Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Ramadan Tanpa Ibu

12 Maret 2024   21:00 Diperbarui: 12 Maret 2024   21:08 230 13
Ramadan Tanpa Ibu

Hari pertama bulan ramadhan, kelusrga Fitri menikmati buka puasa dengan bahagia. Berbagai hidangan telah tersaji. Rido suaminya masih mendandani Rani anak semata wayang. Rani sekarang berumur 4 tahun.

Setelah semua siap mereka mengitari meja makan. Rani diapit oleh kedua orang tuanya. Sebelum berbuka puasa, mereka berdoa bersama.

Dengan berucap bismillah Fitri mengambilkan bubur ketan untuk suaminya. Sementara anaknya Rani meminta kue lapis bolu kesukaannya.

"Buburnya enak ma. Darimana tahu resepnya?"

Ketika Rido bertanya seperti itu, Fitri terlihat bengong. Tatapannya seperti jauh. Tak lama air matanya meleleh. Fitri mengenang situasi puasa setahun lalu.

Ia masih membayangkan ibunya masih berada di tengan keluarga mereka. Hanya saja menjelang minggu terakhir bencana itu terjadi. Ibunya meninggalkan Fitri selamanya.

Fitri tak menyangka, karena terpeleset saat membersihkan piring di dapur berakibatfatal. Saat itu ibunya terjatuh.

"Bu, kenapa?"
Fitri sedikit teriak. Dia bergegas ke dapur. Didapatinya ibunya tengkurap. Ia berusaha membangungkan. Ibu Fitri masih tersadar.

"Ibu tidak apa apa Fitri. Hanya sedikit sakit di siku."

Fitri mengambilkan segelas air panas dan diisi gula. "Bu, minum air ini dulu. Terus ibu istirahat saja di kamar. Nanti Fitri yang menyelesaikan pekerjaan."

Fotri memapah ibunya ke kamar. Ia menidurkan ibunya, terus bergegas membersihkan tempat makan bersama le dapur.

Semua sudah bersih. Entah mengapa, Fitri ingin menengok ibunya ke kamar. Alangkah terkejutnya ketika Fitri mendapatkan ibunya terjatuh dilantai. Ia kemudian berteriak.

"Maaas, cepat kesini. Ibu terjatuh."

Rido yang mendengar teriakan ibunya, berlari menuju kamar orang tua Fitri. Rido juga merasa panik dan tegang.

Rido kemudian memanggil tetangganya untuk membantu menggotong ibu Fitri untuk dibawa kerumah sakit.

Tidak begitu lama mereka sudah berada di rumah sakit. Tindakan kepada ibu Fitri cepat dilakukan. Terlihat alat alat bergelantungan di tubuh dan muka ibu Fitri.

Semua pengantar disuruh keluar karena ibu Fitri di rawat di ruang ICU. Hanya Fitri sendirian diruangan. Ia memperhatikan tanda seperti detak jantung.

Dalam perawatan sehari kesehatan ibu Fitri semakin menurun. Hingga suatu saat Fitri dipanggil oleh tim dokter.

"Ibu anaknya ya?" Dokter bertanya tenang.

"Ya dok. Ada apa?"

"Mohon ibu berdoa dan bersabar. Saya perlu sampaikan dengan jujur, keselamatan ibu sangat sulit terjaga. Kami sudah berusaha sekuat tenaga. Namun karena perdarahan tidak bisa dihentikan, sehingga kesadaran orang tua ibu makin menurun."

Begitulah tim medis menjelaskan. Sampai pada informasi terakhir kalau diikhlaskan alat bantu pernafasan akan dicabut, agar ibu tidak lama tersiksa.

Sebuah permintaan dan keputusan yang sangat sulit aku lakukan. Tapi daripada ibu tersiksa akhirnya aku memilih keputusan tersebit.

"Ma, ikhlaskan semua sudah berlalu. Biar ibu tenang disana."

Ucapan suaminya menyadarkan Fitri dari lamunan. Ia mengusap air matanya. Terlihat anaknya Rani ikut bengong.

Hari ini bulan ramadhan tanpa ibu. Semoga ibu damai di sana.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun