Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Facebook vs Face to Face

5 November 2009   02:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:26 878 0
[caption id="attachment_21942" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Shutterstock"][/caption] Siapa yang tidak mempunyai account Facebook (FB)?! Ayo unjuk tulisan (karena tidak mungkin tunjuk jari atau unjuk gigi...ini kan dunia maya) karena hampir semua kalangan masyarakat mempunyai account FB. Tidak ada yang salah dari fenomena ini. Hanya saja saya ingin menyoroti beberapa kejadian yang menarik. Ada artikel di sebuah media massa yang memberitakan bahwa kehadiran FB telah mengalahkan pentingnya tatap muka (face to face). Inti artikel itu mengingatkan saya kepada beberapa kejadian yang dialami sendiri oleh saya. Saya dan teman-teman beberapa waktu lalu berkumpul di sebuah resto. Setiap orang dari kami mempunyai kesibukan masing-masing. Sulit sekali menemukan waktu yang tepat untuk duduk bareng dan bergosip bersama (maklum perempuan he...). Akhirnya setelah melewati diskusi panjang via message di FB, saya dan teman-teman bisa bertatap muka. Ironisnya adalah masing-masing dari kami tidak ada yang melepaskan atau berjauhan dengan hp. Dan sebagian besar dari kami tetap online FB! Jadi obrolan yang dilakukan hanya obrolan yang "sangat" ringan jika tidak ingin dikatakan obrolan yang tidak jelas arahnya. Tiba-tiba waktu sudah malam dan tatap muka yang telah direncanakan jauh-jauh hari dan ribet tidak ada gunanya selain info bahwa si A kerja disini, si B kerja disitu, si C lagi gini, si D gitu-gitu aja. Hah... Kemudian kejadian kedua adalah di rumah saya. Kakak saya, seorang ibu yang telah mempunyai 2 orang anak yang masih balita dan bayi dan bekerja sebagai karyawan swasta, mempunyai smart phone yang selalu online ke YM atau FB. Sampai-sampai ketika pulang dari kantor pun hp tidak pernah lama berjauhan dari tangannya. Bahkan ketika sedang bersama anak-anaknya pun, handphone pintar itu terus dipegang untuk online via FB. Suatu hari, keponakan saya membanting hp itu, entah sengaja atau tidak. Sang bunda pun marah. Tapi keponakan saya, berusia 3 tahun, hanya menatap mata sang bunda tanpa berkata apapun. Saya dekati keponakan saya dan bertanya "kenapa kamu banting handphone Bunda?". Keponakan saya menjawab sambil menatap lantai dan berkata dengan suara pelan, "Abisan Bunda main handphone mulu." Sebuah pernyataan yang miris keluar dari mulut seorang anak berusia 3 tahun. Tidak ada yang bisa saya katakan selain memeluknya sambil mengelus kepalanya dan langsung dia berkata, "Cipa (panggilanku darinya), kita main yuk." Akhirnya aku menemaninya bermain hingga ia kelelahan. Dan langsung mengingat jaman aku kecil dulu. Untunglah dulu teknologi belum seperti sekarang. Aku bersyukur untuk hal tersebut. Mamaku tidak pernah menomorduakan keluarganya. Tidak dapat dipungkiri bahwa inilah kebudayaan Jakarta saat ini. Tangan terasa aneh jika tidak menggenggam handphone atau online via YM atau FB. Inilah Jakarta saat ini. Saat dimana semua menjadi terlalu mudah untuk dikomunikasikan dengan teknologi. Tidak ada yang salah dari kemajuan teknologi, hanya saja bukankah duduk bersama dengan orang-orang yang kita kasihi dan bercakap serta langsung menatap matanya jauh lebih berarti daripada hanya sekedar online. Jadi ingat wejangan Mamaku waktu aku kecil dulu, "kalo makan jangan terlalu kenyang, nanti muntah". Mungkin wejangan tersebut bisa aku gunakan kali ini "kalo online jangan terlalu sering hingga tidak memperhatikan sekeliling nanti bisa ngehang (entah handphonenya, entah modemnya, entah hubungan dengan sekitar yang tidak terlalu dekat lagi lantaran terlalu sibuk dengan dunia maya)." FB hanyalah salah satu dari teknologi yang saat ini sedang in. Kelak akan ada yang menggantikannya. Hah...jadi ingin update status di FB...(lho?!!!!!!!!)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun