakat. Selanjtnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah Berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb:[6]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun