Aku ingat melihat toilet ketika aku tadi berjalan ke pantai ini. Aku tinggal kembali menyusuri jalan yang tadi.
Kulihat anak-anak kecil menghampiriku. Aku tersenyum melihat mereka. Membiarkan mereka berjalan bersamaku. Aku mengutarakan tujuanku ke mereka, hendak ke toilet
Mereka tak sama dengan anak-anak yang kujumpai sebelumnya di desa wisata atau di pantai. Mereka tak menawarkan barang atau meminta sesuatu. Mereka hanya suka bertanya, khas anak-anak pada umumnya.
"Kakak namanya siapa?"
"Kakak dari mana?"
Kutatap mata mereka, mereka nampaknya tulus bertanya. Kusebut namaku dan aku pun balik bertanya. "Kalau namamu siapa dan adik-adik ini siapa saja?"
Mereka tertawa cekikikan lalu menyebut namanya satu-persatu. Rupanya yang bertanya padaku adalah kakak tertua. Lainnya adalah adik-adiknya. Ada juga teman sepermainan.
Mereka terus menemaniku. Bertanya ini itu. Lalu kulihat mereka tak mengenakan alas kaki. Dalam hati aku merasa kasihan, apa nggak panas ya.
Temanku mengingatkan agar tak membagi uang ke mereka. Namun aku merasa menyesal tak membawa jajan untuk mereka. Mereka pasti suka.
Namun aku membawakan sesuatu yang istimewa buat mereka. Sengaja aku membawanya ketika membaca di sebuah artikel Ada banyak anak di Ratenggaro.
Kantung kecil itu berisi pernak-pernik. Ada pensil lucu, gantungan kunci, mainan, masker, dan masih banyak lagi. Pernak-pernik yang biasa disuka anak-anak.
Aku meminta mereka membaginya. Mereka nampak gembira.
Tapi kok jalan kami tak mengarah ke toilet ya. Aku hendak dibawa ke mana?
Seorang gadis remaja memanggilku. Ia nampak penasaran dengan benda yang dibawa anak-anak. Rupanya ia punya adik yang juga penasaran.
Lalu ia nampaknya tahu aku sedang mencari toilet. Ia pun memperbolehkanku menggunakan toiletnya.
"Di sini saja kak, ke toilet kami." Aku dengan senang hati menerima tawarannya.
Toiletnya berada di luar rumah, terpisah dari bangunan rumah. Toilet itu tak beratap, namun bersih.