'Wanita Tewas Minum Racun Mengajak Anak dan Cucunya', begitulah judul beritanya. Saya pun melumat habis isi berita plus beberapa keterangan dari orang-orang terdekat dan juga opini dari seorang psikolog.
Wanita tersebut memiliki dua buah toko matrial yang cukup besar dan sudah berjalan puluhan tahun. Belakangan, usahanya ditimpa masalah dan mulai menunggak tagihan pada beberapa supplier. Puncaknya, ketika ada salah satu sales supplier semen yang menagih dengan cara yang kasar dan tidak mau tahu dengan kesulitan pemilik usaha.
Karena terus didesak dan tak mampu membayar hutang-hutangnya, wanita ini mengambil jalan pintas, ia mengajak (nyaris) seluruh keluarganya yang memang ikut mengelola usaha itu untuk bunuh diri massal dengan cara meminum racun. Alhasil, beberapa orang bisa selamat, sedangkan wanita tersebut beserta anak dan cucunya yang masih kecil tak bisa diselamatkan karena sudah terlambat.
Tak lama sejak berita itu saya baca, kemudian ada salah seorang kenalan saya bercerita, kebetulan dia adalah pemilik pabrik meja makan. Kenalan saya ini bercerita bahwa salah satu pemilik toko furniture langganannya, nyaris gantung diri karena stress berat akibat terlilit hutang sekitar 20 milyar pada banyak supplier.
Kalau kasus yang ke-2 ini akibat kesalahan sendiri, kalah judi di Macau. Usaha yang sudah berjalan puluhan tahun, menyisakan hutang tak terkira karena kegemarannya berjudi baik di casino mau pun online. Begitu terjerat hutang, bunuh diri seperti jadi solusi dan harga mati. Oh iya, dia ini juga seorang wanita.
Dari dua contoh di atas, saya jadi teringat masalah yang pernah menimpa saya. Kebetulan saya juga wanita yang selalu 'gatel' kalau lihat ada peluang usaha. Saya pun pernah terperosok gara-gara usaha. Begitu banyak masalah di dunia ini yang bikin pening kepala juga hati. Tetapi urusan hutang sepertinya yang paling menyiksa diri. Tidak bisa tidur, gelisah, takut, cemas, was-was, paranoid, otak mumet dan jalan seolah buntu.
Saya sangat memahami karena pernah mengalami. Begini ceritanya, saya pernah memiliki 9 buah kartu kredit dan 2 buah KTA secara bersamaan dengan limit yang cukup besar. Dulu saya berpikir saya akan mengelola 'dana pinjaman' dari kartu kredit dan KTA itu untuk dijadikan modal usaha, alih-alih sebagai sampingan. Akhirnya, setelah saya 'cairkan' dalam bentuk uang, jadilah sebuah toko handphone yang dikelola oleh teman saya karena saya bekerja dan mengontrol dari jauh saja sebagai penanam modal.
Usaha itu hanya berjalan satu tahun. Kesalahan terbesar saya adalah terlalu percaya dan melepas begitu saja pada teman saya sehingga banyak hal terjadi di luar harapan saya yang membuat usaha itu 'terbunuh' pelan-pelan dan pailit. Beberapa aset dijual pun masih rugi besar. Sudah bisa dipastikan dong siapa yang paling dirugikan? Saya! Semua saya yang tanggung resikonya. Saya yang dulu sangat awam soal kartu kredit plus segala resikonya akhirnya kena getahnya.
Satu, dua, tiga bulan saya masih mampu menutup cicilan kartu kredit walau dengan minimun payment. Lama-lama saya 'mabok' sendiri. Gaji habis hanya untuk bayar hutang pada bank. Sedangkan bunganya terus berjalan dan semakin berbunga. Saya pun mulai banyak diteror para penagih dengan cara yang rata-rata kasar. Bahkan, mereka meneror ke kantor dan keluarga. Meski saya sudah bernegosiasi tentang kemampuan bayar, tetapi ketika meleset, mereka terus 'menghajar' saya dengan berbagai terapi shock.
