Ruang akhwat masjid Raya Bogor yang berlapis karpet motif sajadah hijau itu berangsur dipenuhi oleh ibu-ibu. Mereka dengan tertib duduk dalam susunan barisan menghadap sebuah meja kayu kecil dengan hiasan karangan bunga di atasnya.
Di sisi kiri ruangan terdapat sebuah layar projektor yang telah disiapkan. Sebuah spanduk hijau bertuliskan “ Parenting Nabawiyah. Belajar dari Siti Hajar Menjadi Istri dan Ibu Terbaik” tampak terpampang di dinding.
Sejak pagi, aku sudah hadir di lokasi acara itu, demi memperoleh tempat duduk terdepan. Hari itu Selasa tanggal 22 April 2014 adalah saat dilaksanakan acara Parenting yang diselenggarakan oleh majlis taklim Al Mawaddah, Komite sekolah Islam Ibnu Hajar, Sekolah Islam Ibnu Hajar dan Pusat Pengembangan Islam Bogor.
“Berangkat dari keprihatinan akan kondisi generasi muda yang telah banyak mengalami pergeseran nilai, maka kami para Ibu tergerak untuk mengadakan acara parenting ini. Kami berharap dengan meneladani Siti Hajar, para istri dan ibu dapat memberikan pendidikan terbaik bagi keluarganya.” Demikian sambutan yang disampaikan oleh Erna Wulan Jamilah, selaku ketua majlis taklim Al Mawaddah.
“Saya berharap ibu-ibu yang hadir di sini bersiap-siap untuk hijrah. Hijrah dalam artian berpindah kepada yang lebih baik. Dalam hal ini berpindah dari cara mendidik yang baik ke cara mendidik yang lebih baik. Hal ini penting untuk membentuk akhlak mulia bagi anak-anak dan lingkungan keluarga.” Begitulah inti sambutan yang disampaikan oleh kepala sekolah Islam Ibnu Hajar, Andri Prihartono.
Pembicara dalam acara parenting ini adalah Ustadzah Poppy Yuditya Candralita Abidin, yang sejak tahun 2009 aktif menjadi narasumber dalam sesi training dan sharing session di sekolah, kampus, kantor dan berbagai komunitas. Ibu rumah tangga yang menyelesaikan studi MBA International Business di UNISA Australia ini bergabung dalam Parenting Nabawiyah sebagai manager training dan tim konseptor sejak tahun 2012.
Acara inti dibuka oleh Ustadzah Poppy Yuditya, dengan kalimat motivasi yang menggugah. “ Bila para suami bekerja mengumpulkan bata-bata demi menunjang kehidupan kita di dunia, wahai para Ibu dan istri, marilah kumpulkan bata-bata untuk menunjang kehidupan kita dan keluarga di akhirat. Bagaimana caranya? Dengan jalan mendidik anak kita dan giat beramal shaleh sebagai investasi surga. “
Ustadzah Poppy Yuditya menyampaikan 4 peristiwa penting yang mengungkapkan keteladanan Siti Hajar.
Peristiwa pertama adalah ketika Siti Hajar yang merupakan putri fir’aun, Qibthi Mesir, diserahkan oleh ayahnya kepada Siti Sarah sebagai wujud taubat. Siti Hajar menunjukkan bahwa dia menerima keputusan itu sebagai bakti kepada ayahnya. Dia ikhlas menjalankan keputusan itu. Dalam perjalanan hidupnya dia selalu berbuat yang terbaik ketika menjalankan amanah yang diserahkan padanya.
Hal ini menjelaskan bahwa sejak awal Siti Hajar adalah wanita yang shalehah. Artinya untuk menjadi istri dan ibu yang terbaik, seorang wanita harus mempersiapkan diri sejak dini dengan keshalehan.
Peristiwa kedua adalah perjalanan Ibrahim, Hajar dan putra mereka Ismail dari Palestina menuju Mekkah. Setelah melalui perjalanan panjang dan melelahkan, kemudian Siti Hajar di ditinggalkan Ibrahim di tengah gurun yang gersang bersama bayinya, Ismail yang masih meyusu. Namun Siti Hajar patuh pada suaminya, karena Allah. Dia menahan diri dari pertanyaan yang emosional. Dia menguatkan hati dan terus bertawakal, dan tidak menghalangi Ibrahim menjalankan perintah Allah.
Sikap Siti Hajar yang demikian itu patut diteladani oleh para istri, karena sungguh mencerminkan ketegaran iman.
Peristiwa selanjutnya adalah saat Siti hajar berlari-lari antara Safa dan Marwah, berusaha sekuat tenaga mencari air untuk dirinya dan Ismail yang kehausan. Dari peristiwa yang diabadikan menjadi salah satu rukun haji dan umrah ini, para ibu patut menteladani sikap Siti hajar yang pantang menyerah, tak kenal lelah dalam memberikan segala yang terbaik untuk anaknya. Juga sikap optimis bahwa Allah akan memberikan rezeki selama manusia berusaha memperolehnya.
Saat Ibrahim diperintahkan Allah Swt menyembelih Ismail, apakah yang dilakukan Siti Hajar? Tetap teguh pada keyakinannya yang kuat pada Allah Swt sehingga dia tak menghalangi suaminya melakukan perintahNya. Dia mendorong suaminya taat pada Allah di atas kecintaannya pada anak, atau apapun selain Allah.
Dapatkah para istri dan ibu masa kini meneladani kemuliaan sikap Siti Hajar? Haruskah para istri masa kini teguh mencontoh Siti Hajar sementara suami mereka tidak seperti nabi Ibrahim? Tentu saja harus. Kendati pun suami tidaklah semulia nabi Ibrahim, tapi kewajiban muslimah dalam perannya sebagai istri dan ibu adalah memberikan yang terbaik sesuai kemampuannya. sebagaimana yang dilakukan Siti Hajar.
Acara parenting ditutup dengan sesi tanya jawab. Para ibu tampak antusias mengajukan pertanyaan kepada pembicara. Sebagai penghargaan, pihak panitia menyediakan souvenir untuk para ibu yang bertanya.
Secara keseluruhan, acara berlangsung sukses dan lancar. Para peserta pun puas dengan materi yang diberikan. Satu tekad yang terpatri dalam diri para peserta, adalah menjadi istri dan ibu yang terbaik, layaknya Siti Hajar...