Yup, bocah yang tidak kuingat namanya ini sudah lama sekali tidak bertemu. Â Tetapi rupanya dia mengingatku. Â Aku memang mengenalnya ketika masih kecil, dan selalu menanyakan jajan pasar yang asin. Â Maka aku pun menghampiri dan membalas senyumnya. Â Sementara suamiku yang berjalan bersamaku memilih memberikan ruang untuk kami berdua.
"Hei...kamu sudah besar dan tinggi. Â Kelas berapa sekarang? Â Kalau tidak salah, terakhir kita bertemu, kamu kelas 3 SD bukan? Â Uuuppps.....kamu masih sekolah dong? Â Iya, atau iya?" Â Tanyaku beruntun tanpa memberinya kesempatan menjawab satu per satu.
Bocah ini hanya cengar-cengir saja, dan menyodorkan dua potong lumpia dalam kemasan mika yang dilengkapi dengan cabe rawit mungil. Â "Maaf bu, hanya ada satu saja kemasan saja. Â Ibu tidak mau coba yang manis, tawarnya." Â Aku pun menerima lumpia buatan emaknya itu, dan membayarnya lebih.
"Ha...ha...ibu masih seperti dulu.  Selalu dan selalu saja bayarnya dilebihkan."  Begitu  "komplainnya" dengan wajah bahagia.
Â
Tidak berhenti disitu, dirinya pun bercerita. Â " Saya sekarang sudah kelas 1 SMP ibu. Â Seperti janji saya, akan terus bersekolah." Â Tapi ibu belum pernah menjawab kenapa selalu membayar lebih. Â Padahal saya selalu ingat janji saya ke ibu.