Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Selimut Rindu di Danau Buyan

21 Juli 2023   04:37 Diperbarui: 21 Juli 2023   04:53 338 8
SELIMUT RINDU DI DANU BUYAN
DN Sarjana

Menyusuri jalanan ke Singaraja, cukup mengasyikkan. Dua puluh kilometer sebelum sampai di Bedugul, mata kita dimanjakan oleh pemandangan alam yang menakjubkan. Tanah perkebunan berundag dengan terasering tertata rapi menandakan pemiliknya memiliki jiwa seni yang tinggi. Maklum orang Bali soal berkesenian sangat melekat dalam hidup keseharian. Dikejauhan tampak menguning bunga gumitir, diselingi hamparan kebun sayur menghijau sepanjang mata memandang, makin merayu getar rasa di hati. Jalan berliku tidak terasa. Semakin dekat dengan Bedugul hijau bebukitan menjulang. Tak terlalu lama air Danau Beratan terlihat biru langit. Sangat menyejukkan. Hari itu jalanan lumayan lancar walau di sana-sini masih sempat terjebak kemacetan.

Tiba-tiba google map berbunyi. "Sepuluh meter lagi, belok kiri, terus lurus ke selatan."
Kami mengikuti suara petunjuk itu. Terlihat tulisan Danau Buyan. Kami terus belok kiri. Rupanya daerah sini sudah penuh dengan destinasi camping. Terlihat tenda-tenda terpasang pada rumput luas dan rapi. Bunga warna -warni memanjakan mata memandangnya. Terasa udara mulai dingin menyengat, walau terik matahari nampak cerah. Kami istirahat sejenak sebelum menuju tempat kegiatan sosial. Tempat yang dituju sebuah warung kecil didataran cukup tinggi.

"Buk, saya pesen kopi hangat satu. Ndak usah terlalu manis."
Pedagang dengan cekatan membuatkan. Saat menyuguhkan, kulihat wajah dan senyumnya manis juga. Sempat berbincang konon kakeknya ketempat tinggal tepian danau Buyan kisaran tahun 1940an. Waah, rentang waktu yang panjang

"Ini pak. Kalau kurang gula silahkan minta lagi."
Indra mengangguk dan pedagang itu meninggalkan tempat duduk di teras batu. Beberapa saat kemudian kami meninggalkan warung itu. Kami melanjutkan perjalanan. Tempat kegiatan sangat mudah di cari. Di wantilan Pura di Danau Buyan.
Sampai di tempat, suasana sangat akrab dan ceria. Beberapa kelompok mahasiswa duduk rapi. Sebagian menikmati indahnya alam.

Rasa dingin meyusup ke tubuh Indra , entah angin darimana memberi kabar, bahwa Ririn adik tingkat tidak mengikuti bakti sosial. Dia mengambil telpon genggam menghubungi Ririn.

"Rin, emang bener kamu tidak ikut kegiatan bakti sosial besok? Indra menatap Ririn lewat vidio call, dengan sorot mata penuh pengharapan. Indra berkeinginan Ririn menemani hari-harinya berkemah di tepian Danau Buyan. Hanya saat seperti itu Indra bisa menyampaikan isi hatinya pada Ririn.

"Indra, kamu tahu kan ayah ibuku? Sekali dia dengar aku mengagungkan cinta dengan seseorang, maka tamatlah perkuliahanku."

"Tapi kamu kan bisa buat alasan?"

"Alasannya apa indra? Kalau sampai menginap pasti orang tuaku tidak berkenan."

Indra lama mendiamkan telponnya. Sambil merenung dia menemukan akal.
"Rin, bilang aja kamu kuliah ya. Aku jemput kamu. Aku akan ijin sama teman panitia."

Suara telpon sepi. Ririn lama tidak menjawab. Dia ragu cara itu. Tapi tidak ingin mengecewakan Indra, Ririn mengambil keputusan.
"Ok lah Indra. Tapi saya mohon hal ini tidak diketahui orang tuaku."

Indra mengiyakan. Dalam hati dia bilang yess. Ia terus menutup vidio call  dan kembali ke tempat panitia.

Walau ia sadar sebagai lelaki, Indra tak malu berkata dalam diri "hatinya berbunga" kayak perempuan aja. Setahun Indra menambatkan cintanya di belahan hati Ririn, tak sekalipun dia punya kesempatan mengajak Ririn jalan-jalan. Ia maklum keluarga Ririn keluarga terpandang. Apalagi Ririn, satu-satunya anak perempuan.