Saya nyaris putus asa. Tidak ada orang yang bisa menolong saya ketika itu. Otak saya ikutan buntu, Tuhan pun sudah tidak saya anggap. Saya benci pada-Nya karena tidak mau menolong saya dan membiarkan saya dengan segala prasangka buruk saya. Saya katakan Tuhan pelit padahal Maha Kaya, saya katakan Tuhan sudah menyiksa saya dengan keadaan yang bikin saya nyaris stress.
Hingga akhirnya saya bertemu dengan-Nya di suatu malam. Saya sengaja bangun tengah malam untuk berdoa dan meminta petunjuk. Saya serahkan semua urusan saya pada Tuhan. Saya bilang begini pada Tuhan : "Tuhan, ajari saya ikhlas jalani ujian ini. Sungguh ini berat bagi saya, tapi saya yakin Engkau Maha Menolong, maka tolonglah saya. Saya tidak mau mati sia-sia dengan cara akhiri hidup saya hanya karena terbelit hutang. Saya maunya menyelesaikan hutang-hutang saya, bukan menyelesaikan hidup saya. Saya telah banyak dirugikan materi karena kegagalan usaha, tetapi saya tidak mau dirugikan lagi dengan bangkrutnya keyakinan saya kepada-Mu..."
Tuhan memang tidak langsung mengabulkan doa saya keesokan harinya. Tapi Tuhan telah menitipkan sesuatu yang tidak bisa saya nilai dengan materi, yaitu sebuah KEBERANIAN. Sejak itu saya memang lebih percaya diri hadapi ujian hidup saya, saya yakin bahwa akan terlewati dengan baik. Cepat atau lambat, Tuhan pasti akan menjawab doa-doa saya.
Saya pun terus 'merayu' Tuhan dengan mengulang-ulang doa yang tadi saya tuliskan agar Tuhan berkenan menolong saya untuk mengatasi masalah-masalah saya. Alhamdulillah, pelan tapi pasti, Tuhan kasih saya rezeki halal yang datang tanpa saya duga-duga. Satu persatu akhirnya saya mampu menutup kartu kredit saya hingga tak bersisa satu pun. Saya diberi banyak keringanan dari pihak bank karena dianggap cooperative dan tidak 'kabur-kaburan' ketika ditagih.
Semua sudah jadi masa lalu buat saya. Banyak pelajaran berharga yang saya ingat sampai saat ini, salah satunya yaitu : ketika tak ada lagi pintu yang terbuka sebagai jalan keluar, ternyata masih banyak pintu lainnya yang akan terbuka karena 'dibukakan' oleh-Nya. Andaikan saya harus mengalaminya lagi, saya menganggap Tuhan ingin menaikkan level keimanan saya.
Ikhlas dan sabar adalah satu paket yang selalu diajarkan kepada kita saat kita ditimpa masalah. Tak mudah memang, tetapi Tuhan Maha Mengetahui kemampuan kita sebagai hamba-Nya dan tak akan menurunkan ujian di luar kesanggupan hamba-Nya.
Banyak-banyaklah menyebut nama Tuhan saat hidup kita dalam keadaan lapang mau pun sempit. Kita tidak pernah tahu kapan waktunya setan mencari celah agar kita tunduk dan menjadi pengikutnya. Bisa ketika kita senang atau ketika kita terpuruk dalam kesulitan.
Satu lagi, bila belum waktunya kita dipanggil oleh Tuhan, jangan memaksa untuk 'datang' sendiri dengan cara yang tidak wajar. Kita dilahirkan dengan begitu suci dan sempurna, maka ketika kita pergi meninggalkan dunia ini, bukankan lebih baik bila dengan cara yang wajar-wajar saja?
***