Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Pengantin Pegon; Pengantin Khas Surabaya (Bagian 1)

16 Mei 2015   04:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:59 2024 0
Surabaya, semenjak ratusan tahun yang lalu dikenal sebagai daerah maritim. Sebelum terbentuk menjadi kota, Surabaya telah menjadi wilayah atau daerah yang memiliki pelabuhan yang besar di ujung timur pulau Jawa. Pelabuhan ini banyak didatangi oleh pedagang atau saudagar di seluruh dunia. Kebanyakan untuk berdagang meski ada yang hanya singgah sejenak.

Oleh karena itu Surabaya memiliki tingkat akulturasi budaya yang sangat tinggi. Pertemuan orang2dari berbagai bangsa cukup memberikan warna yang signifikan kepada karakter orang Surabaya. Sebagian dari pedagang yang datang malah ada yang memutuskan untuk menetap. Sebagian juga ada yang menikah dengan orang Surabaya asli. Oleh karena itu tidak heran jika di Surabaya bisa ditemui perkampungan2penduduk yang berasal dari suku yang berbeda dari penduduk aslinya. Seperti perkampungan Arab di Ampel dan perkampungan Cina di wilayah Kembang Jepun.

Tidak banyak yang tahu bahwa di Surabaya dulu pernah berdiri sebuah kerajaan. Kerajaan tersebut didirikan oleh orang2Raden Wijaya yang melarikan diri dari Majapahit yang terletak di Mojokerto. Sebagian lainnya dari orang2Raden Wijaya juga melarikan diri ke Madura dan mendirikan kerajaan Madura di Sumenep. Kerajaan Surabaya ini memang tidak banyak diketahui kisahnya namun peninggalannya masih ada beberapa sampai sekarang. Bukan bentuk bangunan namun penanda sebuah wilayah yang dijadikan nama jalan di tempat yang diperkirakan sekitar lokasi Kerajaan tersebut berdiri.

Buat kalian yang ngaku orang Surabaya asli pasti tau daerah yang bernama Jalan Jagalan, Jalan Kepatihan, dan alun2kerajaan berada di wilayah Kramat Gantung. Kerajaan Surabaya memang diyakini berada di wilayah antara Kramat Gantung, Blauran, hingga ke Peneleh.

Kenapa saya merasa penting menceritakan tentang Kerajaan Surabaya? karena dari sanalah cikal bakal adanya pengantin pegon. Sama seperti keberadaan kerajaan Surabaya yang tidak banyak diketahui oleh sebagian besar masyarakat kota Surabaya sendiri, pengantin pegon juga mengalami nasib yang sama. Banyak pernikahan yang diselenggarakan oleh orang Surabaya yang menggunakan adat Jawa namun mengacu kepada ada Jawa Jogja atau Solo Basahan. Padahal sesungguhnya Surabaya sendiri memiliki adat pernikahan sendiri yang khas yaitu Pengantin Pegon.

Pengantin pegon karena lahir dari masyarakat pesisir pantai yang banyak disinggahi oleh pedagang dan saudagar dari seluruh penjuru dunia, seperti yang saya jelaskan diatas, maka mengalami pengaruh budaya dari berbagai etnik yang ada dan tinggal di Surabaya masa itu. Pengantin Pegon dipengaruhi oleh budaya Arab, Cina, Belanda dan kerajaan Surabaya sendiri.

Pada bagian ini saya akan fokus menjelaskan mengenai tata busana dan rias pengantin pegon. Untuk tata cara pernikahannya akan saya jelaskan pada bagian selanjutnya;)  Dari segi busana dan rias pengantin, busana pengantin pegon memang agak berbeda dengan pengantin Jogja atau pengantin Solo. Busana pengantin putri terdiri dari rok dan blus lengan panjang dengan model rok panjang hingga mata kaki, atau sebatas sampai betis serta blus tidak boleh tembus pandang.

Untuk warna busana, pengantin pegon cenderung berwarna soft seperti kuning muda, merah muda atau biru muda. Pengantin putri harus menggunakan sarung tangan yang senada dengan warna busana dan stocking sewarna kulit. Untuk alas kaki menggunakan sepatu pantofel yang tertutup dan bertumit tinggi.

Pada bahu kiri dipasang selendang menjuntai ke belakang dengan panjang sekitar 2 meter dan diatasnya dihiasi korsase. Pengantin putri juga membawa hand bouquet. Untuk perhiasan yang digunakan adalah perhiasan kalung kolie permata (sejenis permata yang besar2), anting panjang dengan permata, gelang dan cincin. Untuk riasan yang digunakan cenderung soft dan disesuaikan atau senada dengan warna busana yang dikenakan.

Untuk riasan sanggul, rambut pengantin putri dibagi dua, atas dan bawah. Masing2lantas sebagian dijalin dan sebagian disasak hingga membentuk bulatan2yang kemudian diatasnya dipasangi cemara. Rambut bagian atas disasak penuh, dibentuk bulat bagian kiri dan kanan menutup sepertiga daun telinga. Cemara dibentuk sanggul bulat dari kiri ke kanan.

Sanggul ditutup dengan ronce bunga melati dengan dipasang sisir melati pada bagian atas sanggul antara kepala dan sanggul. Pada bagian bawah sanggul dipasang ronce bunga kenangan kuning dengan melati ditengahnya yang menyambung dengan sisir melatinya. Bunga melati juga dipasang di kanan kiri sanggul. Sebelah kiri dipasang sebanyak 7 untai melati sepanjang 50 cm dan sebelah kanan dipasang sebanyak 5 untai melati sepanjang 25 cm.

Ditengah2sanggul dipasang bunga mawar dengan hiasan pinggir bunga melati. Untuk menutupi sanggul bagian depan dipasang mahkota persis di dahi atau pada tempat tumbuhnya rambut muda. Jarak antara sanggul dan mahkota ditutupi juga dengan hiasan bunga mawar. Kemudian dipasang kembang goyang sebanyak 12 buah, 7 menghadap kedepan dan 5 menghadap kebelakang

Untuk pengantin putra rias dan busananya lebih sederhana. Pengantin putra menggunakan celana panjang dan jubah, serta topi berbentuk sorban yang diberi ronce melati sebelah kanan dengan dipasang 2 kembang goyang. Pengantin pria juga menggunakan alas kaki berupa terompah dan selempang yang terbuat dari bunga melati (disarikan dari berbagai sumber).

Nah, buat kalian yang ngakunya arek Suroboyo, berminat menikah dengan menggunakan adat pengantin pegon?;)

Best Regards

Vika Ch

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun