Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Juara

13 Mei 2012   17:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:21 97 0
Assalamu’alaikum,, perkenalkan namaku Juara. Aku adalah anak pertama dan satu – satunya dari keluarga yang sangat kaya. Ayahku adalah pengusaha tambak udang yang sangat sukses. Sedangkan ibuku adalah mantan putri indonesia yang sangat cantik. Ayah dan ibuku adalah pasangan yang sangat serasi. Banyak orang – orang yang iri melihat kebahagiaan kedua orangtuaku saat ayahku menikahi ibuku. Mereka iri karena pasangan itu sangat serasi sekali. Ayahku yang berbadan tegap dan kekar, tinggi 175 cm dan rambut hitam agak ikal dengan hidung yang mancung serta kumis yang tipis, membuat para wanita sangat mengimpikannya saat itu. Akan tetapi ayahku tidak pernah menghiraukan mereka.

Ayahku saat itu belum memikirkan untuk mencari pasangan. Hingga suatu saat ayahku melihat tayangan televisi, disana sedang diadakan acara pemillihan putri indonesia. Ayahku tertarik pada salah satu nominator putri indonesia tersebut, yang ternyata dia menjadi juara satu putri indonesia. Ayahku saat itu sangat menginginkan dia, maka dikejarlah putri tercantik di indonesia itu. Singkat cerita perjuangan Ayahku tidak sia – sia. Ternyata gayung bersambut, setelah Ayahku  menyatakan ingin menjadi pelindung setia sang putri cantik, si putri cantikpun menerima dengan senang hati. Akhirnya mereka menikah dengan perasaan yang sangat bahagia. Mungkin kebahagiaan mereka melebihi kebahagiaan pernikahan Cinderella ataupun Putri Salju. Dari pernikahan mereka itu lahirlah aku.

Aku terlahir sempurna setelah ibuku mengandung aku selama sembilan bulan. Aku lahir dengan sehat di sebuah rumah sakit di kotaku. Setelah aku lahir dengan selamat, maka Ayahku memberikan aku nama “Juara”, dengan harapan aku akan menjadi juara di dalam kehidupan ini. Ketika aku masih bayi, kedua orangtuaku sangat senang sekali memiliki anak yang lucu seperti aku. Mereka begitu menyayangi aku sepenuh hati, sehingga apapun permintaanku waktu itu selalu dikabulkan. Hingga suatu hari aku diajak main oleh ibuku yang cantik itu ke sebuah mall. Ketika itu suasana begitu ramai sekali, karena aku masih kecil sehingga aku belum tahu apa – apa waktu itu. Aku berjalan sendiri dan terus berjalan, tanpa sadar ibuku mendapati aku sedang naik sebuah eskalator. Dan posisiku pada saat itu sangat berbahaya sekali, aku hendak terjatuh dari eskalator tersebut. Ibuku yang melihat keadaanku saat itu langsung berlari meraihku, dan “huppp” akhirnya ibuku berhasil meraihku dan aku selamat dari keadaan itu. Namun ternyata aku hanya selamat sendirian, ibuku yang menolongku tak dapat menjaga keseimbangan sehingga ibuku terpeleset dan jatuh. Ibuku jatuh dari ketinggian tiga meter, dan kepala ibuku terbentur dengan lantai. Alhamdulillah beliau selamat dari maut, tapi keadaannya sekarang beliau terserang stroke. Sehingga ibuku tidak bisa bergerak dengan bebas lagi.

Mengetahui hal itu ayahku sangat terkejut. Ayahku saat itu syok dan hampir pingsan, untung ndak sampai pingsan. Setelah kejadian itu seluruh hari – hari ayahku hanya dihabiskan untuk menjaga keadaan ibuku. Sehingga semuanya terlantar, hampir saja usaha ayahku bangkrut. Untung saja ada karyawan yang baik hati yang mau menjaga tambak itu dengan baik. Meskipun dia selalu minta yang lebih, tapi nggak apa – apa lah. Setiap hari ayahku dengan setia menjaga ibuku, seperti janjinya dulu ketika pertama kali meminang ibuku. Ternyata ayahku sosok yang sangat setia. Hehe.....

