[caption id="attachment_156797" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Jam menunjukkan pukul 04.30. lagu ‘trouble is a friend’-nya Lenka mengalun dari handphoneku yang aku taruh di meja samping tempat tidur. Dengan malas aku bangun dan segera mengambil air wudhu. Seusai solat subuh aku berniat melanjutkan tidur dan nanti bangun sekitar pukul 06.00. mumpung kuliah masuk siang, pikirku.
Saat aku mulai terlelap, hp jadulku bernyanyi dengan ‘riang’nya. Ternyata ada sms masuk dari Nunung, teman satu kelasku. Sebelum membuka smsnya terbesit firasat jelek, sepertinya ada sesuatu yang bakal mengganggu acara tidurku. Dan benar saja, Nunung memintaku untuk menemaninya mengambil jajanan untuk dijual di kampus. Berhubung aku dan Nunung tergabung dalam sebuah kepanitiaan pemilihan ketua organisasi keagamaan di kampus, mau tidak mau aku harus menemaninya berjualan.
Aku bersama teman-teman angkatan 2011 tergabung dalam kepanitiaan Muktamar, yaitu kepanitiaan untuk memilih ketua FOSIMMIK atau rohis-nya program studi ilmu keperawatan. Awalnya aku mendaftar di sie perkap. Pikirku, gampang nih di perkap, kerjanya cuma sehari sebelum, saat dan sesudah hari H saja. Sepertinya niat memang sangat menentukan, mungkin karena niat awalku sudah salah akhirnya aku masuk ke sie dana usaha atau popular dengan sebutan DANUS. Sie yang berurusan dengan jual menjual dan uang menguang *loh?
Aku dan 9 orang pasukan danus mulai memutar otak mencari celah-celah berbisnis. Kami memilki target perolehan satu juta rupiah dalam dua minggu! Aku menepuk dahiku, Ya Alloh bantulah kami….
Hari pertama kami menjual aneka jajanan seperti risoles, kue sus fla, pisang coklat, donat, air mineral, dan tahu bakso.kami juga menjual nasi untuk sarapan dan makan siang. Benar-benar ‘sesuatu’ sekali, kampus mendadak ramai oleh jajanan kami. Untuk hari pertama, sasaran kami adalah teman-teman di kampus dan selebihnya teman-teman kos. Sempat panic juga karena ada satu jajanan yang masih sisa banyak, padahal kegiatan perkuliahan sudah selesai. Dengan sedikit ‘pemaksaan’, rayuan, gombal ala anak danus, Alhamdulillah semua makanan terjual habis. Hari pertama kita sukses? Boleh dibilang iya. Permasalahannya ada pada penghitungan laba. Mungkin karena masih amatiran dalam hal entrepreneurship, kami bingung bagaimana mengurus uang-uang hasil penjualan. Alhamdulillah ada sahabat saya, Misky. Dialah sang pengutak-atik uang. Pokoknya urusan hitung menghitung kita serahkan pada miss Cheerfull ini. Dan akhirnya hari pertama beres.
Jumat, 16 Desember. Jadwal kuliah seharusnya libur. Namun kami ada ujian dua mata kuliah. Bagi DANUS sih ini sasaran empuk. Biasanya jika ada kuliah, jajanan danus pasti habis (maklum kalau mau ke kantin harus turun ke lantai 1). Alhamdulillah, hari kedua jualan kita juga habis :)
Bbelajar dari pengalamanku berjualan, ternyata orang jualan itu susah-susah gampang. Jika belum terbiasa dan belum mengenal strategi dalam hal jual-beli,jualan pastinya akan terasa susah. Apalagi kalau sudah berurusan dengan modal dan konsumen. Selera konsumen juga beda-beda. Untuk aneka jajanan saja, sie danus harus tahu selera pasar. Jajanan mana yang banyak dimintai dan mana yang kurang. Jangan sampai kita tidak melihat pasar karena hasilnya akan mengalami kerepotan (baca : jualan tak laku). Berjualan juga bisa melatih diri untuk menghormati orang lain. Sebagai penjual hendaknya menghormati pembeli agar pembeli merasa senang, puas dan yang penting membeli jualan kita, syukur-syukur memborongnya.hehe
Meskipun jadi sie danus itu capek, meskipun aku harus bangun lebih pagi untuk mengambil jajanan, meskipun harus berani ‘tombok’ jika jualan tak laku, pulang selalu sore karena rapat dan penghitungan uang terlebih dahulu. Namun semua ini memberikan sebuah pelajaran yang sangat bermanfaat. Pelajaran ekonomi yang diterapkan secara langsung, manajemen waktu, belajar ahlak yang baik, belajar enterpreneurship dan manfaat-manfaat lain :)
Semoga sie DANUS bisa mencapai target. Deadline, seminggu lagi! ganbate ne!
“Berlelah-lelahlah, manisnya hidup akan terasa setelah lelah berjuang,” –A. Fuadi