Sebagai lulusan Arsitektur ITB (masuk tahun 1989) rasanya mendapat pekerjaan itu mudah saja. Selepas lulus tepat waktu di tahun 1994 langsung bekerja dan mendapat kepercayaan menjadi asisten Manager di sebuah developer. Namun kehamilan anak pertama membuatku harus berpindah pekerjaan ke sebuah konsultan agar tak terlalu berat kerja di lapangan. Ternyata setelah melahirkan (walaupun normal, aku mengalami retak tulang ekor yang berakibat sakit luar biasa ketika harus duduk) aku diminta suami untuk berhenti bekerja. Alasannya kasihan anak yang hampir selalu ditinggal mulai pagi hingga malam hari. Sedih juga kehilangan pekerjaan menjadi pengangguran. Menemani anak semata wayang ternyata membuatku banyak memiliki waktu luang. Rasanya jadi pengangguran itu tidak enak. Untuk mengisi waktu, Aku memilih kuliah S2 dengan biaya orangtua. Alhamdulillah ... Aku bisa lulus magister manajemen tepat waktu. Sebelum wisuda di tengah gejolak masa reformasi, suamiku (juga arsitek lulusan ITB) yang bekerja di developer terkena PHK besar-besaran. Krisis moneter tahun 1998 melanda Indonesia. Jadilah kami berdua saat itu pengangguran berpendidikan tinggi. Tabungan kami semakin menipis. Setelah wisuda aku mencoba melamar pekerjaan sebagai dosen di luar kota tempat orangtuaku tinggal.
KEMBALI KE ARTIKEL