Akan tetapi, aku yang semakin besar kini semakin tidak mengerti dengan diriku. Aku tidak mengerti kenapa namaku tidak sesuai dengan prestasiku saat ini. Waktu aku kecil, pas menginjak taman kanak – kanak aku selalu menjadi murid yang hafalannya kurang. Teman – teman sudah hafal lagu – lagu anak – anak, aku malah banyak nangis setiap hari. Malahan aku juga ndak bisa berhitung sama sekali. Payah... ketika menginjak sekolah dasar, lebih – lebih lagi. Aku selalu mendapat juara satu, tapi jika dihitung dari belakang, alias aku selalu menjadi yang terakhir. Bahkan prestasi yang paling memalukan saat itu adalah, aku tidak naik kelas selama sekolah dasar sebanyak 4x, hingga ayahku merengek – rengek kepada guruku waktu itu untuk menaikkan aku ke kelas berikutnya, karena saking malunya saat itu. Ketika acara kelulusan SD, saat itu perpisahan. Masing – masing anak harus maju kedepan untuk mempersembahkan sesuatu yang membanggakan. Semua teman – temanku ada yang baca puisi, ada yang nyanyi, ada yang melucu, aku yang paling terakhir malah pipis di celana di depan seluruh orangtua murid. Sungguh bukan prestasi yang membanggakan.

Masuk SMP lebih parah lagi. Aku masuk ke sekolah swasta karena nilaiku adalah paling jelek. Di sekolah swasta ternyata sekolahnya sangat kacau. Banyak anak – anak nakal di sekolah itu. Dan aku adalah yang selalu menjadi bahan ejekan mereka. Setiap hari pasti aku harus pulang dengan sesuatu hal sial yang menimpaku. Rasanya aku menjadi pesakitan di sekolahku waktu itu. Sungguh aku mulai gerah dengan namaku sendiri. Sempat aku minta kepada ayahku untuk mengganti namaku saja. Aku tidak mau memakai nama “Juara” lagi. Tapi ayahku selalu menasihatiku dengan sabarnya. Aku tidak bisa apa – apa lagi kalau sudah begitu. Saat aku menemani ibuku, aku juga meminta hal yang sama waktu itu, tapi ibuku yang tidak bisa bicara malah meneteskan air mata. Aku tahu ibuku juga pasti tidak ingin aku mengganti namaku. Karena nama itu adalah nama yang diberikan oleh ayah dan ibuku saat ibuku sangat bahagia menjadi juara di indonesia. Bukan juara putri indonesia, tapi juara karena menjadi pasangan yang paling serasi di indonesia.

Saat melihat air mata ibu itu, aku menjadi termotivasi kembali. Rasanya aku ingin bangkit dari keterpurukan ini. Aku menjadi lebih bersemangat lagi. Tapi ketika masuk ke sekolah, kembali teman – teman mengerjai aku lagi. Huffhh…. aku memang tidak bisa apa – apa. Aku selalu menjadi pesakitan di SMP. Hingga akhirnya sesuatu yang aku tunggu – tunggu datang. Hari itu adalah hari dimana pengumuman hasil ujian akhir nasional dipajang di mading sekolah. Saat itu aku masih ragu, apakah aku bisa lulus atau tidak. Dengan perasaan yang tidak karuan ternyata setelah membaca mading. Horeee... aku lulus,, alhamdulillah,, akhirnyaa aku lulus dan akan masuk ke SMA. Walaupun,,,, tau nggak saat itu aku berada di posisi berapa,, seperti yang sudah diduga, aku berada di posisi yang paling buncit. Tapi ndak apa – apa lah, yang penting lulus dan bisa terbebas dari orang – orang jahil itu.

Saat masuk ke SMA, aku kembali masuk ke SMA swasta. Tapi teman – teman yang aku temui lebih ramah. Mungkin perasaan mereka sudah agak dapat diatur. Maksudnya sudah lebih dewasa kali yah. Jadi aku mulai diterima di tengah – tengah kawan – kawan semua. Saat itu aku sangat bahagia, meskipun aku selalu di ejek juga, mengapa namaku “Juara” tapi aku bukanlah juara. Tapi ndak apa – apalah, aku bangga dengan nama ini, karena ini adalah nama yang diberikan oleh orangtua.

