DN Sarjana
Titik nol. Begitulah masyarakat Yogja menyebutnya. Aku malu bertanya. Yang dimaksud titik nol apa sih. Aku biarkan pertanyaan itu menggelayut di kamar tempat menginap. Jujur walau Aku sudah dua tiga kali datang ke Yogja, tapi itu semata karena tugas. Tidak sempat lah perasaan sesantai kunjungan kali ini.
Senja telah menapaki kota Yogja. Sayang hujan gerimis turun, hingga aku menunda sebentar perjalanan menuju tempat yang tidak asing bagi wisatawan ke Yogja yaitu Malioboro. Aku ingin melepas kangen yang lama memenjara kerinduanku pada wajah Malioboro yang mempesona.
"Ayo kita berangkat. Hujan sudah berhenti." Kata Rido sambil mengambil tas kecil."
"Aku nurut aja Do." Jawabku sambil mencari poto-poto di hp tentang makanan khas Yogja.
Tidak berselang lama grab yang dipesan Rido sudah nyampe. Aku dan Rido bergegas naik. Kurang lebih 30 menit, kami turun di utara Malioboro. Berjalan dikerumunan pengunjung sungguh menyenangkan. Beragam tampilan utamanya pastilah yang perempuan aku lirik-lirik. Wajarlah Aku masih muda dan merasa ganteng, eee.
"Matamu gelagapan ya. Awas tersandung batu besar." Tiba-tiba Rido nyeletuk. Rupanya dia memperhatikanku.
"Heeem..., maklumlah Rido. Siapa tahu aku dapat jodoh di sini." Jawabku sambil belingsutan.
"Lelaki doyan, emang tidak cukup satu." Rido menjawab sambil memegang tanganku menelusuri pinggir toko di Malioboro. Aku tertegun melihat temaram lampu nan indah. Sesekali ditingkahi deraf suara pedati dan kaki kuda membawa muatan. Deretan toko memajang baju batik dan pernak-pernik khas Yokja menambah semarak jalanan wisatawan yang ingin berbelanja. Di depan pertokoan Aku terhenti sejenak. Aku baca sebuah tulisan nama jalan berwarna biru langit. Aku lama memandangi. Apakah aku salah lihat? Pikirku. Aku baca berulang. Tetap saja bacaannya "Jln Sarjana." Di bawahnya tertulis Sasaran Janda Muda. Aku tersenyum sendiri.
"Ngapain sih kamu senyum sendiri?" Tanya Rido sambil memegang pundakku.
"Rido. Coba kamu baca!" Aku tunjukkan telunjukku. Rido pun tersenyum.
"Ah, kayak kesukaanmu ya? Kami pun terus menelusuri Malioboro.
"Kita makan dulu di lesehan paling timur. Enak dan murah."
Aku nurut aja. Rido mengajakku duduk paling timur. Terlihat grup musik sudah menembangkan.... rekues dari tamu yanh sedang makan. Mataku tetap saja gelagapan. Suasana yang sangat nyaman dan anggun. Kami disodori list makanan. Sekali lagu aku terheran. Ku baca "Lesehan Kandang Macan. Waah...serem banget. Pikirku.
"Mas..., mesen apa?" Pelayan tiba-tiba berdiri di hadapanku. Aduh cantik banget. Wanita seperti ini harapanku.
"Aku pesen ayam goreng, nasi putih tambah jeruk anget."
"Sudah cukup?" Perempuan itu memandangku.
"Tambah senyummu."
"Ah..., ada ajaah Mas nya." Perempuan itu sekali lagi melepas senyumnya dan membawa list pesanan. Begitu sempurna. Kata hatiku. Bagaimana aku bisa mencintainya?
Tidak lama Rido datang dari kamar kecil. Pesanan makanpun berbarengan datang.
Aku mengambil dari perempuan di hadapanku. Jemariku sempat bersentuhan. Terasa menelisik di sekujur tubuhku.
"Maaf mbak. Boleh Aku tahu namamu. Sekalian nomer telpon?"
"Genit banget sih kamu." Rido nyeletuk sambil minum jeruk hangat.
Perempuan itu menulis dan menyerahkan padaku. "Selamat menikmati Mas."
Jujur, makanan saat itu terasa hambar. Akankah karena Aku terkena panah asmara? Apakah nama Lely yang tertera di kertas itu bisa menghiasi bahagiaku nanti? Ah, jalan masih jauh. Aku tak boleh hanjut dalam ilusi. Biar kerinduan ku titip di sudut kota Yogja