Kesibukan panitia bakti sosial sore ini makin meningkat. Pemasangan spanduk dan beberapa umbul-umbul selesai dilakukan. Mahasiswa putri sibuk menyapu di wantilan sebagai tempat menyambut tamu. Tidak terasa malam menjemput. Tak ada lagi terlihat mentari. Dia sembunyi dibalik pohon besar dan bebukitan. Angin dingin terasa menusuk di bawah kulit.
Sehabis makan malam, hanya terlihat satu dua mahasiswa, utamanya yang cowok. Maklum mereka menikmati seruput kopi hangat dan sedotan rokok. Cuaca seperti ini minum kopi hangat sambil merokok memberi sensasi nikmat.

Beda dengan Indra. Ia dengan beberapa teman berdesakan di tenda. Semua tergulung di selimut masing-masing. Indra berpapasan punggung dengan temannya. Matanya tak mau terpejam. Ada bayangan Ririn hadir dalam kerinduan. Kalau boleh berharap malam ini biar lebih pendek. Ia tak sabaran menjemput kekasinya. Malam terus mengular. Entah jam berapa. Dikejauhan terdengar suara burung. Ia pura-pura ijin kebelakang. Indra mengambil motornya dan meluncur menjemput Ririn. Ia berharap jam 8 pagi sudah tiba di kampus, sehingga tidak terlambat saat pembukaan bakti sosial.

Gayung bersambut. Ternyata Ririn sudah menunggu di kampus.

"Sudah tadi Ririn?"

"Menurutmu gimana Indra?"

"Heemm.... Dugaanku baru aja. Buktinya kamu sangat cantik." Indra menggoda. Ririnpun tersenyum.

"Iihh..Kalau ada maunya, laki-laki pintar merayu."

"Kecuali aku tidak khan?" Indra memegang tangan Ririn dan mengajak naik ke motor.

Perjalanan dari kota tua pagi ini lumayan dingin. Sekali-kali Indra mengencangkan lari motor dan meliukkan pada tikungan. Hingga Ririn memeluk pinggangnya dengan erat.

"Indra, gimana sih kamu bawa motor? Jangan gitu?"

"Trus gimana? Masak tikungan motornya jalan lurus."

"Maksudku bukan gitu. Pelan-pelan."

"Kalau kita terlambat kan ketahuan!". Indra ngegas motornya. Ririn ketakutan dan menguatkan pelukannya.

"Indraaa.., aku takut. Baiknya aku turun aja."

"Ririn. Aku lebih takut. Takut kehilanganmu."
Ririn menjewer paha Indra. Motorpun kencang melaju. Tinggal satu tikungan saja, Indra dan Ririn sampai ditempat kegiatan. Indra merasakan pelukan Ririn di pinggang menambah semangatnya mengendarai motor. Sementara hati Ririn deg-degan. "Aku malu ya sama dosen dan teman kakak tingkat." Hingga ia berucap.

"Indra, perasaanku ndak enak sama kakak tingkat".

"Maksudmu?" Indra menghentikan laju motornya, sambil menoleh kebelakang.

"Iya, Ririn kan ndak begitu kenal ama mereka. Masak sih ikut."

"Ririn....Ririn... Kan ada aku pacar setiamu. Siapa berani?" Indra menghibur sambil memegang tangan Ririn.

"Uuuh, dari kapan setianya? Paling-paling aku ditinggal sebentar."

Ririn memperlihatkan ketusnya. Matanya memandang wajah Indra. "Ganteng juga pacarku ya." Kata Ririn dalam hati.

"Ayo naik sayang. Lima menit lagi udah nyampe." Ririn naik keboncengan.

Benar saja tidak sampai lima menit sudah sampai ketempat acara. Kesibukan sudah nampak. Indra memegang tangan Ririn.

"Indra, kamu pulang ya?" Tanya Inka.

"Iya, ada yang aku lupa."

"Pantesan tidak kelihatan tadi pagi."

"Lupa pacar yaaa...?" Binggo menimpali sambil melirik perempuan di samping Indra.
Wajah Ririn kelihatan agak merah. Dia merasakan sesuatu yang nggak enak.

"Kali iyaa...Indra menyahut sambil melirik Ririn. Ririn sembunyi-sembunyi mencibit tangan Indra.

"Aduuuh..." Ririn menjimpi tangan Indra, hingga ia mengaduh.

