Pembangunan berwawasan industri yang ditandai oleh bertaburannya gedung-gedung plus pabrik sebagai pusat industrialisasi tanpa kontrol. Membuat kebutuhan akan listrik terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Belum bicara mengenai gaya hidup kota besar yang memiliki kecendrungan akan boros listrik. Akibatnya sempat direncanakan kebijakan pemadaman bergiliran dan menuai tentangan dari semua kalangan terutama dari kalangan pengusaha. Pemerintah berusaha menanggulanginya  dengan mempercepat pembangunan PLTU Suralaya (kapasitas 1x625 Megawatt), PLTU Teluk Naga (3x300 Megawatt), PLTU Labuan(2x316Megawatt), PLTU Pelabuhan Ratu (3x300Megawatt), PLTU Indramayu (3x330 Megawatt), PLTU Rembang (2x316 Megawatt), PLTU Cilacap(1x600Megawatt), PLTU Pacitan (2x300megawatt, PLTU Paiton (1x660Megawatt), PLTU Tanjung Awar-awar(2x300megawatt)[1]. Tanpa adanya kebijakan menyeluruh mengenai ketenaga listrikan yang didalamnya juga kemandirian atas energi pembangunan berbagai pembangkit listrik ditakutkan menjadi perkerjaan sia-sia. Andaipun berhasil hanya sebagai obat penawar sakit tanpa mampu menghilangkannya.