Ironis memang. Di zaman yang katanya paling terhubung ini, kita malah semakin kesepian. Coba perhatikan sekeliling kita. Di kafe, restoran, bahkan di meja makan keluarga, obrolan hangat kini kalah bersaing dengan 'scroll-scroll' media sosial yang seolah tak ada habisnya.
Belum lama ini, saya melihat sekelompok remaja yang sedang merayakan ulang tahun temannya di sebuah kafe. Alih-alih berbincang dan tertawa bersama, mereka justru sibuk mengambil foto dan video untuk diunggah ke Instagram atau TikTok. Bahkan momen tiup lilin pun harus diulang beberapa kali demi mendapatkan 'angle' yang sempurna. Seakan-akan, kebahagiaan baru terasa nyata ketika sudah dibagikan ke dunia maya dan mendapat validasi berupa 'likes' dan komentar.
Tentu saja, media sosial bukan tanpa manfaat. Berkat platform digital, kita bisa tetap terhubung dengan keluarga di luar kota, berbagi informasi dengan lebih banyak orang, bahkan menemukan komunitas yang sesuai dengan minat kita. Banyak juga gerakan peduli sosial yang berhasil karena kekuatan media sosial.
Tapi mari jujur pada diri sendiri. Berapa kali kita mengucapkan "turut berduka" di kolom komentar, tanpa benar-benar merasakan dukanya? Berapa kali kita membagikan informasi penggalangan dana untuk korban bencana, tapi berhenti hanya sampai di tombol 'share'? Media sosial seolah membuat kita merasa sudah cukup peduli, padahal sebenarnya belum melakukan apa-apa.
Solusinya bukan dengan meninggalkan media sosial - itu tidak realistis. Yang kita butuhkan adalah keseimbangan yang lebih bijak. Misalnya, saat makan bersama keluarga, mari sepakati untuk menyimpan ponsel. Saat teman butuh curhat, lebih baik temui langsung daripada sekadar mengirim emoji pelukan.
Teknologi memang mengubah cara kita berkomunikasi, tapi tidak seharusnya mengubah esensi dari komunikasi itu sendiri. Duduk bersama, saling menatap, dan mendengarkan satu sama lain masih jauh lebih berarti dibanding ratusan komentar di media sosial. Teknologi seharusnya membantu kita lebih dekat, bukan malah membuat kita lupa cara berinteraksi secara nyata.