"Kenapa Indra?" Inka memegang tangan Indra dengan reflek. Ia memang seperti itu dengan teman. Inka perhatian dan sangat energik. Makanya teman-teman menunjuknya sebagai korti (kordinator tingkat)

Sementara Ririn kelihatan salah tingkah. Dia tidak biasa melihat pemandangan seperti itu. Ririn mulai cemburu sama Indra. Ririn menjauh. Ia duduk dipelataran parkir. Indra bergegas mendekati Ririn. Inka, Binggo jadi bingung. Lalu Binggo berkata.
"Gadis pingitan, emang gitu. Dikit-dikit cemburu. Rasain." Gerutu Binggo yang rada-rada cewek.
"Nggo, jangan ngaco. Perempuan emang gitu. Coba nanti kamu punya pacar."

"Rin, maafkan aku. Temenku emang seperti itu. Itu temen cowok dan cewek yang amat dekat denganku". Indra meyakinkan Ririn.

"Ooo, pantes temen dekat. Lebih dekat dari aku."

"Rin, percayalah. Aku hanya milikmu."

"Indra, anter aku pulang. Dari awal perasaanku tidak nyaman. Kamu tahu kan? Aku bukan tipe perempuan seperti dia." Air mata Ririn mulai meleleh. Suaranya agak kedalam  menahan kesal.

" Ririn, coba redam emosimu. Ririn, bayangkan setahun aku bersamamu. Apakah pernah aku mendustaimu?"

"Emang..., Emang tidak pernah aku rasakan. Tapi sekarang kan aku lihat? Apa kamu bisa berbohong lagi Indra? Ririn berdiri memukul-mukul dada Indra.

Dalam suasana kekalutan seperti itu, Inka dan Binggo hadir sebagai dewa penyelamat. Mereka curiga kenapa Indra tidak hadir sudah dipanggil untuk membawakan acara. Mereka bergegas mencari keparkiran. Benar saja mereka dilihat sedang bertengkar.

"Broo, kamu beberapa kali dipanggil. Tidak nongol. Eee...tahu-tahunya dengan bidadari."
Uuuh, namanya juga Binggo. Kayak burung beo. Pikir Indra sambil nahan mangkelnya.

"Ayo cepetan. Ndak kan ada yang ngambil gacoanmu. Atau gantian. Aku yang nungguin?" Binggo ngelantur aja tuh. Padahal Inka sudah ngasi kode dengan menempelkan jari di bibir. "Dasar beo, ketus Inka dalam hati.

Inka mengambil kendali. Ia terus menenangkan susana.
"Binggo, kamu duduk menjauh. Tuuuh, di bawah pohon. Kan pas kayak antu. Indra pindah di sampingku, biar aku yang dekat Ririn."

"Puuiih, kayak merintah anak buah kamu Inka. Aku kan temanmu." Jawab Binggo ketus.

"Yaa, kali ini aja Binggo. Nanti kamu dapat dua nasi bungkus." Inka buat guyonan dan Binggo pun berpindah.

"Ririn, aku minta maaf atas ketidaknyamanan ini. Mohon sampaikan apa masalahnya, biar kami-kami tahu. Kami kan kakak tingkatmu". Inka mendekati Ririn dan memegang tangannya.
Sambil mengusap pipinya karena malu ketahuan menangis, Ririn menceritakan ketidaksukaan sikap Indra yang melecehkan dirinya. Sebagai perempuan ia tidak terbiasa menunjukkan keakraban dengan perilaku yang tidak beretika. Masak dihadapan kekasih pegang-pegang tangan perempuan lain. Apa ini tidak melecehkan?
Inka memperhatikan dengan seksama apa yang disampaikan Ririn. Hingga kemudian ia berkata.

"Ririn, maafkan kalau itu yang terjadi. Barangkali kamu baru melihat suasana seperti ini. Begitulah kami berteman. Menjaga kekompakan. Nanti kamu akan melakukan hal yang sama. Mari ikut kami. Saya sebagai ketua korti bertanggunjawab terhadap teman-teman."

Semua menjadi terang benderang. Seterang cahaya surya yang sedikit mengusir dinginnya pagi ini. Upacara pembukaan telah berlangsung. Entah siapa yang memulai, ucapan nyanyian selamat ulang tahun, berganti dengan kata selamat dapat kekasih baru. Indra dan Ririn didampung ketengah arena. Mereka diminta saling berpegangan tangan. Puluhan ponsel mengarahkan jepretan kepada mereka berdua. Hati Ririn sangat senaaaang.

Ternyata aku keliru menilai teman kakak kelas. Di Danu Buyan Aku Temukan Selimut Rindu.

Tabanan, 12 6 23

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun