Lembaga Sensor Film (LSF) telah memiliki sejarah panjang. Ada banyak hal yang mereka lalui dari sejak lembaga ini didirikan pada jaman penjajahan Belanda, yakni pada 18 Maret 1916 dengan nama Komisi Pemeriksaan Film hingga kemudian menjadi Lembaga Sensor Film pada tahun 1992. Mereka pernah mengalami sejumlah gugatan dan kritikan yang mengarah perubahan di LSF ke arah yang lebih baik.
Pada tahun-tahun tersebut film memang telah mulai dibuat, sehingga Komisi Pemeriksaan Film dibentuk untuk melakukan sensor film, dengan tujuan untuk meminimalkan film-film yang berkualitas buruk dan untuk meredam hal-hal yang menimbulkan 'konflik' di masyarakat. Adegan yang bisa menimbulkan kemarahan bangsa Indonesia ke penjajah diredam dengan cara disensor.
Komisi Pemeriksaan Film kemudian berubah nama jadi Hodo-Dan pada jaman Jepang, lalu berganti-ganti nama menjadi Panitia Pengawas Film, Badan Pemeriksa Film, lalu Badan Sensor Film pada tahun 1965. Selanjutnya kita kenal dengan nama LSF dan berkedudukan di bawah Kemendikbud seperti sekarang.
Nah, selama beroperasi, ada berbagai peristiwa menarik yang kudapatkan selama acara Anjangsana ke LSF yang diadakan 30 Juni silam. Penjelasan dari Ketua LSF Rommy Fibri Hardiyanto bersama Wakil Ketua Erfan Ismail dan tiga komisioner LSF lainnya membuatku paham akan perubahan dalam LSF.