Suatu waktu ketika mereka menginjak usia 12 tahun. Mereka masih kelas 6 SD, mereka bermain bersama seperti biasa.
   "Janji kita akan bermain bersama terus ya li!" ujar Milo yang tiba-tiba takut mereka akan berpisah.
   "Pasti dong lo!" sahut anak perempuan itu.
   Namun takdir berkata lain, tepat pada hari itu setelah mereka pulang main, jam menunjukkan pukul 16.00. Sore itu kota tempat mereka tinggal terkena bencana gempa bumi yang sangat hebat. Milo yang saat itu baru tiba di rumah, seketika panik dan mengamankan diri. Beberapa waktu kemudian Milo dan keluarganya berhasil mengungsi.
    "Ma, Mili dimana ya? Apakah dia juga mengungsi di tempat ini?" tanya Milo yang sedari tadi gelisah.
    "Mili pasti udah mengungsi bareng keluarganya juga Milo, tapi tidak disini" jawab mama Milo yang mencoba menenangkan Milo.
    Rasa kekhawatiran itu selalu menghantui perasaan Milo, dia sangat ingin bertemu Mili sekarang juga. Namun sayangnya, belum bertemu dengan Mili, Milo harus mengungsi ke kota lain dan melanjutkan sekolah sementara di kota tersebut. Milo menolak untuk pindah sebelum dia bertemi dengan Mili, tapi dia tidak bisa menolak keputusan orang tuanya. 2 tahun kemudian saat mereka menginjak umur 14 tahun, mereka sudah bisa berdamai dengan keadaan. Milo yang sudah terbiasa melakukan aktivitasnya tanpa bermain dan berbicara dengan Mili.
   Di lain sisi, akhirnya kabar Mili pun diketahui. Ternyata setelah gempa yang melanda kota tempat mereka bertemu, keluarga Mili memutuskan untuk pindah dan belum sempat untuk mengabari Milo dan keluarga. Sesaat setelah Milo tau akan kabar Mili, dia mencari-cari nomor telepon beserta sosial media Mili untuk menghubunginya. Tidak lama dari itu Milo berhasil mendapat informasi mengenai Mili dan segera menghubunginya.
   "Halo Mili, kamu apa kabar?" sapa Milo melalui telepon genggam.
  "Halo ini siapa?" tanya Mili dengan bingung
 Â
   "Ini Milo, Li" jawab Milo
Â
   Seketika tidak terdengar jawaban dari Mili. Tak lama setelah itu telepon tersebut dimatikan oleh penerima. Milo bingung akan apa yang telah terjadi. Milo semakin sedih karena dia gagal berkomunikasi kembali bersama sahabat kecilnya itu.
   Beberapa waktu kemudian, dua serangkai tersebut sudah menginjak pendidikan menengah atas. Hingga mereka masuk ke pendidikan menengah atas pun, belum ada komunikasi kembali dalam pertemanan mereka. Sampai pada hari pertama masuk sekolah menengah atas, Milo bertemu gadis yang tidak asing dimatanya. Begitupun sang gadis, dia menatap Milo seolah merasa lelaki tersebut tidak asing. Mereka saling menatap satu sama lain.
   "Hai, kamu Mili?" Milo dengan berani membuka pembicaraan.
   "Milo?" tanya Mili dengan bingung.
   "Iya! aku Milo, ga nyangka kita bisa ketemu disini" jawab Milo dengan semangat.
   "Kamu apa kabar Lo" tanya Mili dengan sedikit terharu.
   "Ga baik, setelah kamu menghilang Li" sedih Milo.
  "Apaansi alay lu" ejek Mili.
  "Li, ga nyangka ya kita bisa ketemu lagi disini, aku bingung kenapa waktu aku coba hubungin kamu, kamu malah ga ada jawaban?" tanya Milo dengan dipenuhi rasa penasaran.
  "Aku seneng kita bisa ketemu disini Lo, dan kalau bahas saat itu, jujur aku masih sedih dan belum siap buat ketemu kamu dulu Milo, makanya aku ga berani angkat telepon kamu dan memilih untuk menghilang" jawab Mili dengan jelas.
  Sepasang teman itu melanjutkan percakapan mereka dengan sangat asik. Mereka akhirnya bisa bermain bersama lagi. Mereka selalu bersama kemana pun mereka pergi. Walaupun mereka sudah berpisah selama berapa tahun, namun takdir berkata untuk mempertemukan mereka lagi.