DN Sarjana
Ini perjanjian yang ke tiga Reno dengan kekasihnya. Ia tahu berjanji berkali-kali dan tidak ditepati pasti menyakitkan. Tapi ada yang lebih tulus ia harus kasihi. Ya..harus lebih tulus merawat perempuan yang melahirkannya dua puluh tahun lalu. Seorang ibu hidup sendiri. Reno harus rela menggantikan peran ayahnya yang telah lama pergi. Ia tidak mau menyalahkan siapapun. Ia harus bersyukur ayah ibunya sempat membangun rumah tangga hingga ia terlahirkan.
Hingga suatu pagi.
"Ren, rasanya ibu sudah baikan. Kemarin kamu bilang bahwa hari ini ada janji penting dengan seseorang. Silahkan tinggalkan ibu". Suara parau dari ibunya terucap.
"Tapi ibu belum sehat betul. Reno tidak yakin tinggalkan ibu". Sambil berucap Reno mengurut tangan ibunya.
"Kan masih ada adikmu. Dia bisa menunggui ibu. Ibu juga sudah selesai mandi, makan dan minum obat yang kau berikan tadi. Percayalah".
Mendengar semangat ibunya untuk menyuruh pergi, Reno menjadi agak lega. Dia sadar ini mungkin hari valentine terakhir sebagai ujian dari kekasihnya Vivin.
"Reno pamit dulu ya bu. Â Sebentar saja. Ibu tidak usah turun dari tempat tidur. Kalau ada mau, suruh saja Ade mengambil". Ibu Reno mengangguk.
*****
Senja bergelayut  mau menjelang malam. Reno tidak ingin pertemuan hari ini gagal. Dia membayangkan betapa marahnya Vivin bila ia ingkari lagi.
Belum selesai bersiap, dering hp di saku celana berbunyi. Reno dengan sigap mengambilnya. Terdengar suara Vivin sedikit cemas.
"Ren, kau dimana. Ini sudah mau malam. Bisa kau luangkan waktu sejenak".
"Sabar ya Vin. Aku sudah di atas motor. Tinggal stater saja. Paling perjalanan tiga puluh menit. Aku jemput kamu ya. Kita barengan ke pantai".
"Ya kak Reno. Tapi jangan lama ya". Vivin memandangi hpnya. Dia tertegun wajah Reno. Tiga tahun Reno setia menemani ku, pikirnya.
Deru kendaraan lumayan padat sore ini. Biasalah, mau malam minggu. Apalagi berbarengan dengan hari Valentine. Hari kasih sayang. Hari buat kalangan anak muda. Reno melaju kendaraan lumayan kencang. Dia takut terjadi kekecewaan ke tiga kalinya untuk Vivin.
Tidak berselang lama, Reno sudah sampai di rumah Vivin. Di depan pintu, Vivin berdiri menunggu.
"Vin, kau sudah disini. Wah, cantik banget. Tapi kita harus pamitan dulu sama ayah,ibu. Ayo kita ke dalam dulu".
Mereka berdua mendekat kepada ayah dan ibu Vivin. Mohon ijin untuk pergi bersama.
*****
Dibawah langit senja yang sedikit berwarna jingga, pasangan kekasih melaju menuju tempat wisata yang sangat disukai anak muda. Entah siapa yang memberi nama, hamparan bekas sawah di tepi pantai disebut Pantai Cinta. Panoramanya memang sangat indah. Menghadap ke barat hamparan laut dengan debur ombak dan siluet warna jingga, sangat memanjakan untuk dipandang.
Reno dan Vivin melepas semua perasaan yang terpendam. Tiga tahun bukan hal yang mudah untuk menjaga kesetian. Suasana beda pendapat sering terjadi. Maklum mereka jarang bisa bertemu karena kesibukan masing-masing. Reno mengambil seikat bunga dari balik bajunya dan berusaha menutup mata Vivin.
"Apa apaan ini kak Reno. Uh..aku merasa tidak nyaman".
Vivin memegang tangan Reno agak keras dan berusaha melepas dari dekapan matanya. Dia terkesima. Dilihatnya seikat bunga mawar merah di depan wajahnya. Dia melirik Reno melepas senyum. Diijinkannya sebuah kecupan menempel di dahinya. Senja ini kuntum hati mereka berbunga. Rangkaian sanjungan mereka bagi habis. Tiada sedih terbersit. Tiba-tiba terdengar bunyi hp dari saku baju Reno.
"Kakak pulang. Kondisi ibu memburuk". Reno sedikit panik. Dia tidak bisa menyembunyikan cemasnya dihadapan Vivin.
"Vin, ayo kita pulang. Ibu ku katanya memburuk".
"Ibu sakit ya Ren? Kenapa tidak bilang dari tadi? Aku ikut kerumah". Jawab Vivin memelas.
"Nanti aja Vin. Pulang aja dulu. Tidak enak sama ayah, ibu di rumah".
Reno mengendarai motornya agak kenceng. Dia tidak ingin ibunya mengalami musibah. Setelah mohon ijin dari rumah Vivin, Reno melanjutkan perjalanan ke rumah.
"Hati-hati ya Mas".
Reno mengangguk. Sesampai di rumah dia bergegas masuk ke dalam rumah. Didapatinya rumah sudah kosong. Reno kebingungan. Dia mengambil hp. Dibaca wa dari adiknya. "Ibu sudah saya bawa ke rumah sakit.
Reno bergegas memacu kendaraan. Sesampai dirumah sakit, didapatinya ibu nya sudah di ruang icu. Reno sedih, diseluruh tubuh ibunya bergelayut peralatan medis.
Sampai sore Reno menunggui ibunya dengan penuh kecemasan. Entah darimana Vivin sudah ada disampingnya. Wajahnya kelihatan sedih melihat kekasihnya.
"Gimana ibu Ren. Sudah baikan". Reno dengan nada lemah menjawab.
"Masih di ruang ICU". Dia tidak lagi bisa melanjutkan kata-kata. Perasaannya begitu pilu.
"Sabar ya Ren. Kita harus lebih banyak berdoa demi kesembuhan ibu". Vivin memegang tangan Reno.
Menjelang sore, Vivin tetap setia menemani Reno di rumah sakit. Tiba-tiba saja tim dokter memanggil keluarga. Reno bergegas keruang icu. Vivin mengikuti jejak Reno.
Sesampai di dalam ruang icu, didapati rekaman denyut jantung ibunya berupa garis lurus saja. Para medis dan dokter yang merawat kelihatan cemas. Salah seorang kemudian berkata.
"Mohon maaf kami tidak bisa menyelamatkan ibu". Baru sekian ucapan dokter, tangis histeris memecah kesunyian. Reno dan adiknya memeluk jasad ibunya. Vivin tidak kuasa menahan tangisnya. Dia menghampiri Reno. Dia berusaha menenangkan Reno.
"Vin, aku kehilangan semuanya". Suara reno dibalik tangisnya yang sesenggukan.
"Aku masih disisi mu Ren. Aku akan menemanimu selamanya". Vivin menenangkan Reno.
Reno memeluk Vivin. Vivin mengambil seikat bunga mawar yang baru saja diberikan oleh Reno.
"Ren, bunga ini aku titipkan sama ibu. Aku ingin buktikan kesetianku padamu dihadapan ibu, walau beliau sudah tiada".
"Terimakasih Vin. Hanya kamu yang bisa menggantikan ibu".
Mereka bergegas mempersiapkan penguburan ibunya.
Ternyata seikat bunga mawar di hari valentin, hanya isyarat ikatan cinta mereka harus dijaga.
Bali, 13 2 23