Pertama, saya asumsikan dulu bahwa para pembaca yang budiman pastilah melek internet dan pernah mengenyam bangku sekolah sama seperti halnya saya.
Kedua, dengan asumsi di atas bolehlah saya menggunakan kata ganti "kita" untuk menandakan bahwa kita berada dalam satu dunia. Dunia yang katanya lebih maju dari "mereka".
Ketiga, Saya menggunakan kata ganti "mereka" untuk menyebut saudara-saudara kita di pelosok yang belum melek teknologi.
Keempat, saya hanya mau sedikit bernostalgia saja koq dengan pengalaman Kuliah Kerja Nyata "kami"beberapa tahun yang lalu.
Kelima, saya menggunakan kata ganti "kami" untuk menyebut saya dan teman-teman KKN saya.
Keenam, inilah ceritanya…
Saya, seperti manusia yang pernah kuliah lainnya, pastilah pernah merasakan apa yang namanya KKN.KKN adalah 3 buah SKS unik dalam masa kuliah, dimana kita tidak duduk di kelas atau praktikum di Laboratorium atau praktek di perusahaan.
KKN adalah sebuah mata kuliah kehidupan saya bilang, mata kuliah dimana kita dalam satu tim dadakan harus terjun dan berinteraksi dengan masyarakat selama kurang lebih satu bulan lamanya dalam suatu misi mengaplikasikan ilmu yang telah kita peroleh di bangku kuliah untuk membantu masyarakat.
Membantu masyarakat desa yang katanya kurang melek pendidikan.Cocok sekali, tema KKN saya waktu itu adalah Pemberantasan Buta Aksara (PBA).
Kami waktu itu satu tim beranggotakan 10 orang. 1 orang dari Fakultas Perikanan, 2 orang dari fakultas teknik termasuk saya, dan 7 orang dari fakultas kedokteran.
Jarak lokasi KKN di kecamatan Kertanegara Purbalingga dari kota kecil kami Purwokerto sebenarnya tak terlalu jauh. Hanya sekitar 1 jam perjalanan dengan menggunakan motor.Tetapi ternyata perbedaan fasilitas dan karakteristik sosial sungguh jelas terasa.
Di sini tak ada internet, sinyal HP susah, banyak nyamuk, tidak ada Alfamart - Indomaret, tidak ada kulkas-kecuali ditempat pak Kades, rumah-rumah penduduk yang sangat sederhana, makanan istimewa bernama Nyimplung (akan saya jelaskan nanti), jam 8 malam sudah sepi nyenyet-sejauh mata memandang hanya areal persawahan dan perkebunan luas yang gelap tanpa lampu penerangan, tidak ada rumah sakit dan dokter-hanya puskesmas kecil dan seorang bidan desa, SMP terdekat sejauh 15 kilometer, SMA terdekat sejauh 25 kilometer, dan paling parah serta memprihatinkan pemirsa, disini tidak ada warung mie ayam! Bisa anda bayangkan itu?
Argh.. Serasa terisolir dari peradaban pokoknya...