Ada pepatah bijak mengatakan kebiasaan bisa dilatih dengan melakukan hal-hal tertentu secara rutin. Kebiasaan ini berlaku dua-duanya, bisa baik dan juga buruk. Kebiasaan yang baik bisa berupa seperti belajar bahasa, berlatih menulis, berolah raga, dan sebagainya.
Ada beberapa bukti yang kudapat dari melahirkan kebiasaan tersebut. Beberapa di antaranya hanya memerlukan waktu kurang dari lima menit seperti belajar bahasa dan mengasah otak dengan aplikasi seperti Duolingo dan Elevate. Tak kusangka dua aplikasi tersebut telah rutin kugunakan masing-masing selama 404 dan 105 hari.
Mencetak kebiasaan one day one post ini juga sama. Sebenarnya aku juga telah melakukannya selama tiga tahun terakhir, tapi di blog pribadiku. Aku tak tahu dari mana awalnya, sepertinya karena ada tantangan dari sebuah komunitas blogger. Lama kelamaan aku pun rajin melakukannya dan syukurlah sampai saat ini tak terputus. Jika belum menulis hari itu rasanya ada sesuatu yang aneh.
Berbeda dengan menulis di blog pribadi, menulis tiap hari di Kompasiana masih jadi tantangan. Hal ini dikarenakan ketika menulis di blog pribadi aku merasa lebih personal, aku merasa bebas menulis apa saja karena itu blogku. Pembacanya juga tersegmentasi. Aku tahu karakter sebagian pembacaku di blog pribadi.
Berbeda dengan Kompasiana yang jangkauan pembacanya lebih luas. Menulis di Kompasiana aku merasa perlu lebih berhati-hati dalam memilih diksi dan topik. Meski ya belakangan ini aku juga tak begitu membedakan antara gaya menulisku di blog pribadi dan Kompasiana
Tantangan dan Manfaat 'ODOP'
One Day One Post atau yang biasa disingkat ODOP memiliki sejumlah tantangan dan manfaat tersendiri. Tantangannya bisa jadi berbeda sesuai dengan pengalaman dan karakter tiap penulis.
Tantangan ODOP bagiku adalah soal mengeksekusi ide. Kadang-kadang ada ide yang menyeruak di benak. Aku ingin segera menulisnya. Tapi saat itu sedang rapat dan laptopku sedang kebagian dihubungkan ke layar. Aku tak berkutik karena harus fokus menjawab beberapa pertanyaan seputar hasil analisisku. Setelah ada waktu rupanya aku lupa beberapa hal yang ingin kueksplorasi dalam tulisan. Alhasil tulisanku jadi kurang bergizi dibandingkan apabila aku segera menulisnya saat itu juga.
Tantangan berikutnya soal waktu. Sehari 24 jam kadang-kadang terasa kurang. Aku menulis jika ingin dan jika ada waktu luang. Kadang-kadang aku menulis sambil menunggu KRL tiba. Di waktu lain aku baru bisa mengetik jelang waktu tidur.
Kalau dilihat-lihat di Kompasiana, kadang-kadang terasa jumlah pembaca saat mengunggahnya pada dini hari dibandingkan jam 9 pagi ke atas. Tapi karena menulis bagi sebagian orang bukan sekedar untuk meraih banyak pembaca, maka rasanya tak begitu perlu untuk dipermasalahkan.
Ketika menulis ODOP di blog pribadi agar tetap bisa kelihatan konsisten menulis tiap hari maka aku suka menimbun tulisan. Terutama jika ke luar kota. Kadang-kadang aku menulis hingga seminggu ke depan dan kubuat penjadwalannya. Yang tidak tahu maka disangkanya aku menulis tiap hari, padahal aku sibuk atau malah asyik berlibur hahaha. Di Kompasiana aku belum melakukannya. Kayaknya trik ini bisa kuterapkan juga.