Ketika SMA inilah aku mulai mengenal wanita. Aku tertarik pada wanita yang baru saja aku temui di kantin. Dia satu angkatan sama aku, cuman beda kelas. Saat pertama kali melihatnya, aku merasa ada petir yang menyambar di dalam hatiku “sreshhhh!!!” pecah hatiku dan menyatu kembali. Aku jatuh cinta. Wahh,, inikah yang dulu dirasakan oleh ayah saat melihat ibuku? Aku mulai bertanya – tanya. Tapi tidak ada yang menjawab, karena aku bertanya hanya dalam hati. Akhirnya aku setiap hari selalu menyempatkan diri untuk sejenak melihat wajahnya, curi – curi pandang. Dan setiap aku melihatnya aku merasakan hal yang sama, seakan petir menyambar di hatiku “sreshhhh!!!” pecah hatiku dan menyatu lagi. Begitu setiap hari.

Hingga memasuki kelas 3 SMA aku masih memendam perasaanku itu. Aku tidak berani menceritakan perasaanku itu pada siapapun. Aku yakin jika aku menceritakan itu, pasti teman – teman akan mengejekku. Maka lebih baik aku simpan dalam hati saja sampai aku tak kuat lagi. Ternyata benar, aku tak kuat lagi menahan perasaan ini. Aku memberanikan diri bertanya kepada ayahku tentang perasaan ini. Eehh,,, ternyata dugaanku benar. Ayahku malah mengejek aku,,, hahaha.... dasar pecundang...

Oohh tidak,, aku pecundang? Aku mulai bertanya dalam diriku. Kenapa aku menjadi pecundang seperti ini? Aku adalah juara, juara seperti yang selalu ayah katakan ketika aku bersedih. Tetapi kenapa ayaku bilang aku pecundang? Aku tidak boleh menjadi pecundang. Aku harus bangkit, dan membuktikan kepada ayah bahwa aku adalah juara, juara adalah juara. Maka aku harus mengungkapkan perasaanku itu pada dia, gadis impian. Tekadku udah bulat, besok pagi aku akan menyatakan cinta ini.

Malam harinya aku ndak bisa tidur. Hingga pagipun tiba. Saat itu sekolah belum mulai pelajaran. Rencananya hari ini latihan ujian sekolah. Aku beranikan diri menuju ke sebuah lorong di sekolahku. Tiba – tiba gadis itu berjalan melewati lorong di sekolahku itu, sendirian. Yahh,,, dia benar – benar sendirian. Memakai seragam dengan rapi, sungguh cantik sekali. Senyumnya teduh, seteduh pohon di tengah terik matahari, adeemmm rasanya. Aku panggil dia, dan dia menoleh kepadaku. Perlahan aku dekati dia yang terdiam menyahut panggilanku.

“emm..... boleh bicara sesuatu ndak?” tanyaku dengan perasaan malu – malu.

“iya,,, ada apa yah?”

“aku,,, aku,,, emm,,,,”

“aku apa?,,,,” lembut suaranya penasaran.

“aku suka sama kamu,, apa kamu mau jadi pacarku,,,?” wajahku mulai memerah, perasaan campur aduk.

“oohh,,, itu,, iya aku tahu,, nda pp kok” jawabnya penuh misteri.

“nda apa – apa gimana??” aku sedikit memaksa....

“yeeehhh,,,,,, kamu ngompol yahh??”

“Apaaaaaaa,,,,,!!!!!??”

“Hei,,, banguuun,,!! Masa’ juara kok ngompol sih??,, ayo banguuunn,,,....!!!” tiba – tiba terdengar suara ayahku membangunkan aku. Wah ternyata aku ngompol gara – gara ngimpi mengungkapkan perasaanku. Wahh,,, untung cuman mimpi. Hehe,,,, jadi malu,,,,

Aku langsung bergegas mandi, mempersiapkan tas dan buku, sarapan trus berangkat sekolah. Aku masih penasaran dengan mimpi itu. Kok terasa begitu misterius banget yah? Tapi dia di dalam mimpi ndak menolak, tapi ndak juga menerima,, aku jadi bingung. Teriring rasa penasaranku itu, aku terus berangkat ke sekolah. Hingga akhirnya tiba di sekolah.

