Pikiran begitu cekatan menyerang pagar-pagar batas pikiran, hingga aku menemukan kelelahan panjang.
Namun sebuah entitas tak berwujud, mengetuk perlahan dinding-dinding jasmani, agar tersadar pada tujuan titik semula.
Menidurkan kembali angan pikiran dari carut-marut tanpa permisi.
Dalam perjalanan menuju puncak sepi, bayangan akan hadirnya cahaya tiba-tiba memekak begitu kuat.
Sebuah harapan akan hadirnya sinar hijau nan ranum, hinggap pada titik ajna.
Menusuk lembut nan tajam pada rongga persinggahannya.
Di mana para leluhur memberi pesan tentang kedalaman jurang batin.
Dan kini tanda itu hadir kembali dalam rupa tatapan tajam perihal masa silam, yang terbayarkan di masa kini.
Aku tak peduli akan coretan-coretan noda pada masa yang sudah dibingkai indah.
Namun aku hanya peduli masa sekarang. Di mana kemurnian yang baru telah terjadi, dengan susunan cerita baru, di dalam tungku kehangatan musim dingin.
Bilik persinggahan tentang kemurnian, melontarkan semangat.
Menganyam kembali keruwetan pengetahuan manusia.
Dan dengan mudah, sang ajna memberi nafas hangat untuk menuai gagasan gemilang baru.
Begitu pula peran besarnya, bergemuruh dahsyat dalam memberi nyawa kepada intuisi.