Lima kucing sekawan memikirkan liburan. Mereka bosan bermalasan di kamar. Kalaupun main di luar, paling jauh pun di kebun punya tetangga. Di sana asyik banyak spot bisa untuk sembunyi dan guling-gulingan.
Kucing Pang yang paling banyak ulah, mengajak sepupu dan keponakannya main jauh ke seberang. Ia penasaran dengan pantai nun jauh di sana. Ia ingin memancing ikan. Siapa tahu ada ikan makarel segar yang bisa didapatkannya.
Pong yang gemuk dan doyan makan merasa cemas. Ia tak pernah pergi jauh selain halaman dan gang di depan rumah. Ia lebih takut lapar daripada anjing punya tetangga sebelah.
Pang menentramkan. Apa guna hidup jika tak merasakan petualangan. Hidup kucing sungguh singkat. Tujuh tahun saja sudah hebat. Empat tahun itu rata-rata. Kini ia sudah berusia dua tahun waktu manusia, usianya tinggal separuhnya.
Mari kita lihat dunia, ajaknya dengan gagah. Ia mengiming-imingi adik-adiknya ikan segar yang besar. Ia lupa selama ini hanya makan ikan yang telah direbus dan digoreng. Mereka tak bisa dan tak biasa makan ikan mentah.
Pang mengambil gerobak milik tetangga depan rumah. Bergantian dengan Pong ia mendorong gerobak yang berisi kucing-kucing yang lebih muda. Tujuan mereka ke pelabuhan.
Kelelahan, akhirnya para kucing numpang di bak mobil yang mengangkut air mineral. Lumayan, mereka sampai di terminal.
Kelima kucing merasa haus dan lapar. Pong, apalagi. Ia mau menangis dan ingin kembali. Akhirnya Pang mencuri telur gulung untuk dimakan berlima. Mereka masih lapar, tapi masih penuh antusias.
Sementara si Puspa kebingungan sampai di rumah. Tak ada kelima kucing menyambutnya. Hanya ada Cindil dan Samsudin, serta Opal. Cindil dan Samsudin baru bangun dari tidur siang hingga petang. Sedangkan Opal baru selesai patroli keamanan kucing.
Kelima kucing hilang. Puspa lalu menyebar wajah-wajah mereka ke grup percakapan sekampung dan juga ke para satpam. Poster-poster wajah kucing yang hilang menghiasi pos satpam dan tiang-tiang listrik. Ia nampaknya sangat cemas. Sedangkan ketiga kucing memutuskan waktunya makan malam dilanjut istirahat.
Para kucing menumpang bus. Mereka sembunyi di kolong bangku penumpang. Mereka ingin ke pantai tapi tak tahu arah. Pang yang mulai merasa tersesat, pura-pura tenang.
Bus membawa mereka ke terminal berikutnya. Kali ini kelima kucing turun dan kebingungan. Mereka semakin jauh dari rumah. Kucing-kucing di terminal juga nampak tak ramah.
Lalu kucing Clara melihat sesuatu yang luar biasa. Ia melihat mobil putih yang dikenalnya juga seorang pria yang baru mengantar sepasang kakek nenek. Ia tahu pria itu. Clara mengajak Pang Pong dan dua saudaranya mendekati pria itu.
Si pria kaget melihat ada lima kucing mendekatinya. Apalagi kelima kucing itu adalah kucing-kucing yang selalu bersamanya. Ia tahu kabar kelima kucing hilang dari si Puspa. Tapi tak mengira mereka ada di terminal yang jauh dari rumah.
Si pria menghitung si kucing dan memastikannya. Ada Pang, Pong, Nero Manis, Clara, dan Petualang. Sudah lengkap. Sebelum pulang Ia menelpon si Puspa. Yang ditelpon matanya sembab kebanyakan menangis dan lemas. Ia tak percaya hingga si pria memperlihatkan video wajah-wajah kucing yang nakal-nakal.
Si pria berhenti di warung makan. Ia membeli ikan goreng dengan daging yang tebal. Tak lupa ia membeli wadah berisi air putih matang.
Kucing-kucing yang lapar menangis kegirangan. Mereka lalu tidur pulas di bangku belakang. Pong sampai mendengkur kencang.