Sikap "over confident" Prabowo ditenggarai karena latar belakangnya yang berayahkan seorang tokoh nasional terkemuka (Sumitro Djojohadikusumo), serta menantu Presiden Soeharto. Hal inilah, menurut Dr. Asvi, yang menyebabkan rasa percaya diri Prabowo amat tinggi.
Sebagai contoh, selaku perwira muda, Prabowo dikabarkan pernah menghadap Sintong Panjaitan, selaku komandan Kopassus dan mempertanyakan kenapa ia dipindahkan ke Kostrad. Sesuatu yang tak mungkin dilakukan oleh prajurit lainnya. (Menguak Misteri Sejarah, Dr. Asvi Warman Adam).
Namun, sebaliknya, berbagai peristiwa yang tercatat dalam "Perjalanan Seorang Prajurit Komando", memperlihatkan juga ia penuh rasa curiga sehingga memastikan seluruhnya berjalan baik-baik saja. Tahun 1988, misalnya, Prabowo dikabarkan menggalang kekuatan agar tidak terjadi suatu kericuhan pada sidang MPR. Menurut Kavli Zein, Prabowo telah menyiapkan masing-masing satu batalyon Kopassus, Infantri Linud 328, Infantri 303, 321, dan 315, untuk melakukan kontra-kudeta bila terjadi gerakan inkonstitusional.
Berangkat dari catatan Dr. Asvi mengenai sifat Prabowo-lah kita akan menilai bagaimana langkah politik seorang Prabowo Subianto selama ini. Dari catatan Dr Asvi pula kita akan menelaah keputusan-keputusan politik mantan Danjen Kopassus itu, yang menurut mentor saya; mempunyai kemampuan komunikasi politik yang lebih mumpuni ketimbang Jokowi.
Pertama, sikap "insecure" atau kehati-hatian Prabowo jelas mudah terlihat dari beberapa keputusan politiknya selama ini. Pada tahun 2012 silam, Prabowo pernah mengundurkan rencana deklarasi dirinya menjadi Capres. Keputusan pengunduran deklarasi Capres dirinya menunjukkan bahwa sosoknya adalah seorang yang "insecure", penuh dengan kehati-hatian.
Wajar saja, mengingat kala itu "genderang" penolakan Prabowo meluas di kalangan para jenderal purnawirawan. Penolakan terhadap sosok Prabowo jelas tampak pada temu alumni AKABRI 1970 (Selasa, 2/10/2012). Bahkan jenderal (purn) Luhut Panjaitan dengan vulgar menyatakan penolakan terhadap Capres yang mempunyai masa lalu yang kelam. Pernyataan yang diduga kuat diarahkan kepada Prabowo. Belakangan nama Luhut Panjaitan masuk ke dalam Timses Jokowi-Jusuf Kalla.
Sikap "insecure" Prabowo juga terlihat pada "bangunan" koalisi yang dibentuk. Koalisi Prabowo bisa dibilang sebagai koalisi "gemuk", merujuk kepada banyaknya partai kelas "berat" yang dirangkul oleh Beliau. Agaknya Prabowo hendak memastikan dirinya aman-aman saja dari gejolak parlemen andai ia terpilih sebagai Presiden pada Pileg 2014 nanti.
Namun, di sisi lain, langkah ini juga menunjukkan betapa "over confident-nya" seorang Prabowo. Belajar dari pengalaman SBY lima tahun terakhir, koalisi" gemuk" tidak menjamin surutnya gejolak di parlemen. Bahkan dari beberapa kasus, sikap partai koalisi justru berseberangan dengan partai SBY. Ini berarti Prabowo dengan sifat "over confident-nya" berani mengambil keputusan dengan membangun koalisi "gemuk" yang sialnya diisi oleh dua partai yang kerap "merongrong" SBY selama lima tahun terakhir, yakni PKS dan Golkar.
Sifat "terlalu percaya diri" Prabowo juga tampak dari keputusannya yang tegas meminang Hatta Rajasa sebagai Cawapres. Di tengah-tengah tekanan partai koalisi (terutama PKS) untuk menimbang kembali HR sebagai Cawapres, Prabowo justru mengindahkannya. Dengan "over confident" ia tetap berpijak pada keputusannya sedari awal, yaitu HR sebagai pendamping dirinya.
Alasan Prabowo memilih HR juga mudah ditebak. Mari kita kesampingkan soal elektabilitas dan popularitas, sebab pasangan PS-HR jelas masih kalah jauh dengan pasangan PS-Mahfud MD. Namun setidaknya patut dicermati posisi HR yang merupakan besan dari SBY. Dengan memilih HR sebagai Cawapres dirinya, maka "pintu masuk" kepada SBY dan gerbong partainya telah diketuk oleh Prabowo. Adapun kesediaan SBY "membuka pintu" koalisi bagi Prabowo, maka tinggal menunggu waktunya saja.
Terlepas dari dua sifat Prabowo Subianto, harus diakui bahwa komunikasi politik Prabowo Subianto jauh lebih mumpuni ketimbang Megawati. Bukti shahihnya terhampar pada bergabungnya Partai Golkar ke dalam koalisi yang dibangun olehnya pada menit-menit terakhir. Juga terlihat nyata dengan suksesnya Prabowo merangkul tokoh-tokoh publik layaknya Mahfud MD, Oma Irama dan Harry Tanoe.
Bergabungnya Mahfud MD dan Oma jelas bak "jab" kuat yang sanggup merontokkan sendi-sendi kekuatan kubu Jokowi. Bagaimanapun nama Mahfud MD lebih menjual di kalangan Nahdhliyin ketimbang JK. Juga masuknya Harry Tanoe merupakan "amunisi" yang tepat untuk mengimbangi media kepunyaan Surya Paloh yang memutuskan bergabung kepada kubu Jokowi.
Walhasil, apakah ini pertanda "angin" kemenangan mulai berhembus kepada kubu Prabowo Subianto. Jawabannya akan terhampar pada Pileg 2014 Juli mendatang.
Gitu aja koq repot!
Salam pentungan!