seperti inikah ketika hidup terasa tak adil?
atau hanya perasaanku saja yang teramat kerdil?
.
Ku tunjuk muka ini pada sepotong cermin
kedua telunjukku memusat pada sebilah kening
ada gurat-gurat lara yang begitu sempurna
mata air - air mata
berliuk melekuk hingga ke dalam dada
.
Basah, tumpah, cadas memerah
tergenang seperti cecer darah
mungkinkah aku tengah di sebuah arena?
mengapa seketika amarah penuhi isi dada?
bisik di kanan di kiri telinga ini
sayap-sayap malaikat lembut tenangkan diri
jari jemari iblis menabuh genderang perang di ulu hati
.
Ku bertanya-tanya
pada cemarut patahan jiwa
ke mana akan ku ayun rapuhnya asa?
di mana mesti kuletakkan hati yang begitu lelah
pada anyaman langit kah?
atau jumputan laut kah?
.
Semua kini membisu
semesta hening dalam bening
Tuhan bungkam tak bersuara
setitik jawab masih saja jauh dari harapan
semu...semuanya semu...
hampa...semuanya hampa...
.
Berjuta kata bijak menyeruak
membuatku semakin muak
kusingkirkan tanpa alasan
tak butuh rasanya hembus angin nirwana
biar kubenamkan saja
tanpa ada yang tersisa
.
O Yang Maha Bercahaya
sungguh aku masih menunggu
ulur lembut tangan-tangan perkasa di antara kegalauanku
pecahkan segala perkara
redamkan api pertarungan rasa
jernihkan nestapa
buyarkan buruk sangka
dari sahaya bebal sepertiku
yang memeluk dosa di setiap hembus waktu
.
Bicaralah, Tuhan...aku mendengarkan...
.
.
Kampung Hujan, 200214
.
.