Suasana ini serasa aku pernah mengalaminya. Yah,, ini persis seperti mimpiku semalam. Aku coba melangkah menuju lorong di sekolahku. Wah ini memang mirip seperti mimpiku, biar aku tunggu disini. Sekian lama menunggu, ada beberapa gadis lewat di depanku. Wah kok ndak ada yah. Tapi aku tetap menunggu. Dan akhirnya, gadis itu lewat,, waah seperti mimpi saja, dia begitu cantik mengenakan pakaian itu. Tapi kok disebelahnya ada bodyguardnya yah? Hmmhh,,, mimpi hanya sebatas mimpi. Tapi aku tidak menyerah, aku harus tetap mengungkapkan rasa ini, sebelum nanti aku menyesal setelah lulus nanti. “Ayo juara kamu bukan pecundang!”, pekikku dalam hati.  Sampailah dia di lorong itu, aku panggil dia. Dia menoleh kepadaku, teman di sebelahnya juga ikutan menoleh. Aku dekati mereka yang terdiam sejenak. Kusapa dia,,

“emm,,, bisa ngomong berdua saja?” tanyaku, berharap teman disebelahnya pergi.

“maaf, ada apa yah?” sambutnya ramah, tapi teman disebelahnya cemberut.

“iya,,, aku ada perlu sama kamu,,”

“ooh maaf,, aku ndak bisa, kalo mau ngomong disini saja, kalo berdua saja aku ndak bisa”

“kenapa??” tanyaku.

“kita kan bukan mahram...” ucapnya lembut.

“ooh gitu yah,,,” Gubrakkk.... (pingsan)

Setelah kejadian itu, banyak teman – teman yang akhirnya tahu kalau aku suka sama cewek itu. Namun aku benar – benar tidak bisa mengungkapkannya, kemaren saja aku malu banget, sampe pingsan begitu. Padahal baru ngobrol sebentar. Rasanya udah gempa bumi mengguncang sana – sini, apa aku memang pecundang? Ooh tidaaak,,,

Namun keadaan berubah drastis. Setelah aku tahu juga ternyata dia ndak suka sama aku. Aku sih ndak denger langsung dari mulutnya, cuman dari teman dekatnya yang bilang sama aku. Bilangnya dia ndak suka sama aku, setelah aku tanya kenapa, jawabnya cuman singkat, “kamu ndakk idiologis”.

Wah ternyata dia menolakku bukan karena aku yang canggung, ataupun ndak pernah juara. Dia menolakku karena aku ndak idiologis, apa yah maksudnya. Aku juga bingung, apa yang dimaksud idiologis? Idiologis,,,,

Ujianpun datang, dan kami di sekolah melaksanakan ujian dengan tenang. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar. Beberapa minggu kemudian pengumuman ujian dilaksanakan, dan aku ternyata lulus begitu juga dengan dia. Tapi aku masih bertanya – tanya, apa itu idiologis. Hingga perpisahann tiba, kami berpisah dan kita tidak pernah bertemu lagi.

Memendam tandatanya memang sangat menyiksa. Namun selalu saja ada jalan terbuka jika kita bersungguh – sungguh. Akhirnya aku lagi – lagi masuk ke perguruan tinggi swasta lagi. Aku memang bukanlah juara dalam hal ini. Tapi perasaanku sudah mulai tertata dengan keadaan ini. Meskipun begitu, sepertinya ini adalah tempat terbaik yang aku temui. Aku memang tidaklah juara tapi aku beruntung saat ini. Di sini aku menemukan jawaban atas pertanyaan terbesarku selama ini. Pertanyaan yang jika aku bisa pecahkan maka aku bisa bernafas dengan lebih lega. Dan ternyata memang benar. Sungguh perkataan gadis SMA yang anggun telah merubah hidupku ini. Karena dialah kini aku menjadi terpacu untuk menemukan kebenaran. Disini aku menemukan sesuatu hal yang berbeda dengn hal – hal yang biasa aku temui sebelumnya. Ternyata menjadi manusia yang idiologis itu adalah pilihan yang sangat luar biasa. Kini semua teman – teman kuliahku adalah manusia yang idiologis. Ternyata dengan menjadi idiologis itu kita menjadi manusia yang penuh visi dan misi. Kini aku tidak terjebak pada kekuranganku lagi. Dan jalan menjadi juara yang sesungguhnya kini telah terbuka. Dengan menjadi idiologis, aku menjadi pemuda yang visioner, pemuda yang tidak malu – malu lagi dalam hal kebaikan, dan aku sekarang tidak lagi memikirkan kekuranganku, aku lebih fokus pada kelebihanku. Wah benar – benar luar biasa, kini aku menjadi semakin suka padanya meski tidak pernah bertemu lagi. Karena dialah yang telah memicu pemikiranku untuk dapat berubah menjalani jalan yang sesungguhnya.

