Dalam kampanye Pemilihan Presiden 2024, pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menargetkan peningkatan rasio pajak dari 12% menjadi 23% dalam lima tahun. Meski Coretax tidak secara spesifik disinggung dalam kampanye, keberhasilan pencapaian target ini sangat bergantung pada efektivitas sistem administrasi pajak yang baru.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, menjelaskan bahwa penerapan Coretax diproyeksikan dapat meningkatkan rasio pajak sebesar 2% dan mengurangi kesenjangan pajak (tax gap) hingga 6,4% dari PDB. Dengan pengelolaan yang lebih baik, Coretax diharapkan mampu mengoptimalkan potensi penerimaan pajak hingga Rp1.500 triliun dalam lima tahun mendatang.
Apa Itu Coretax?
Coretax adalah sistem administrasi layanan perpajakan yang dirancang untuk mengintegrasikan seluruh proses utama dalam perpajakan, seperti pendaftaran wajib pajak, pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan. Melalui Taxpayer Portal (TP Portal), wajib pajak dapat mengakses data perpajakan mereka secara aman menggunakan teknologi biometrik wajah dan tanda tangan digital.
Selain meningkatkan kemudahan bagi wajib pajak, Coretax juga bertujuan untuk memperluas basis pajak dan mengidentifikasi potensi pajak yang selama ini belum tergarap. Namun, ambisi besar ini tidak terlepas dari berbagai tantangan, terutama dalam aspek teknologi dan implementasi di lapangan.
Tantangan Awal Implementasi Coretax
Meski diharapkan menjadi solusi, dua minggu pertama peluncuran Coretax justru diwarnai berbagai masalah teknis. Sistem ini mengalami gangguan pada fitur-fitur utama seperti sertifikat digital dan e-faktur, yang menyebabkan keterlambatan pelaporan pajak, pembuatan faktur pajak, dan sinkronisasi data. Banyak wajib pajak melaporkan kesulitan login, data yang tidak terunggah, serta ketidakakuratan pengisian Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Ketidaksiapan infrastruktur dan tingginya volume akses pengguna menjadi penyebab utama masalah ini. Coretax, yang terhubung dengan 89 entitas termasuk BUMN dan kementerian, menghadapi tantangan sinkronisasi data yang kompleks. Hal ini diperparah dengan keterbatasan kapasitas sistem dalam menangani lonjakan aktivitas pengguna.
Di media sosial, berbagai keluhan muncul dari masyarakat dan pelaku usaha yang kesulitan menjalankan kewajiban perpajakan mereka. Akibatnya, DJP terpaksa meminta maaf dan memberikan kebijakan tidak mengenakan sanksi keterlambatan selama masa transisi.
Pembelajaran dari Implementasi Coretax
Peluncuran Coretax memberikan sejumlah pelajaran penting bagi transformasi digital layanan publik di Indonesia:
Masa Transisi yang Memadai
Implementasi sistem baru seperti Coretax memerlukan masa transisi yang cukup untuk menguji kesiapan sistem dan mengatasi potensi kendala teknis. Ketua DEN, Luhut Binsar Pandjaitan, menyarankan masa transisi tiga hingga empat bulan untuk memastikan kelancaran implementasi.
Infrastruktur Teknologi yang Andal
Ketersediaan internet yang merata dan stabil di seluruh Indonesia menjadi kunci keberhasilan Coretax. Selain itu, pengembangan pusat data yang aman dan andal diperlukan untuk menyimpan data perpajakan dan melindungi dari ancaman siber.
Keamanan Siber
Mengingat meningkatnya ancaman keamanan digital, DJP harus meningkatkan perlindungan data melalui firewall, enkripsi, dan pelatihan keamanan bagi pegawai. Teknologi blockchain juga dapat diterapkan untuk meningkatkan transparansi dan keamanan sistem.
Pemanfaatan Kecerdasan Buatan (AI)
Teknologi AI dapat membantu menganalisis data perpajakan secara real-time untuk mendeteksi anomali seperti potensi penghindaran pajak. AI juga dapat digunakan untuk menyusun kebijakan yang lebih tepat sasaran berdasarkan data.
Peningkatan Kapasitas SDM
Pelatihan dan pengembangan kemampuan SDM perpajakan menjadi prioritas untuk memastikan mereka siap menghadapi tantangan teknis dalam pengoperasian Coretax.
Prosedur Mitigasi
DJP perlu menyiapkan prosedur mitigasi yang efektif untuk mengatasi gangguan teknis, termasuk sistem manual sebagai solusi sementara.
Harapan untuk Masa Depan
Meski menghadapi banyak tantangan awal, Coretax memiliki potensi besar untuk merevolusi sistem perpajakan Indonesia. Dengan perbaikan infrastruktur, peningkatan kapasitas SDM, dan pemanfaatan teknologi canggih, Coretax dapat menjadi tulang punggung reformasi pajak dan mendukung pencapaian target penerimaan negara.
Keberhasilan Coretax tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada dukungan masyarakat dan kerja sama antara pemerintah, swasta, dan pemangku kepentingan lainnya. Jika dikelola dengan baik, Coretax dapat menjadi model transformasi digital yang menginspirasi sektor publik lainnya.
Disadur oleh dseptana