Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla merasa sama-sama beruntung meski mendapat nomor urut yang berbeda. Pada pemilihan presiden 9 Juli mendatang, Prabowo-Hatta mendapat nomor 1, sedangkan Jokowi-JK mendapat nomor 2.
Baik Prabowo maupun Jokowi sama-sama merasa optimis dengan nomor yang didapatkannya. Prabowo mengatakan nomor urut satu merupakan simbol kebaikan. "Kami bersyukur dapat nomor urut satu, (itu) simbol yang baik, lambang yang baik," kata Prabowo usai penetapan nomor urut peserta Pilpres di Gedung KPU Pusat Jakarta, Minggu (1/6).
Dia mengatakan akan bekerja keras untuk memenangi Pilpres, sehingga nantinya dapat memimpin Indonesia menuju perubahan lebih baik. "Kami akan terus bekerja keras, mitra koalisi kami juga. Mudah-mudahan dapat dukungan banyak, semangatnya luar biasa. Kami mendapatkan getaran dari rakyat," kata Prabowo.
Terkait adanya kampanye hitam yang menyudutkan dia soal dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dia mengatakan rakyat Indonesia dapat memilah kampanye positif dan kampanye hitam, sehingga pihaknya tidak mengkhawatirkan ada upaya serangan yang menjatuhkan citranya. "Rakyat kita sudah tidak bodoh lagi, rakyat kita tahu fitnah itu bagaimana. Jadi, kita serahkan kepada rakyat," kata Prabowo.
Jokowi mengatakan nomor urut dua merupakan simbol keharmonisan dan keseimbangan. "Diberi nomor dua, itu simbol keseimbangan dan harmoni," kata Jokowi di acara yang sama. Jokowi mengibaratkan angka dua sebagai bentuk keseimbangan untuk menuju Indonesia yang lebih harmonis.
"Dua adalah simbol keseimbangan. Ada capres ada cawapres, ada mata kanan ada mata kiri, ada telinga kanan ada telinga kiri, ada tangan kanan dan ada tangan kiri. Semuanya itu harmoni dalam sebuah keseimbangan menuju Indonesia yang penuh harmoni," katanya.
Gubernur non-aktif DKI Jakarta itu menyatakan pasrah dengan pilihan masyarakat Indonesia. "Semua kita kembalikan kepada Allah, terserah masyarakat seperti apa. Kami hanya melaksanakan dan menjalankan kalau diberi amanah sama rakyat. Kami kerja sebaik-baiknya dan kerja sekeras-kerasnya," katanya.
Dalam acara itu, Jokowi dinilai berpidato melewati batas. Jokowi sempat melontarkan ajakan memilih, padahal masa kampanye belum dimulai. "Nomor dua adalah simbol keseimbangan. Semuanya harmonis dalam sebuah keseimbangan dan untuk menuju kepada Indonesia yang harmonis yang penuh keseimbangan. Pilihlah nomor dua," katanya dibarengi tepuk tangan pendukungnya. Pernyataan Jokowi yang mengajak masyarakat memilih dia merupakan salah satu aspek kampanye yang seharusnya belum boleh dilakukan peserta Pilpres.
Masa kampanye Pilpres baru resmi dimulai pada Rabu (4/6) hingga tiga hari sebelum masa tenang menjelang pemungutan, yaitu 5 Juli mendatang. Komisioner KPU Pusat Hadar Nafis Gumay sempat memperingatkan kedua pasangan calon untuk menahan diri. "Jangan melakukan kampanye terlebih dahulu, tunggulah sampai tanggal 4 Juni. Itu kan tidak lama lagi," kata Hadar.
Terkait pernyataan Jokowi itu, Hadar menyerahkan sepenuhnya kepada Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) untuk menindaklanjutinya. "Sekarang kita tanya diri kita masing-masing, apa maksud menyampaikan (ajakan memilih) nomor urut kalau tidak untuk mendapatkan dukungan dan simpati," jelasnya.
KPU berharap semua tim pemenangan pasangan calon peserta Pilpres untuk saling menahan diri. "KPU ingin mereka menahan diri untuk tidak melakukan kampanye. Setop dululah, mari kita sama-sama mematuhi peraturan. Itu juga untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat," ujarnya.
Bawaslu sendiri siap mengusut pernyataan Jokowi itu. "Kami tidak melihat dalam posisi langsung apakah itu aktivitas kampanye atau tidak. Biarlah kawan-kawan yang menangani pelanggaran pemilu di Bawaslu untuk menilai, karena mereka punya rekaman sendiri," kata Komisioner Bawaslu RI, Nasrullah.
Bagi pasangan capres-cawapres yang berkampanye di luar jadwal, Bawaslu tidak tinggal diam. Pihaknya akan melakukan klarifikasi kepada yang bersangkutan, termasuk Jokowi.
berbagai sumber