Sebenarnya Direktorat Jenderal Pajak sangatmenyadari praktik penghindaran pajak dengan melakukan manipulasi Transfer Pricing (TP). Disebut menghindari pajak (tax avoidance), karena penghindaran tersebut masih dilakukan dalam koridor peraturan pajak yang berlaku. Praktik ini terutama dilakukan oleh perusahaan multinational. Tujuan utama dari manipulasi transfer pricing tentu saja adalah pergeseran penghasilan kena pajak.
Menurut hasil riset dari Her Majesty Revenue Center (HMRC), Inggris danInternal Revenues Service (IRS), USA, beberapa indikator dari manipulasi transfer pricing adalah sebagai berikut.
1.SPT Tahunan PPh Badan melaporkan rugi dalam beberapa tahun berturut-turut.
2.Peredaran usaha tinggi tapi laba yang diperoleh kecil
3.Transaksi hubungan istimewa atau transaksi antar afiliasi yang cukup besar
4.Tingkat kemampu-labaan buruk dibandingkan dengan perusahaan sejenis
5.Rugi yang tidak dapat dijelaskan
6.Memiliki perusahaan afiliasi di Negara Tax haven
Dari tahun pajak 2001 sampai dengan tahun pajak 2006, kerugian akumulatif Perusahaan multinasional mencapai lebih dari Rp 52,57 Triliun. Ini berarti potensi kerugian pajak sebesar hampir Rp. 12,77 Triliun atau Rp. 2,62 Triliun per tahun.
Apa dan Bagaimana Transfer Pricing
Transfer pricing adalah harga transfer dari barang/jasa atau aktiva tak berwujud (intangible property) yang ditransfer antarperusahaan afiliasi dalam satu grup perusahaan atau antar divisi dalam satu perusahaan. Semula transfer pricing digunakan untuk kepentingan penilaian tingkat kemampu-labaan masing-masing divisi atau masing-masing perusahaan afiliasi yang terlibat dalam transaksi afiliasi. Tetapi sejalan dengan makin besarnyaperusahaan multinasional, perbedaan tarif pajak antar negara dan perencanaan pajak yang makin komprehensif, maka transfer pricing digunakan sebagai alat untuk menggeser penghasilan kena pajak dari suatu negara ke negara yang tarif pajaknya lebih rendah, atau dari perusahaan yang berada daalam posisi laba ke perusahaan afiliasi yang masih mengalami kerugian.
Hal Penting dalam Masalah Transfer Pricing
I.Hubungan Istimewa
Fokus dalam masalah transfer pricing tentu saja transaksi afiliasi atau transaksi yang dilakukan antara pihak yang memiliki hubungan istimewa. DJP telah menggariskan ketentuan mengenai hubungan istimewa ini dalamPasal 18UU PPh yaitu sebagai berikut.
Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (3d), Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:
}Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir;
}Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
}Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garisketurunan lurus dan/atau ke samping satu derajat
II.Perbandingan
Sebenarnya, sepanjang harga transfer dilakukan dengan harga wajar (Arm’s Length Price- ALP), yaitu harga yang ditetapkan seandainya pihak-pihak yang bertransaksi tidak berafiliasi atau tidak memiliki hubungan istimewa, maka tidak ada masalah dengan transfer pricing ini.Karena itu DJP mensyaratkan Wajib Pajak yang memiliki transaksi afiliasi untuk mengisi Lampiran Khusus Pernyataan Transaksi Hubungan Istimewa. Dalam lampiran tersebut, Wajib Pajak harus mengisi jenis transaksi (penjualan/pembelian/jasa), jumlah nominal transaksi afiliasi dan metode harga transfer yang digunakan untuk setiap jenis transaksi.
Wajib Pajak harus dapat menyampaikan bukti bahwa harga transfer yang digunakan dalam transaksi afiliasi adalah harga wajar, yaitu dengan cara melakukan perbandingan. Sesuatu yang dapat diperbandingkan adalah sebagai berikut.
1.Apabila terdapat perbedaan, maka perbedaan ini tidak akan mempengaruhi kondisi yang diperbandingkan (misalnya harga, laba kotor, dll).
2.Penyesuaian perbandingan dapat dilakukan untuk menghilangkan beberapa perbedaan dalam proses perbandingan.
3.Kondisi yang dapat diperbandingkan bukan berarti bahwa kondisi tersebut identik, tetapi perbandingan tersebut haruslah dapat diandalkan dan masuk akal.
Sedangkan menurut paragraf 1.19 -1.35 OECD Guidelines, faktor yang menentukan keterbandingan adalah sebagai berikut.
1.Karakteristik dari barang/jasa/Aktiva tak berwujud
2.Analisis fungsional yaitu analisis fungsi (apakah perusahaan memiliki fungsi yang sama seperti fungsi pabrikasi, distribusi, marketing, riset,dll), analisis resiko (resiko bisnis, resiko pasar, resiko pabrikasi, resiko selisih kurs, resiko persediaan, resiko kredit, dll) dan analisis aset ( besaran asset yang digunakan seperti pabrik dan peralatan, kepemilikan Aktiva tak berwujud, dll).
3.Syarat/kontrak transaksi
4.Keadaan ekonomi
5.Strategi bisnis
Selain kelima faktor penentu keterbandingan di atas, terdapat beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan juga seperti kebijakan pemerintah, penilaian bea cukai, dll.
Data yang digunakan untuk melakukan perbandingan sebaiknya berasal dari beberapa tahun misalnya data tahun 2006 sampai dengan 2008. Lebih baik lagi apabila data berasal dari data perusahaan publik yang dapat diakses oleh setiap orang, sehingga tidak ada pelanggaran atas rahasia jabatan.
Perbandingan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1.Perbandingan internal : membandingkan transaksi afiliasi dengan transaksi biasa yang dilakukan oleh perusahaan yang sama. Contoh: harga jual PT A atas barang X ke afiliasi A dibandingkan dengan harga jual barang X ke perusahaan pihak ketiga
2.Perbandingan eksternal : membandingkan transaksi afiliasi dengan transaksi biasa yang dilakukan oleh perusahaan berbeda. Contoh: harga jual PT A atas barang X ke afiliasi A dibandingkan dengan harga jual PT B atas barang X ke perusahaan pihak ketiga
Hasil perbandingan akan menghasilkan apa yang disebut Arm’s Length Range (ALR), yaitu kumpulan dari harga wajar dari perusahaan-perusahaan sejenis yang dibandingkan, mulai dari tertinggi sampai yang paling rendah. Koreksi atas ketidakwajaran harga transfer dapat dilakukan berdasarkan pada ALR ini, yaitu dengan mengambil titik terendah dari ALR, titik tertinggi, rata-rata, atau titik tengah dari ALR. Tetapi, jangan lupa, penentuan titik mana dalam ALR yang akan digunakan sebagai dasar koreksi transfer pricing, haruslah sudah ditentukan oleh peraturan perundangan.
I.Pemilihan Metode Harga Transfer