Sambil napak tilas, aku menyusuri tepi pantai Karang Hawu--Pelabuhan Ratu--Jawa Barat. Aku berjalan sendiri dan masih berharap bertemu Bintang. Sore yang tidak banyak bicara. Di pantai yang sepi pengunjung.
Tampak hanya ada beberapa pedagang setempat--yang menggelar dagangannya. Kemudian kudatangi seorang perempuan, penjual kelapa muda. "Teh, pesan kelapa mudanya satu, ya," kataku. "Oh--ya, gulanya jangan terlalu banyak." Kataku lagi, perempuan itu hanya mengangguk.
Aku menyapu pandangan mata ke arah tepian pantai, berharap, Bintang muncul secara tidak terduga. Seperti saat pertemuan pertama kita dulu. Namun, tidak kulihat sosok Bintang, kekasihku.
Aku kembali melamunkan Bintang, kemudian melamunkan Ibu, lalu sahabatku Amel. Melamunkan semua orang dalam kehidupanku. Mereka silih berganti datang dan pergi dalam pikiranku. Aku merasa seperti orang linglung dan hilang arah.
Ada perasaan bersalah pada Ibu, karena kemarin aku telah berbohong--perihal kepergianku ke pantai ini. Aku mengatakan pada Ibu, bahwa aku pergi ke pantai ini bersama Amel. Dan Ibu percaya. Karena, kalau aku bicara jujur, Ibu pasti tidak akan mengijinkan. Aku juga tidak ingin, Amel--yang cerewet dan menghebohkan itu--menemaniku dan menghalangiku bertemu Bintang.
Aneh juga. Keinginanku bertemu Bintang tidak bisa dicegah. Walaupun kemungkinan kecil bagiku untuk dapat bertemu lagi dengannya. Tapi aku bukanlah orang yang pantang menyerah. Aku tetap ingin minta penjelasan, kepada Bintang, mengapa dia meninggalkanku begitu saja. Bagiku, segala sesuatu itu harus ada alasannya.
Sambil menyesap air kelapa muda, kupejamkan mata. Menikmati desiran angin dan deburan ombak pantai. Suara-suara alam terdengar indah di telingaku. Aku merasa seperti mendengar simphony orchestra--"fur elise" yang dibawakan Ludwig van Beethoven--dengan syahdu.
"Ras--Rasi ...."
Kubuka mataku, terdengar suara seorang lelaki yang sangat kukenal. Dan setengah tidak percaya, terhadap apa yang kulihat. Di depan mataku, telah berdiri sesosok lelaki yang tersenyum lebar. Bintang, yang tampak sangat bahagia melihatku. Bintang telah kembali, dia menemuiku.
"Bi--biintang?" Kataku tergagap. Sungguh bahagianya hatiku, melihat Bintang kembali menemuiku, sore itu.
"Ayoo, Rasi--kita berjalan menyusuri pantai!" Seru Bintang sambil menarik tanganku.
Aku dan Bintang lalu berlari-lari kecil menuju tepian pantai. Kebahagiaanku saat itu tidak terlukiskan. Bukankah kita adalah pasangan serasi. Aku Rasi dan dia Bintang, yang berjodoh di angkasa. Bertemu di pantai Karang Hawu-Pelabuhan Ratu.
"Bintang--jangan tinggalkan aku lagi, ya." Aku berkata penuh harap, sambil menatap kedua bola mata coklatnya.
Bintang tersenyum, "Ikutlah denganku, Rasi," Bintang berkata sambil menangkupkan kedua tangannya ke wajahku. Aku mengangguk, Bintang memelukku.
"Ayo kita berenang, Rasi--sebelum air laut pasang!" Bintang lalu menarik tanganku, aku dapat merasakan ombak kecil membelai jemari kakiku. Kami bergandengan masuk di kedalaman air laut. Kami bermain air, saling bercipratan. Tertawa-tawa bahagia. Hingga tanpa sadar kedalaman air laut sudah sampai sebatas dada.
Kemudian sayup-sayup terdengar orang berteriak dari arah tepian pantai, "Rassiiiii...Rassiiii...!!" Ibuku ternyata menyusulku ke pantai ini. Aku dan Bintang lalu saling berpandangan. Perlahan kami berjalan mendekati Ibu, yang masih berteriak-teriak memanggil namaku.