TENTRAM diam di sudut kamarnya. Semenjak kehilangan DAMAI, TENTRAM berubah 180 derajat! "TENTRAM, itu di depan ada pak Kades ," kata Ibu TENTRAM yang ternyata sedari tadi sudah mengetuk PINTU kamar TENTRAM. "Gak mau, Bu. TENTRAM gak mau ketemu siapa-siapa." Ibu TENTRAM menggenggam tangan TENTRAM. "TENTRAM, jangan begitu nak. Pak Kades itu sepertinya orang baik. Dia butuh bantuan kamu. Mukanya seperti menyimpan jutaan ton masalah. Kamu harus bantu dia, nak." Kali ini ibu TENTRAM mengelus rambut dan wajah TENTRAM."Tidak! Dia cuman pura-pura! Sebentar lagi Ibu lihat sendiri. Dia pasti minta tolong sama tetangga sebelah." Bantah TENTRAM cukup sinis. Ibu TENTRAM meninggalkan kamar TENTRAM dan berjalan menuju pintu depan. Tak lama, Ibu TENTRAM kembali ke kamar TENTRAM. "Iya, TENTRAM. Dia ke tetangga sebelah. Ia menemui AMBISI," kali ini wajah TENTRAM yang datar sedari tadi berubah menjadi marah, sedih, cemas dan perlahan mengeluarkan air mata. "Ibu, TENTRAM capek, Bu. AMBISI selalu mengganggu hidup TENTRAM," dengan suara lirih. "Itu karena kamu membiarkan AMBISI merebut si pak Kades," ibu TENTRAM berpendapat. TENTRAM terdiam sesaat. "Ibu gak tahu. Semuanya selalu mencari TENTRAM. Tapi apa? Mereka hanya jadiin TENTRAM seperti boneka yang bertugas merebut hati warga untuk kepentingan mereka. Diam-diam mereka menjadikan AMBISI sebagai penasihat mereka. Ibu...TENTRAM juga kehilangan kekasih TENTRAM, DAMAI, karena AMBISI. AMBISI yang sudah menculik DAMAI dari TENTRAM, Bu. Tapi apa? Ada yang mau menolong TENTRAM dan keluarga DAMAI?" TENTRAM semakin histeris. Ya, semenjak kehilangan DAMAI, TENTRAM seperti orang yang kehilangan arah hidup dan selalu termenung. TENTRAM menjadi sangat asing di mata keluarga dan masyarakat desa. "Tapi TENTRAM, pak Kades itu dipaksa ke rumah AMBISI oleh beberapa orang. Pak Kades itu butuh kamu, nak. Dan ibu yakin, DAMAI masih hidup. Percaya ibu, nak. Perasaan perempuan tidak akan pernah salah walaupun itu bukan dari hasil pemikiran. Karena, perasaan itu berasal dari keyakinan.....TENTRAM, ibu kangen sama TENTRAM anak ibu yang dulu. Berubahlah, nak......." ibu TENTRAM memeluk anaknya erat-erat. Hangat...ya....pipi ibu TENTRAM yang menempel di pipi TENTRAM ternyata sudah bersimbah air mata.
Ibu...TENTRAM mau bangkit...Oh Tuhan, TENTRAM lelah seperti ini.
KEMBALI KE ARTIKEL