Menangis nonton film? Ah ogah, ngapain. Itu kan hanya film. Apalagi nangis pas nonton film bioskop? Malu-maluin. Iya kan?!
Tapi itu dulu. Rasanya kata-kataku itu perlu kucabut. Semakin bertambah usia, rasanya aku makin mudah terharu. Nonton animasi hewan-hewan kehilangan tuannya saja mata sudah mendung.
Dulu aku dan kakak suka meledek bibi, kakak ibu, yang mudah nangis nonton film di tivi. Filmnya sedikit sedih saja, bibi sudah nangis. Ketika ada adegan sedih dan mata bibi sudah memerah, kakak menyenggol diriku. Sebentar lagi bibi pasti nangis, dan memang benar tebakan kami.
Sejak dulu ibu mengajarkan kami untuk tak gampang menangis. Jika kami menangis, kami malah dimarahi. Sebenarnya ingin tambah nangis, tapi karena takut, akhirnya aku berhenti menangis.
Sejak itu aku tumbuh dengan menekan emosi. Sesenang apapun aku, aku hanya tersenyum. Semarah apapun ke teman, aku coba untuk diam. Atau jika ingin menangis, kutahan-tahan hingga mukaku aneh.
Untunglah pas SMA aku ikut teater. Setidaknya emosiku bisa lepas saat latihan teater, meski di luar itu aku juga tetap menekan emosi. Hingga kemudian aku berkuliah dan bekerja di luar kota.
Mungkin karena tidak ada yang memarahiku kalau aku mengeluarkan emosiku, jadinya aku lebih bebas berekspresi. Aku bisa tertawa terbahak-bahak, meski aku juga masih jago menahan tawa hingga menang lomba adu tahan tawa paling lama.
Namun untuk menangis, ah amit-amit. Aku tak akan menangis nonton film. Apalagi saat nonton film bioskop.
Aku kualat. Semakin menua, aku rupanya jadi makin mudah menangis. Dan, jika dulu aku jago dalam poker face, kini makin susah dalam menahan tangis.
Film yang mudah membuatku terharu adalah film yang melibatkan hewan-hewan. Lihat anjing atau kucing meninggal, aku langsung berkaca-kaca sambil memangku kucingku. Oleh karena itu aku was-was jika diajak nobar film hewan, kuatir ketahuan menangis.
Dulu jika lihat kawanku nangis di bioskop, aku pura-pura tidak tahu. Aku kuatir ia merasa tak enak jika aku menyinggung hal itu. Tapi rupanya baginya itu hal yang biasa. Bahkan ia terus bercerita tentang adegan yang membuatnya sedih tersebut. Aku sendiri tak menangis karena sudah mengatur otot wajahku sedemikian rupa sesuai latihanku selama ini.
Nonton film sampai menangis di rumah tak masalah, asal jangan menangis pas nonton di bioskop. Bayangan kakak laki-laki meledekku jika ketahuan menangis, sudah terbayang-bayang di benak.
Tapi akhirnya pertahananku jebol juga. Tadi malam air mataku meleleh meski kutahan-tahan. Ada adegan yang sedih di film yang kusaksikan. Untunglah nontonnya sendirian dan malam, jadinya tak begitu kelihatan kalau mataku basah.
Adegan itu sungguh mengharukan. Bagaimana seorang anak kecil bisa hidup sendirian ditinggal ibu, kakak, dan ayahnya. Duh kalau aku jadi dia, belum tentu aku sanggup melakukannya.
Ya rupanya seru juga nonton film sedih di bioskop. Jika toh kemudian mata basah, rasanya tak masalah, bisa ditutupi nanti pas di toilet. Meluapkan emosi memang bikin lega.
Kalau kamu pernahkah menangis di bioskop?