Mengantisipasi krismon lebih baik daripada merasai. Oleh karenanya aku setuju apabila pemerintah menggandeng masyarakat umum untuk ikut berkontribusi. Ada banyak hal yang sederhana yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk ikut menjaga stabilitas sistem keuangan negara ini.
Langkah-langkah yang bisa dilakukan masyarakat menurutku di antaranya adalah lebih banyak menggunakan dan membeli produk dalam negeri daripada barang impor. Berikutnya, berutanglah sesuai dengan kemampuan. Jangan ikut-ikutan berutang hanya karena membiayai gaya hidup tapi kemudian tak mampu membayar cicilannya. Kemudian, jangan lekas panik dan ikut-ikutan menarik dana besar-besaran di bank jika terjadi peristiwa sesuatu. Yang keempat, tingkatkan selalu kemampuan dan pengetahuan tentang literasi keuangan. Dan kelima, tambah pengetahuan untuk memulai berinvestasi di pasar modal.
Bahas satu-persatu yuk.
Kenapa sih pemerintah selalu menganjurkan untuk mencintai produk dalam negeri. Ada sejuta alasannya.
Aku pernah mengobrol dengan dua mahasiswa asal Korea. Mereka bercerita jika perekonomian mereka tangguh karena masyarakatnya mencintai produk dalam negeri. Mereka bangga dengan produk dalam negeri seperti handphone, mobil, produk kosmetik, dan budaya pop mereka. Industri dalam negeri tumbuh pesat dan banyak produk yang bisa diekspor.
Dengan mencintai produk dalam negeri maka industri dalam negeri akan tumbuh. Unit menengah, kecil, dan mikro akan bisa eksis karena memiliki pangsa. Industri dalam negeri akan kuat sehingga tenaga kerja akan terserap.
Sebenarnya kualitas sebagian besar produk dalam negeri tak kalah dengan produk impor. Namun kadang-kadang ada rasa gengsi sehingga menggunakan produk impor. Produk fashion seperti baju, tas, dan sepatu dari Indonesia tak kalah berkualitas dan menariknya dengan produk luar negeri.
Berdasarkan analisis awamku, apabila produk dalam negeri lebih banyak dipilih dan mampu mencukupi maka kebutuhan akan impor akan berkurang dengan sendirinya. Hasilnya, neraca perdagangan akan bisa surplus.
Yang kedua adalah berutanglah sesuai kemampuan. Aku beberapa kali menjumpai orang-orang yang berhutang di luar batas kemampuannya. Ada yang merekayasa laporan penghasilannya sehingga nampak lebih besar daripada realitanya. Mereka kemudian mengambil kredit kendaraan dan rumah.
Hal ini diperburuk dengan uang muka pembelian kendaraan yang makin mudah. Pada bulan kesekian mereka pun tak mampu mengangsurnya. Hal yang sama juga terjadi saat mengangsur cicilan rumah. Yang terjadi kemudian adalah kredit pun macet. Jika hanya terjadi ke 1-2 orang mungkin tak masalah. Tapi bagaimana jika kredit yang macet banyak? Aku jadi ingat krismon 2008 awalnya salah satunya dipengaruhi kredit macet di sektor properti.