Dengan jiwa yang idiologis, kini aku juga lebih bisa menata pemikiranku dan perasaaku. Aku merasa benar – benar ada di bumi ini. Dan aku sekarang bisa membuat kedua orangtuaku bangga. Yang menjadi keinginanku selama ini adalah ibuku agar segera sembuh dari penyakitnya itu. Jujur aku selalu sedih jika mengenang keadaan ibuku, dan ayahku juga aku merasa kasihan. Tapi aku sekarang merasa yakin bahwa suatu saat nanti pasti keyakinanku dan doaku akan terkabul. Karena aku sekarang bukanlah aku yang dulu. Juara sekarang bukanlah juara yang dulu. Kini juara bukanlah lagi pecundang, juara akan benar – benar menjadi juara.

Lulus kuliah, aku menjadi lebih percaya diri. Aku kini telah memiliki berbagai hal yang membanggakan. Dan yang terpenting saat ini adalah aku sudah menjadi idiologis. Sekarang aku ingin mencari tahu tentang kabar gadis impian yang telah lama tak berjumpa. Setelah lama mencari tahu sana – sini, akhirnya kudapatkan juga alamat yang kucari. Ternyata dia tinggal di daerah yang sedikit terpencil namun bersih. Rumahnya terlihat rapi dengan tatanan bambu – bambu menghiasi dindingnya. Kulihat dirinya sedang duduk di beranda dengan memegang buku bacaan yang sedang dia baca. Aku segera mendekat menuju kerumahnya. Setelah melihatku, dia segera masuk ke dalam rumah. Aku ucapkan salam, kemudian keluarlah seorang lelaki yang sudah tua menyapaku. Ooh ternyata dia adalah ayah dari gadis itu. Aku dipersilakannya duduk, dan kami berbincang – bincang agak lama sebelum aku mengutarakan niatku.

Setelah aku pikir ini adalah waktu yang tepat untuk mengutarakan niatku itu. Maka aku segera mengutarakan niatku itu kepada ayah dari gadis itu. Bahwa aku ingin meminang anak gadisnya itu. Dengan rasa tidak karuan di dadaku aku menuggu jawaban dari beliau. Nampak di kepalanya perasaan ragu kepadaku, aku sempat pesimis waktu itu. Sejenak sang ayah masuk ke dalam rumah. Entah apa yang dia bicarakan di dalam rumah itu. Namun, tidak berapa lama beliau segera keluar dan menghampiriku. Berbagai perkataan muncul dan diarahkan kepadaku. Kayaknya dia ingin meyakinkan sekali lagi. Aku coba meyakinkan diri sendiri. Dan akhirnya pinangankupun diterima. Welehweleehh,,,, ini mimpi apa bukan yah?? Kucoba mencubit pipiku, ternyata terasa sakit, dan aku tidak ngompol lagi,,, hehe,, ini nyata broo,, ini bukan mimpi. Saat itu aku merasa sangat bahagia sekali.

Sepulang dari rumah itu, aku segera menemui ayahku dan mengutarakan apa yang telah terjadi. Ternyata ayahku sangat senang dan bangga sekali. Dia sangat senang sekali dan menceritakan kepada ibuku,, dan tanpa di duga ibuku langsung bisa berbicara “Alhamdulillaahh,,,,,” waaahh,,, luar biasa sekali. Aku sangat senang sekali. Dan aku saat itu merasa telah menjadi juara yang sesungguhnya.

Sebulan kemudian aku menikahi gadis itu. Dan keadaan ibuku juga berkembang begitu drastis. Ibuku sudah bisa berjalan menggunakan tongkat. Dan saat itu ibuku berdandan dengan sangat cantik sekali, seperti putri indonesia yang mendapat juara ke dua. Lho kok dua? Ya iya lah,,, yang juara satu kan istriku,,,, hahahaha,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan ya alhamdulillah aja ya,, kan happy ending. Hehe,,,



Ayo para pemuda,,,

Saat ini kita harus memiliki pemikiran yang  idiologis, agar kita tidak termakan oleh zaman. Saya menyeru kepada seluruh pemuda pengemban dakwah. Dakwah yang cocok buat saat ini adalah dakwah idiologis. Karena dengan dakwah idiologis, islam akan berjaya lagi. Dakwah islam, islam idiologis. Bukan islam yang lain oke..... brooo,,,??

Wassalamu’alaikum..

http://dedi-wahyudi.blogspot.com

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun