Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Kesurupan

30 Oktober 2011   17:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:16 379 8

“Lepaskan aku!!!” teriak rastha kepada orang – orang yang memegangnya,

suaranya berubah menjadi suara seorang nenek tua yang menakutkan, sorot matanya tajam memandang kepada tetangganya yang memegangi tangan dan kakinya di atas tempat tidur.

“Panggil pak Joko!!!” suruh Pak Barjo kepada Toni, tetangga yang rumahnya tidak terlalu jauh dari rumahnya untuk menjemput pak Joko, seorang paranormal terkenal di kampungnya, agar segera datang ke rumah Pak Barjo untuk mengobati Rastha, anak angkat pak Barjo.

Sejak Rastha datang ke rumah pak Barjo, malam jumat pertama dia tinggal, Rastha mengalami perubahan perilaku yang menyimpang, perubahan sikapnya berubah dari seorang remaja yang berusia 15 tahun menjadi seorang wanita tua berusia 60 tahun yang senantiasa berceloteh dan bersikap layaknya nenek tua.

Pak Joko telah hadir di kediaman Pak Barjo, tak beberapa lama diapun mulai bekerja keras untuk mengeluarkan “sosok” yang ada dalam tubuh Rastha, bau kemenyan memenuhi kamar Rastha tidur, mantera – mantera mulai di rapalkan oleh Pak Joko, segelas air putih yang terhidang di depan Pak Joko segera di minumnya dan di semburnya ke arah Rastha, muka Rastha pun menjadi basah kuyup dengan air itu,

“Heh, tua Bangka, kamu kira saya ini apa? Pake menyembur air ke muka saya!!!” kata Rastha dengan penuh amarah.

Pak Joko terkejut karena rapalan manteranya tidak berhasil mengusir “arwah gentayangan” yang bersemayam dalam tubuh Rastha.

“Siapa kamu?” bentak Pak Joko.

“Dasar kurang ajar, tidak sopan kalau berbicara sama orang tua” balas Rastha dengan emosi.

“Mengapa kamu berdiam dalam tubuh ini?” Tanya Pak Joko lagi.

“Ini tubuh saya, sejak kapan saya numpang menginap di tubuh ini? Memangnya saya lagi jalan – jalan” Jawab Rastha lagi.

“Cepat keluar,,, atau,,,” ancam pak Joko.

“Atau apa? Siapa takut,,,” jawab Rastha menantang.

Sebilah keris keluar dari pinggang pak Joko, keris keramat pemberian gurunya di puncak Gunung Slamet, mantera – manterapun keluar dari mulutnya saat meletakkan Keris tersebut di dahinya.

“Eh, beraninya sama wanita pake senjata” ejek Rastha.

Terkejut pak Joko mendengarkan ejekan Rastha, semua ilmu yang dimilikinya tidak mampu untuk mengusir “arwah gentayangan” dalam tubuh Rastha, dengan kebingungan dia keluar dari kamar Rastha menuju kea rah Pak Barjo yang duduk ketakutan di ruangan tamu.

“Kalau kamu sudah belajar ilmu lebih hebat lagi, baru kesini lagi ya,,,?” tantang Rastha dari dalam kamar, seolah mengejek kepergian pak Joko,

“sepertinya “Arwah penasaran” yang tinggal dalam tubuh Rastha terlalu hebat bagi saya” kata Pak Joko kepada Pak Barjo saat mereka duduk di ruang tamu.

“benarkah pak Joko? Wah berita yang menakutkan sekali ini” jawab Pak Barjo dengan mimic terkejut.

“iya, semua ilmu saya tidak mempan sedikitpun terhadap dirinya, kapan Rastha mulai mengalami gejala ini?”

“baru minggu ini, pak Joko. Rastha baru sampai dari panti asuhan minggu lalu di rumah kami, memang saat kami bermaksud mengadopsi Rastha, pengasuh panti asuhan di kota pernah mengatakan bahwa setiap malam jumat, Rastha akan berperilaku aneh, kami tidak tahu maksud dari “perilaku aneh” tersebut, rupanya baru kami ketahui malam ini keanehan yang terjadi itu” jelas Pak Barjo.

“Baiklah, mungkin ada baiknya kita membawanya kepada guru saya yang sedang bertapa di puncak gunung Slamet, agar Rastha cepat sembuh” kata Pak Joko.

“Kapan baiknya, pak Joko?” Tanya pak Barjo.

“Lebih cepat, lebih baik” jawabnya.

“Baiklah, hari minggu nanti saya akan membawa Rastha ke kediaman guru pak Joko di puncak gunung Slamet”.

“Kalau begitu, ada baiknya saya permisi pulang dahulu, pak Barjo” kata Pak Joko.

“bagaimana dengan Rastha? Pak,”

“tidak apa – apa di lepaskan pegangannya, saya kira, roh tersebut tidak mengganggu orang – orang di sekitarnya” jelas Pak Joko.

---

Mentari bersinar cerah di kediaman pak Barjo, suara cericit burung Murai Batu peliharaan Pak Barjo ikut menemani suasana pagi yang adem hari ini, setelah kejadian tadi malam yang cukup heboh di kampong tempat pak Barjo tinggal.

Gilang, seorang mahasiswa Psikologi yang tinggal di desa yang sama dengan pak Barjo menetap, bermaksud ke rumah Pak Barjo setelah mendengar kisah kehebohan yang melanda kampong mereka. Peristiwa tadi malam membuat dirinya gelisah, terlebih dia dan Pak Barjolah yang sama – sama menjemput Rastha dari panti asuhan tempat Rastha tinggal sebelum di rumah Pak Barjo.

“Assalamualaikum” kata Gilang di depan pintu rumah Pak Barjo.

“Waalaikumsalam” jawab istri pak Barjo.

“Oh, nak Gilang, silahkan masuk nak,,,” katanya dengan ramah.

Gilang pun masuk ke dalam rumah pak Barjo, dia kemudian duduk di kursi tamu disana.

“Pak Barjo ada, bu?” Tanya Gilang.

“Ada, baru siap mandi, sebentar ibu panggilkan bapak”.

Nyonya Barjo pun pergi ke dalam rumahnya untuk memanggil suaminya, tak lama Pak Barjo pun keluar dari kamarnya dengan berpakaian lengkap.

“Eh ada Gilang, apa kabarnya,,,?” Tanya Pak Barjo ramah.

“Alhamdulillah, baik, pak” jawab Gilang sambil tersenyum

“Oh ya, pak Barjo, tadi malam saat pulang dari masjid, saya dengar bahwa Rastha kesurupan, ya pak? Saya tidak sempat ke sini tadi malam, karena kebetulan ada sedikit pekerjaan di rumah”

“iya, nak Gilang, tadi malam Rastha kerasukan arwah nenek – nenek, saya sudah berusaha mengobatinya dengan memanggil Pak Joko, namun rupanya “arwah gentayangan” di tubuh Rastha tidak dapat keluar” jelas pak Barjo.

“terus, gimana keadaan Rastha sekarang pak? Apakah sudah baikan?” Tanya Gilang lagi,

“Rastha sekarang lagi sekolah, dia sudah sembuh tadi subuh, dan tidak ingat tentang kejadian yang menimpanya tadi malam. Wah,,, saya terkejut juga, sih, nak Gilang, tadi malam setelah pegangannya dilepaskan, dia marah – marah kepada saya, mengatakan saya syiriklah, inilah, itulah, kelakuannya tadi malam benar – benar seperti seorang nenek – nenek yang sudah tua, padahal Rastha umurnya baru 15 tahun” jelas Pak Barjo panjang lebar.

“Sekarang, apa tindakan pak Barjo setelah kejadian ini?” Tanya Gilang.

“Mungkin saya akan membawanya ke tempat guru Pak Joko berdiam, tentu saja bersama Pak Joko, rencananya hari minggu ini”.

“mmm,,, mohon maaf sebelumnya, pak Barjo, mungkin sebelum pak Barjo membawanya jauh ke puncak gunung Slamet, bagaimana kalau kita membawanya saja dahulu ke tempat dosen saya mengajar di Semarang” kata Gilang.

“kenapa nak Gilang?”

“Karena menurut saya kasus yang terjadi pada Rastha bukan kesurupan, pak Barjo. Namun karena Rastah mengidap Multiple Personality Disorder (MPD)” jelas Gilang.

“Mulit,,, Multi apa tu, nak Gilang?” Tanya Pak Barjo denga rasa ingin tahu.

“Multi Personality Disorder, pak Barjo, orang yang dengan banyak kepribadian dalam satu tubuh”.

“mmm,,, nanti setelah di bawa ke dosenmu, apa roh yang tinggal dalam tubuh Rastha bisa keluar?” Tanya pak Barjo lagi.

“rohnya tidak keluar pak, namun mungkin kepribadian si nenek akan di satukan dengan kepribadian Rastha sekarang, agar dapat menjadi satu kepribadian saja, ini juga demi kesehatan mental Rastha sendiri.” Jelas Gilang.

“darimana nak Gilang mengetahui apa yang menimpa Rastha?”

“saya memperkirakannya dari cerita pengasuh Rastha di Panti Asuhan, mereka bercerita, Rastha sebelum masuk panti asuhan berasal dari keluarga yang broken home, orang tuanya berpisah dan Rastha ikut ibunya, sejak dibawa oleh ibunya, Rastha memperoleh perlakuan yang kejam dari ayah tirinya, dia sering di kurung dan di siksa, setelah itu, karena kasihan dengan keadaan Rastha, nenek Rastha dari pihak ibunya menitipkan Rastha kepada panti asuhan, saat di tinggalkan di sana, Rastha menangis melihat kepergian neneknya di pintu panti asuhan. Nenek Rastha adalah satu – satunya orang yang Rastha sayangi, namun neneknya tidak pernah menjenguknya lagi semenjak dia mengantarkan Rastha ke panti, mungkin itulah sebabnya, kepribadian nenek tercipta dalam alam bawah sadar Rastha, dan mengambil alih kepribadian utam Rastha saat malam jumat”. Jelas Gilang dengan panjang lebar.

Keheningan tercipta antara Pak Barjo dan Gilang setelah Gilang menceritakan kejadian masa lalu Rastha dan penyebab keanehan sikap Rastha.

“Aduh,,, kok pada diam – diam ini, ini Ibu bawakan pisang goring dan Teh hangat, ayo silahkan di minum” kata Nyonya Barjo dengan ramah.

Mereka pun menikmati sajian yang di bawakan oleh nyonya tuan rumah yang masih hangat dengan nikmat.

“Hmm,,, mungkin bapak akan membawa Rastha ke tempat dosen nak Gilang, bapak takut juga nanti semakin parah kalau bapak bawa dahulu ke tempat guru Pak Joko” kata pak Barjo memecah kesunyian.

“Baiklah, pak Barjo, nanti saya hubungi dahulu dosen saya sebelum kita ke tempatnya di kota Semarang” jawab Gilang dengan tersenyum.

***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun