Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Cinta Kian Bersemi

14 Januari 2024   11:42 Diperbarui: 14 Januari 2024   11:48 80 1
CINTA KIAN BERSEMI
DN Sarjana

Matahari sudah meninggi. Lely sangat suka bermain air laut ditepian pura Tanah Lot. Dia melihat kerumunan orang. Rupanya mereka bergiliran masuk ke dalam goa tempat ular. Ular suci yang ada di pura.
"Kakimu tidak sakit lagi ya". Dedi memancing ingatan Lely di sela ia bermain air.

"Ah, kak Dedy". Sambil memandangi, Lely melempar percikan air ke Dedi yang sedang memandangi kekasihnya.

"Bener, aku pingin tahu. Nanti kalau masih sakit, kita cari tempat teduh. Akan kupijiti".
Lely kelihatan malu-malu. Dia berlari mendekati Dedi terus mengguncang badannya.

"Uh, mulai berani ya. Awas ntar beneran kakiku sakit".

"Siap memijit kok. Tidak hanya kaki. Yang lain boleh".

"Mas, kamu ngaco. Memang aku ini siapa. Kata Lely memancing sambil melepas senyum dihadapan Dedi.

Sisa waktu yang beberapa jam saja, membuat hari mereka sangat bahagia. Saling berpegangan bahkan sesekali berpelukan. Tidak ada lagi keraguan. Hati mereka berbunga-bunga. Liukan tebing, sepertinya memberi isyarat sesuatu yang tumbuh alami jauh lebih indah. Mereka  berdua meninggalkan area pura dengan menaiki tangga di pintu keluar. Lely sangat tertarik dengan jejeran pakaian perempuan. Ia mengajak Dedi mendekati.

"Kak Dedi ini bagus ya".

"Kok kamu beli yang gitu?" Dedi pastinya tidak paham dengan gaun perempuan.

"Maksud kak Dedi?"

"Itu kan gaun perempuan. Cocok untuk yang masih punya bayi. Tapi kamu kan.." Lely memotong perkataan Dedi.

"Ded, emangnya kita sudah punya anak?"

"Setahun lagi", Dedi memancing. Alis Lely sedikit mengkerut. Ada bayang kebahagian ketika itu terjadi, dan rumah diwarnai suara anak kecil.

"Dedi, Dedi. Ini gaun tidur namanya. Walau daster, tapi dia sudah modif. Ini untuk anak muda". Dedi mengangguk, pura-pura paham.

Tak berselang lama, hp Lely berbunyi.  Suara pak Putu sopir taxi. Katanya waktu berkunjung sudah habis. Mereka bergegas ketempat parkir. Tak lupa membeli kelapa muda.

"Maaf pak Putu kelamaan. Ini Lely tadi kakinya sakit. Tidak bisa jalan". Lely tersenyum. Dijimpitnya tangan Dedi, sambil berbisik. "Calon suami yang nakal".

"Kita kemana sekarang?", biar seharian bapak, ibu  sewa taxi". tanya pak Putu.

"Anterin aku ke hotel ya. Ni lukisannya berat. Ntar dari hotel kamu sendirian ke Ubud lagi".

"Siap, demi bidadariku".

Taxi meluncur ke arah Kuta. Jalan Nyanyi sampai Kerobokan, memang terkenal jalan super macet. Hari ini pun perjalanan mereka diganggu oleh kemacetan. Mungkin saking capeknya, Lely tertidur di pundak Dedi. Sesekali wajahnya bersentuhan dengan pipi Dedi. Dia membiarkan saja. Toh Lely sedang tidur. Dia tidak tahu kejadian itu. Tiba-tiba,
"Mas, gadis itu pacar mas ya?"

"Hmm, kenapa pak?"

"Orangnya cantik dan sangat sopan".

"Masak sih pak?"

"Benar. Kalau Mas memacarinya rasanya pas banget. Bodi sudah sama tinggi. Mas ganteng.
Dedi antara percaya dan tidak percaya mendengar ucapan pak Putu. Kok bisa sih kecurigaannya seperti itu. Ah, ngapain juga dipikirin.
"Mas, sudah dekat. Dibangunin dulu".

"Lel, bangun. Sudah nyampe". Dedi mengambil kepala Lely yang bersandar di bahunya.

"Oh, aku tertidur ya".

"Ya, dipundakku". Lely tersenyum. Mereka bergegas menuju lobi hotel, setelah membayar sewa taxi.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun