Padahal dunia itu diam, tetapi manusia yang terus mengejarnya. Seolah tidak mengenal kata lelah. Sedangkan, bahagia yang didamba tidak kunjung datang. Lelah fisik? Tentu. Lelah hati? Apalagi. Sehingga kehidupan berada di jalur yang sama terus-menerus. Kita yang menjalani pun akan berada di titik jenuh pada akhirnya.
Kemudian, apa yang harus kita lakukan? Apakah kita harus menarik diri dari dunia?
Ada kalanya kita harus menepi sejenak. Melepas diri dari kefanaan dunia. Menutup mata dari gemerlap yang membuat kita terlena. Sejak awal, dunia bukanlah tempat kita.
Semua makhluk di bumi ini, diciptakan dengan sebuah tujuan. Meskipun tidak semuanya yang hidup sesuai dengan tujuan penciptaan. Hidup memang pilihan. Pertanyaannya, bisakah kita mempertanggungjawabkan setiap pilihan? Nyatanya, tidak semua siap dengan konsekuensi dari pilihannya.
Baik untuk kita jika kita selalu mengoreksi diri kita sendiri. Mengecek kembali hidup yang kita jalani ini sudah sesuai atau belum. Sebab jika kita tetap bertahan pada situasi seperti ini, sesungguhnya kita sedang menyiksa diri kita sendiri. Serta menambah derita di akhirat nanti.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan agar terlepas dari keadaan seperti ini? Sedangkan menarik diri dari dunia seutuhnya bukanlah kuasa kita. Kita pun masih harus berjuang mengumpulkan bekal untuk pulang.
Hal pertama yang harus kita perhatikan adalah ingat kembali tentang tujuan kita ada di dunia. Tentang untuk apa sebenarnya kita hidup. Sehingga apa pun yang kita lakukan, kita akan berusaha agar sejalan dengan tujuan. Sehingga kita menarik diri dari kesia-siaan.Â
Bukankah hidup tanpa arah itu melelahkan? Kita berjalan jauh, tetapi tidak tahu apakah akan sampai atau tidak. Kita tidak tahu apakah arah yang kita tuju benar atau salah. Pada akhirnya kita hanya tersesat dan langkah kita terus tersendat.
Kedua, mati itu pasti. Dengan mengingat hal ini, seharusnya bisa membuat kita sadar untuk tidak lalai. Membuat kita sadar bahwa kita pasti akan pulang. Hubungan dengan dunia hanya seperti kita mengontrak saja, bahkan kita anggap sebagai batu loncatan. Sebab yang kekal hanyalah kampung akhirat.
Mati itu lebih pasti dari setiap angan-angan kita tentang dunia. Walaupun kapan waktunya tidak ada yang mengetahui. Namun, itulah hikmahnya. Sehingga kita akan terus bersiap-siap untuk menyambutnya.
Mungkin dua hal itu yang seharusnya bisa membuat kita sadar. Bisa jadi banyak faktor lain dan kita harus terus mencari. Mencari ilmu yang akan kita butuhkan untuk kehidupan. Mencari ilmu yang akan membantu kita untuk pulang.