Baiklah, tulisan ini hanya rekaman jejak yang terlewati. Reportase yang terlambat, tapi semoga saja tetap mengekalkan memori ingatan. Semoga yang membaca nanti dapat senyam-senyum sendiri. Tulisan ini saya persembahkan untuk saudara kembar saja yang genap 26 tahun, bersamaan dengan hari lahirnya. Tak ada yang bisa saya berikan padanya, terkecuali liputan kisah indah miliknya. Saya sajikan ini, semoga tak hambar tatkala dibaca :D Silakan dinikmati memori-memori cintamu.
Saya merupakan saudara kembar dari Destiana--panggilan akrabnya Nana kalau di rumah--Desti kalau di tempat kerja. Saya dan dirinya lahir pada Ahad, 8 Mei, hari ini genap 26 tahun. Sempat saya bahas pada uraian di atas, tiap individu mendambakan pernikahan yang baroah. Ehmm... pasti sudah bisa ditebak, tulisan ini berkaitan jodoh-menikah-berumah tangga-hidup full barokah :D
Sejak beberapa tahun lalu, saya memang ingin segera merampung-menggenapkan separuh diin saya agar sempurnalah agama saya. Akan tetapi, suratan di Lauhul Mahfudz belumlah mengabari demikian. Alhasil, menanti dalam kesabaran dan ketaatan adalah jalan yang mesti saya tempuh. Ehmm... baiklah, saya lanjutkan kembali mendedahkan memori-memori itu.
Saya ingat betul beberapa bulan lalu, kami (saya, Nana, dan orangtua) acapkali membahas tentang jodoh. Berhubung saya dan Nana kembar, mengira-ngira siapa yang akan menikah terlebih dulu. Ehhmm... karena yang lebih awal datang ke bumi ini adalah saya, saya pun sangat menginginkan agar segera genapkan diin. Meski tak menyangka, Lauhul Mahfudz tak mengabari sesuai keinginan. Hehe ....
Oke, saya lanjut bercerita, ya!
Siang itu medio November, entah tanggal berapa, ada kegiatan Kemenpora berupa workshop kepenulisan. Sejak malam, saya gusar, ingin ikut gelaran itu meski jam mengajar penuh di esok hari. Saya pun dapat kabar bahwa peserta sudah banyak yang ikut dan saya tidak kebagian kursi penuh. Hiks... sedih deh, tapi saya tetap "ngotot" ingin tetap dapat kursi. Akhirnya, saya diberi nomor kontak sang panitia oleh Ketua FLP Bandarlampung, Tri Sujarwo. Terlebih saya dan teman-teman di keorganisasian penulis, paling getol yang dengan adanya workshop kepenulisan. Hitung-hitung menambah wawasan dan semangat menulis. Tanpa berpikir panjang, saya hubungilah panitia. Nama dan nomor kontak yang diberi, saya sudah tak asing. Dia aktivis yang banyak dikenal orang meski saya pun tak banyak tahu tentang sosok ini. Beberapa kali saya menghubungi dan menanyakan apakah ada kursi kosong untuk saya tempati meski pada akhirnya saya tak bisa datang.