Bukan soal gaji bulanan yang pasti rutin. Bukan soal tunjangan hari tua yang pasti terjamin. Juga bukan soal kelanggengan pekerjaan yang anti-collaps seperti risiko bekerja di perusahaan swasta.
Hal lain itu misalnya soal dampak yang bisa kita berikan untuk banyak pihak. Kebermanfaatan, nilai, sumbangsih, kontribusi, dan sejenisnya, atau apa saja yang bisa kita ciptakan untuk diberikan atas ilmu dan keahlian yang kita miliki.
Pernah? Hmmm.
Dipikir-pikir, betapa mulia pekerjaan sebagai PNS. Jadi abdi negara, pelayan masyarakat, perekat pemersatu bangsa. Semua itu di atas urusan finansial dan jaminan hari tua yang menenteramkan.
Value. Ada nilai yang dapat kita ciptakan untuk diberikan kepada orang lain. Ada dampak yang bisa kita usahakan agar bermanfaat bagi masyarakat. Yang semua itu bermuara pada kontribusi memajukan bangsa dan negara. Itu kan goal-nya?
Karena memang, menjadi PNS bukan jalan untuk menjadi kaya. Juga bukan untuk banyak gaya. Di luar sana, ada buanyaaak karir cemerlang yang menjanjian kekayaan plus menopang gaya.
Saya teringat nasihat Hasan Al-Banna. "Jangan berambisi memegang jabatan pemerintahan atau pegawai negeri dan anggaplah ia sebagai pintu rezeki yang paling sempit." Kalau mau kaya, jadi pengusaha saja. Kalau mau buat gaya-gayaan di mata masyarakat, apalagi pengen disebut menantu idaman, duh Gusti, apa nggak capek ngejar penilaian orang lain?
Pegawai Negeri Sipil adalah abdi negara. Abdi adalah pelayan. Maka keberadaan kita seharusnya, menjadi pelayan negara dengan memberi manfaat pada masyarakat lewat keahlian masing-masing. Setidaknya, ada dan tiadanya kita di dunia ini, ada bedanya. Kehadirannya bermanfaat. Kepergiannya meninggalkan kebermanfaatan.
-Demi Tuhan Yang Maha Esa, nusa dan bangsa. Aku bersumpah setia untuk mengabdi dan melindungi. Serta mengayomi bangsaku, negeriku, tanah airku. Indonesia.- Hymne Pamong.