Ada suatu masa di mana aku bersyukur ada duku
Saat masih menjadi kuli tinta dan ketika aku sering pulang larut
Aku selalu membayangkan ada musim duku
Lalu aku membeli sewadah duku di sebuah pasar yang buka larut
Buah duku membuatku tersenyum
Aku membeli sebanyak yang ku mampu
Kadang satu wadah, kadang lebih dari itu
Setiba di kosan dan mandi segar, aku pun menyantap duku
Duku selalu berhasil membuatku senang
Walau kadang-kadang aku salah kira dengan langsat
Duku lebih mungil dibanding langsat
Getahnya lebih sedikit dan lebih manis daripada teman satu keluarganya
Tapi tak mengapa jika ku salah dengan langsat
Ukurannya lebih besar dan airnya banyak
Hanya bijihnya juga lebih besar
Kadang-kadang manis juga masam
Kunikmati sisa malam dengan duku
Kuambil duku satu-persatu
Mulutku tak berhenti mengunyah duku
Bahkan bijihnya yang mungil suka tertelan olehku
Satu wadah duku bisa ludes semalaman
Aku sulit menahan diri untuk tak menghabiskannya
Sambil mendengarkan musik radio aku menikmatinya
Rasanya malam-malam itu begitu menyenangkan
Duku dan musik yang seru
Membuatku kembali tersenyum
Setelah seharian mencari berita dan mengetik dengan gugup
Aku pun bernafas lega dan siap songsong hari baru
Sayangnya tak setiap malam ada duku
Tak setiap waktu aku singgah di pasar itu
Ketika aku masih terkukung di kantor hingga larut
Kubayangkan diriku santap duku sambil dengar musik seru