Peraturan Pemerintah ini rupanya sudah rilis sejak 20 Mei lalu. Tapi memang ramainya baru akhir-akhir ini, mungkin karena perhatian publik saat itu sedang tersita dengan masalah pandemi dan persiapan Idul Fitri.
PP ini menjadi acuan untuk penyelenggaraan UU 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Direncanakan program Tapera ini akan dilaksanakan mulai tahun 2021.
Undang-undang dan peraturan pemerintah ini sebenarnya memiliki tujuan baik agar masyarakat memiliki tempat tinggal yang layak. Oleh karena tempat tinggal adalah kebutuhan primer bagi setiap orang, terutama yang telah berkeluarga.
Namun realitanya, tidak semua keluarga memiliki rumah sendiri. Banyak yang masih menyewa atau tinggal bersama keluarga besarnya. Harga rumah masih dinilai sebagai sesuatu yang mahal. Sudah mengumpulkan gaji bertahun-tahun belum tentu cukup untuk membeli rumah, kecuali dengan sistem pinjaman jangka panjang.
Dulu setahuku ada badan bernama Bapertarum yang berfungsi mengumpulkan dana dari PNS untuk bantuan pembiayaan rumah. PNS juga mendapatkan potongan wajib sebesar tiga persen setiap bulannya.
Namun kemudian pada tahun 2018 badan ini dibubarkan dan berubah nama menjadi Badan Pengelola Tapera (BP Tapera). Dana hasil pemupukan dikembalikan kepada PNS yang telah pensiun atau ke ahli waris PNS yang telah meninggal. Sedangkan dana akumulasi dari PNS aktif otomatis dipindahkan ke program Tapera.
Ya, niatan program ini bagus, seperti halnya program dana sosial lainnya. Namun, yang bikin beberapa kalangan mulai was-was karena sifat program ini yang wajib. Selain itu pesertanya juga bukan hanya PNS, pejabat negara, anggota TNI dan Polri, namun seluruh pekerja. Ini termasuk pekerja BUMN, pekerja swasta dan kalangan pekerja mandiri.
"Wiraswasta juga wajib jadi peserta dong?"
Jika melihat definisi dalam salah satu poin dalam pasal 1, "pekerja mandiri adalah WNI yang bekerja dengan tidak bergantung pada pemberi kerja untuk mendapatkan penghasilan", maka jawabannya 'iya'. Wiraswasta nantinya juga wajib ikut program ini.
Potongan gaji sebesar tiga persen lumayan besar untuk saat ini. Apalagi di beberapa tempat kerja ada pemotongan gaji untuk donasi wajib membantu masa pendemi hingga akhir tahun. Memang sih baru diterapkan tahun 2021 dan akan dilakukan dalam beberapa gelombang. Pihak BUMN dan swasta diwajibkan setelah diberlakukan ke PNS, Polri, TNI, dan pejabat negara. Baru kemudian gelombang pekerja mandiri.
Skemanya, 2,5 persen dipotong dari gaji pekerja dan 0,5 persen diberikan oleh pemberi kerja. Bagi pemberi kerja jadi tambahan beban karena mereka juga wajib memberikan tambahan iuran untuk BPJS kesehatan serta untuk BPJS-Tk dengan program jaminan pensiun dan jaminan hari tuanya.
Wah potongan bakal semakin besar nih? Jika tidak ikut bagaimana? Oleh karena diwajibkan tentunya bakal ada sanksi. Ada juga sanksi bagi yang terlambat atau lalai membayar iuran. Bagi pekerja mandiri bisa mendapat sanksi peringatan tertulis. Sedangkan sanksi bagi pekerja kerja berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga pencabutan izin usaha.