Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Manado Di Medio September, 2010

2 Oktober 2010   11:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:46 318 0

Akhirnya, setelah melewati perjalanan selama lebih kurang 3 jam melalui udara, saya dan tim tiba di Manado pukul 9.30 WITA (artinya 8.30 WIB). Kami berangkat dari Jakarta menggunakan “Macan Udara” tepat pukul 05.00 subuh. Tiada snack dari maskapai penerbangan membuat kami lapar, tentu saja, 3 jam tanpa asupan makanan. Oleh karena itu, setiba kami di Manado, sopir kami, yang sudah kami pesan 1 hari sebelumnya, mengantarkan kami ke sebuah restoran, yang katanya, menjual bubur Manado paling enak di Manado. Yummmy…kami pun tergoda.

Selama perjalanan, Pak Stevi (nama sopir kami) langsung bercerita mengenai Manado, keistimewaan dan kebanggaannya terhadap kota ini. Saat ia bercerita, saya pun langsung melahap semua pemandangan yang ada di depan mata. Bersih adalah kata yang paling tepat, menurut saya, untuk mengungkapkan kota Manado di awal perjalanan ini. Tiada sampah. Bersih. Beda dengan Jakarta. Manado tidak bising. Manado tidak hiruk pikuk, mungkin tahun lalu, Manado pikuk dengan segala persiapan World Ocean Conferrence. Selain itu, saya berpendapat bahwa Manado merupakan kota religius. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah gereja yang, (lagi…lagi) menurut saya, buanyuak sekali, dengan segala jenis ajaran Kristen. Yang saya baca di papan nama gereja, ada gereja Advent, Pantekosta, Katolik, Prostestan, dan aliran lainnya yang saya tidak saya ingat. Saya pun iseng menghitung jumlah gereja sejak saya keluar dari Bandara Sam Ratulangi hingga ke restoran “terenak” yang menjual Bubur Manado, jumlahnya 7 gereja. Jarak antar 1 gereja ke gereja lainnya pun tidak jauh, bahkan ada yang berhadap-hadapan. Analisa sederhana saya, penduduk mayoritas Manado beragama Nasrani. Hal ini mengingatkan saya dengan Kupang, yang penduduknya juga mayoritas Nasrani, tapi (seingat saya) jumlah gereja di Kupang tidak sebanyak di Manado.

Lima belas menit, kami habiskan di perjalanan sambil menahan lapar dan sungguh menantikan kelezatan bubur Manado. Setibanya kami di restoran, kami langsung memesan bubur Manado dan ayam mentega. Selama menunggu, Pak Stevi menjelaskan tiga jenis sambal Manado yang ada di meja kami. Menurut penjelasannya, orang Manado sangat suka pedas jadi hati-hati makan di Manado jika tidak bisa makan pedas. Saya, asli Padang, yakin bahwa saya bisa melahap makanan Manado, toh orang Padang juga suka pedas. Tidak lama, bubur kami pun tiba. Saya kaget luar biasa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun