Masjid itu memang tak seakrab dulu, ketika aku rajin belajar mengaji di sana. Masih kuingat teman-teman yang nakal berlarian ke sana ke sini setelah dapat giliran mengaji, lalu dimarahi petugas masjid.
Aku juga masih ingat ketika kami berkumpul di masjid ini, lalu berkeliling bersama adik-adik melakukan takbir keliling. Atau ketika kami mengadakan bazaar Ramadan lalu hujan deras mengguyur tak henti.
Aku tumbuh dan besar bersama masjid tersebut, sejak aku membuntuti nenekku ke masjid, ketika tangga loteng masjid masih berupa semen dan ditutupi terpal, dan ketika beberapa bulan silam menjadi tempat penghormatan ayah sebelum dimakamkan. Masjid itu memberiku banyak pengalaman dan cerita.
Masjid Al-Mukhlisin, namanya.